Adakah hal yang paling dirindukan orang yang sedang berada di titik nadir hidupnya ? kenyataanya banyak orang yang dalam palung persoalan juga berbarengan dengan kondisi dirinya yang tersisihkan, terpojok dan ditambah dengan psikologis yang terkapar. Persoalan kronis ini, siapa pun akan merindukan sapaan siapa pun yang bisa memberinya jalan keluar. Ujian ini sepaket dengan kebahagiaan, semacam siang dan malam. Semua akan mengalami siang akan mengalami pekat malam.
Sebenarnya,
Allah dalam keMaha Kuasaannya dalam menentukan
takaran ujian, Allah memberi kabar baik yang menjadi pegangan bagi
mereka yang sedang dalam fase hidup yang berat, salah satunya, semua orang diberi
ujian berdasarkan kapasitasnya, hal ini sebangun dengan Firman Allah SWT Surah
Al Baqarah ayat 286 yang berbunyi “Allah tidak membebani seseorang melainkan
sesuai dengan kesanggupannya”. Ujian seorang Nabi pasti tidak sama dan
pastinya lebih berat dibandingkan manusia biasa, begitu pula ujian para wali.
Masing masing ada jatahnya sendiri sendiri. Ada yang diberi ujian keluarga, ada juga yang diberi ujian
finansial, bahkan ada juga yang diberi ujian berganda, yaitu ujian keluarga,
keuangan sekaligus beserta ujian turunannya yang lain.
Tentu bagi yang mengalami ujian, terasa betul betapa
pekatnya dan gelapnya saat itu, sering pula Allah menguji hamba ini sering
sampai pada titik dimana semua jalan rasional untuk ditempuh tertutup rapat.
Begitu pekatnya musibah ini untuk menandaskan pertanyaan eksistensial, masih
keraskah jiwa kamu, bahkan sekedar untuk tunduk pasrah pun tidak tergerak
sedikit pun?.
Solusinya sebenarnya cukup sederhana, cukup naikkan
bendera putih dan berkata, Allah aku menyerah, aku gak mampu, dan pasrah
tersungkur atas selama ini yang terlalu yakin akan ikhtiar individu, rupanya
ada jiwa jiwa firaun kecil yang bersembunyi di balik sanubari manusia.
PERBAIKAN.
Dari mana seseorang tahu, musibahnya mulai diangkat,
diringankan bebannya? Salah satu tandanya adalah adanya pencerahan spiritual,
di mana ada dorongan kuat untuk mendekat dan merapat kepada Allah yang disertai
rasa tenang. Rasa tenang ini adalah hadiah, pemberian atau diturunkan, jika
mengacu pada surah al fath : 4.
“Dialah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati
orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka
(yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana"
Rasa tenang ini biasanya ada pada orang yang sudah
menerima kejadiannya, mengakui emosi nya dan menurunkan tensi manusiawi nya
sampai pada titik psikologis "terserah mau engkau apakan aku ya Allah".
Kepasrahan seperti ini yang diinginkan Allah, selanjutnya hijab yang berkerak
pun lambat laun sirna, dan dalam kesadarannya hadirlah pengakuan kembali sebagaimana
dulu di alam rahim ; “Bukankah aku Tuhanmu
?. Dan engkau pun berkata, tentu.
Bersyukurlah bagi siapa pun yang sudah disisipi hatinya
rasa tenang, ini modal awal yang diberikan Allah untuk keluar dari kerumitan
masalah. Apa pun yang ada di luar adalah refleksi dari apa pun yang ada
didalam. Rasa tenang ini membuat pikiran dan hati menjadi selaras, dan
imbasnya, kejadian diluar akan semakin membaik seiring membaiknya diri. Dan membaiknya
dalam diri seseorang akan tampak dua perilaku, yaitu munculnya sikap mengambil
tanggung jawab, dan berhentinya untuk menyalahkan apa pun di luar dirinya.
"Setiap orang bertanggung jawab atas pilihannya sendiri. Orang yang menyalahkan orang lain atas pilihannya hanyalah pengecut yang hanya bisa lari dari tanggung jawab". Begitu menurut Lexie Xu.
Seolah tidak berhenti di sini, Allah akan mempertemukan
dirinya dengan orang yang 1 frekwensi, yaitu dengan orang yang juga terus
melakukan perbaikan diri, maka disekeliling pun ada di replace dengan orang
baru yang 1 frekwensi dalam kebaikan, biasanya Allah mempertemukan orang sesuai
kebutuhannya, jika dalam hal ini membutuhkan solusi atas masalah yang
menderanya, maka Allah akan kirimkan orang yang memiliki kapasitas untuk
membereskan masalahnya. Semua itu tentang frekwensi. Frekwensi ini pula yang
dapat menjelaskan kenapa orang religious cenderung memiliki kos kosan dekat
musholla, dan bertemannya dengan ahli masjid, bikin pilih pilih teman, tapi
memang mereka bertemu dalam satu freksensi yang sama.
Hal ini
sesuai dengan sabda Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Muslim, dari Abu Hurairoh “Ruh-ruh itu seperti tentara yang berhimpun yang saling
berhadapan. Apabila mereka saling mengenal (sifatnya, kecenderungannya dan
sama-sama sifatnya) maka akan saling bersatu, dan apabila saling berbeda maka
akan tercerai-berai.”
Asbabul
wurud dari Hadist ini dalam Musnad Imam Ahmad adalah ketika seorang wanita penduduk Makkah yang selalu
membuat orang tertawa hijrah ke Madinah, ternyata dia tinggal dan bergaul dengan
wanita yang sifatnya sama sepertinya. Yaitu senang membuat orang tertawa.
Sampai tahap ini
sebenanya belum tuntas urusan. Solusi tahap ini sering berupa umpan yang
mengecoh untuk menakar kekokohan ruhaninya,
apakah kemudahan demi kemudahan itu mendorongnya kembali menjadi manusia
yang lama yang penuh problematik, atau menjadi manusia yang semakin humble dan
khusyuk.
Kemudahan selanjutnya adalah adanya perbaikan perbaikan di luar, perbaikan itu bisa berupa keluarga yang awalnya berantakan sekarang menjadi samawa,
keuangannya yang pada awalnya minus sekarang mulai plus meski sedikit, ibadah
yang mulanya berantakan sekarang semakin tekun dan tepat waktu, semuanya
kembali ke titik perbaikan, sampai semuanya baik. Itulah cara Allah memperbaiki
diri manusia yang sedang berantakan, dengan cara yang begitu alami dan
lembut, bahkan banyak orang yang tidak menyadari dirinya sedang diperjalankan
Allah menuju kehidupan yang lebih baik.
TERCERAHKAN
Hantaman demi hantaman ini akan menyisakan luka, semua
yang mengalami musibah akan terluka hatinya, sebab sangat mungkin dengan
turunnya level ekonomi membuat pujian berubah menjadi cercaan. Luka ini mungkin
akan membuatnya berdarah darah.
Namun menurut Jalaluddin Rumi luka itu tidak harus nyeri, tidak juga harus menimbulkan derita, baginya luka perlu difahami dalam perspektif
lain. Luka adalah proses pencerahan yang dirangkum dalam puisi indah :
“Luka adalah tempat melaluinya Sang Cahaya
masuk
Tak perlu kaucari cinta
Kau hanya perlu menemukan
penghalang-penghalangnya dihatimu”
Orang yang telah lulus ujian biasanya bermetamorfosis
menjadi orang yang lebih humble, berorientasi pada pelayanan, ini biasanya
dampak dari terbukanya penghalang penghalang psikologis yang biasanya disebut
penyakit hati, apakah berupa sikap arogan, sedih, atau pun berupa penyakit
lainnya.
KESIMPULAN.
Musibah ini barangkali akan meluluh lantakan sendi
penopang seseorang untuk berjaya. Namun Kebesaran manusia, menurut Imam Al
Ghazali dalam bukunya yang berjudul Kimia Ruhani Untuk Kebahagiaan Abadi, sebenarnya terletak pada kemampuannya untuk terus maju
dan berkembang. Tanpa kemampuan itu manusia akan menjadi makhluk paling lemah
diantara makhluk lainnya.
Pesannya sederhana, dalam keterpurukan manusia diberi
anugerah untuk bangkit, maju dan berkembang, tentu ada beberapa prasyarat yang
harus dipenuhi sebagaimana yang telah dikemukakan di muka.
Tidak perlu baper berlebihan dengan musibah, Wahab ibn
Minbah mengatakan, “Tidaklah seorang yang berilmu itu sempurna keilmuannya,
sebelum dia menerima ujian sebagai nikmat dan nikmat sebagai ujian. Orang yang
ditimpa ujian itu sesungguhnya sedang menanti datangnya nikmat. Sedangkan,
orang yang dikarunia nikmat sesungguhnya dia sedang menanti ujian.”
Jadi semuanya sikapi dengan sewajarnya, dengan terus
membenahi diri, karena ujian itu adalah keniscayaan bagi setiap individu.
Mari kita
perhatikan hadits berikut, Dari Umar bin Al
Khattab radhiallahu ‘anhu , beliau menuturkan:
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah
memperoleh beberapa orang tawanan perang. Tiba-tiba ada seorang perempuan dari
mereka mencari bayinya dalam kelompok tawanan itu, maka ia mengambil dan
membuainya serta menyusuinya.
Melihat hal itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bertanya kepada kami: ‘Menurut kalian, apakah perempuan itu tega melemparkan
bayinya ke dalam api? ‘ Kami menjawab; ‘Demi Allah, sesungguhnya ia tidak akan
tega melemparkan anaknya ke dalam api selama ia masih sanggup menghindarkannya
dari api tersebut.
Lalu Rasulullah bersabda: "Sungguh, kasih sayang Allah terhadap hamba-Nya melebihi kasih sayang perempuan itu terhadap anaknya.”.
Dari sini kita semakin
sadar bahwa ujian ini sudah ditakar, dan dari ujian ini, menandaskan bahwa
selalu terbuka harapan jalan keluar, mengingat kasih sayang Allah lebih besar
daripada murkanya.
Tidak teramat mengherankan, orang yang berhasil keluar dari
kemelut kehidupan, justru menjadi orang yang berkemelimpahan, tercerahkan dan hatinya
begitu halus, alih-alih nyinyir terhadap dunia, akibat luka yang memang sengaja
dia pelihara. Pencerahan ini memang lagi lagi pemberian untuk manusia manusia
terpilih.
EmoticonEmoticon