
Dari hasil diskusi itu saya banyak mengambil pelajaran, betapa posisi hati itu selalu mencoba untuk mendapatkan pembenaran dari otak dan digerakkan oleh hati. Salah satu yang bisa saya tangkap dari isi pikirannya adalah, posisi dia yang sulit, dia mengeluh kalau tidak punya tim kreatif yang mensukseskan dia, dia hampir nangis di saat stikernya banyak menumpuk di kamarnya, bahkan dia mengeluhkan dirinya sendiri yang tidak punya akses dana dan jaringan yang kuat di masyarakat, ekpresinya yang hampir menangis serta banyak menyalahkan orang lain, membuat saya mengambil kesimpulan kalau saya tidak perlu banyak memberi support, cukup saya dengarkan bahkan kalau bisa kabur aja saat mendengar ungkapannya yang meledak-ledak yang membuat telinga panas.
Beberapa hari kemudian saya berdialog dengan caleg lainnya dan dia dengan semangatnya dia berbicara panjang lebar kalau dia blusukan masuk ke kantong-kantong masyarakat pesisir padahal yang saya tahu, ekonomi dia menengah ke bawah, bahkan saya tahu betul kalau spp anaknya pasti dia terhenti tiap bulan, maksudnya spp bulan ini dia bayar untuk bulan kemarin.
Saya coba merenungi lebih dalam, ternyata fenomena ini diawali dari perasaan tidak mampu, tidak berdaya dengan tantangan yang ada di hadapannya, sekarang dengan segala ketidakberdayaannya dia membuat keputusan untuk mengalihkan suaranya ke caleg yang nomer satu. Saat itu saya sanggah kalau keputusan itu keliru dan bertentangan dengan keputusan pimpinan yang mengharuskan setiap caleg untuk berkompetisi. Apa pun alasan yang saya berikan semuanya tidak dipedulikan, yang penting suara saya akan dialihkan ke nomer satu, -dengan dalih jama’ah-. Rupanya dia punya imaji jamaah yang seakan-akan jamaah tapi justru keliru. Kembali kepada pendapat saya diawal, saya melihat dia bukan hanya gagal untuk menunjukkan keberaniannya untuk mengambil resiko, tapi sudah kehilangan kesabaran karena Tsnya menghilang (atau malah gak ada), atau kehilangan kesabaran di saat melihat kenyataan di lapangan cukup menyakitkan hatinya.
Saya coba mengerti kalau masalah ini saya memang bukan kelasnya untuk menjelaskan kekeliruan dia, namun senior lainnya yang bisa. Wallahu al’lam, wong tue angel dikandani, he he. Padahal ada tuh pepatah gaul yang bisa membuat kita berani dan sabar, Just do it
EmoticonEmoticon