Jumat, 18 Desember 2009

PNS….PNS....


Semakin hari, dunia ini semakin penuh ketidakpastian, ada orang yang hari ini kaya, besoknya tiba-tiba jatuh miskin karena salah spekulasi, ada juga yang hari ini miskin, tiba-tiba kaya dadakan karena menang lotere atau karena ikut terjaring program durian jatuh yang saat ini banyak dijual di televisi,.... ya semua ketidakpastian ini memicu dua sikap, yaitu pertama mereka menjadi tambah dinamis dalam bekerja, berkreasi, mereka biasanya yang ada di jalur swasta (non goverment), spesifiknya enterpreneur. Kedua justru mereka semakin terobsesi untuk mencari kepastian dan keamanan, saat ini yang bisa memberikan rasa aman dan pasti ada di jalur PNS. Jadi anda jangan geleng-geleng kepala bila anda ternyata melihat (atau pun merasakan) ribuan orang ikut daftar CPNS berjubel, padahal jatah yang ada mungkin tidak lebih dari 10. Efek dari PNS ini ternyata tidak hanya berimbas di kampung, di tetangga (dan mungkin di mertua) saja, namun PNS efect ini ternyata cukup terasa di beberapa lembaga sekolah swasta.

Beberapa waktu yang lalu ada juga pimpinan yang sampai kesal melihat anak buah yang dia andalkan itu ternyata mendaftar ikut tes CPNS dan lulus, ada juga beberapa anak buahnya juga ada yang ikut tes CPNS namun ngobrol dulu sama pimpinan dan diijinkan, namun sayang seribu sayang... ternyata gagal.... lulus tesnya, ada juga teman saya yang ikut tes CPNS sembunyi-sembunyi khawatir kena semprit pimpinannya. Yang saya pikirkan itu, apakah setiap ada tes CPNS para pimpinan sekolah swasta itu harus was-was dan siap-siap dongkol? Apa ada cara lain untuk mengantisipasi itu?

Bagi saya jawabannya itu selalu ada, sebab konsep dasar dari kenapa manusia itu ikut (peruntungan) tes CPNS adalah Karena di PNS (kalau lulus) ada kepastian dan keamanan finansial, sementara saat ini memang gaji di tempat dia kerja saat ini hanya cukup untuk menghidupi dirinya sendiri (dan menghibur diri sambil berkata “ini ladang perjuangan Rek....). Itu artinya bahwa di saat seseorang pegawai swasta mulai melirik tes CPNS menandakan bahwa sekolah tersebut tidak memberikan jaminan sebagaimana yang PNS tawarkan, lebih tepat lagi, pegawai tersebut tidak percaya dengan segala janji dan janji institusi yang akan memberikan jaminan kepastian dan keamanan (tepatnya kenaikan gaji) yang akan dilaksanakan tahun bla...bla...bla....


Hehehe, apakah pegawai yang ikut tes CPNS itu yang kemudian lulus dan memutuskan untuk keluar dari institusi lamanya itu kemudian dijudge bahwa mereka itu tidak loyal dan tidak punya komitmen? Saya kira tidak semudah itu, sebab mereka yang dijudge itu kemudian bisa membalik tuduhan itu dengan menjawab “yang tidak komitmen itu siapa”? kalau memang ada, buktinya mana? Wah bisa jadi guyonan itu kalau ternyata terdengar orang lain, karena posisi judger itu memang lemah. Ada hal yang bisa dilakukan untuk mengantisipasi kejadian ini terjadi. Beberapa prinsip ini bisa dilakukan

1. Hubungan kerja harus dilakukan secara profesional di mana seorang tenaga karyawan, manajemen atau guru di saat mereka mendaftar menjadi tenaga kerja atau tenaga pengajar, mereka sudah diberi daftar yang berupa sekumpulan hak, kewajiban, jumlah gaji yang akan diterima dan kontrak selama waktu tertentu, di mana mereka tidak diberi konsekwensi tertentu bila bekerja sesuai dengan target dalam waktu yang telah disepakati, nah termasuk di dalamnya bersedia untuk tidak ikut tes CPNS dalam waktu tertentu, ini semua ditulis dan bermaterai, sehingga mereka yang mendaftar bisa mengkomunikasikannya kepada orangtua (dan mertua tentunya). Nah bila ternyata ada pelanggaran diatas kontrak yang sudah disepakati, maka atur saja kira-kira apa konsekwensinya, tentu saja konsekwensi itu harus tertulis diatas kertas dan dibaca oleh pelamar kerja. Setelah dibaca panjang lebar, maka si pelamar akan dihadapkan pada dua hal, yaitu pertama dia akan resign, kedua justru tetap maju. Yang resign biarkan aja, sementara yang keukeuh masuk, rawatlah dia dengan pendidikan, reward dan funishment.


2. Desain institusi yang punya bobot lebih dari institusi PNS, maksud saya bukan untuk mengungguli institusi pemerintah, sebab itu sulit dilakukan, namun prinsip-prinsipnya harus lebih hebat, baik dari segi jenjang karir, kaderisasi, pendidikan karyawan dan guru-gurunya, sistem penghargaan dan funishment yang terukur, serta sistem penggajiannya yang membuat manusia didalamnya tidak melirik sana-sini. Mungkin pembaca akan mengatakan bahwa “manusia memang tidak akan ada puasnya” saya sepakat dengan itu, namun kita bisa melakukan standarisasinya dengan mengkomper ke institusi yang model penggajiannya sudah bagus. misalnya ya dengan standar gaji PNS itu, bukan dengan UMR, sebab UMR itu adalah sistem penggajian yang biasanya diterapkan untuk buruh. Oleh sebab itu tidak ada lagi istilah “manusia lapar, matanya melirik sana-sini nyari peluang” dalam institusi tersebut, sebab perut (kebutuhan dasar) dan pikirannya (idealismenya) terpenuhi.

Apakah saya anti PNS? Saya kira tidak sebab tidak ada larangan untuk kerja menjadi PNS, dan mungkin bisa jadi saya akan kerja sebagai PNS, namun yang penting saya tidak terobsesi untuk menjadi PNS. Beberapa orang mungkin melarang dirinya (dan sesekali mempengaruhi orang lain) untuk menjadi PNS tapi saya belum menemukan alasan yang masuk akal untuk mengikutinya. Bagaimana dengan anda?

6 komentar

  1. saya ini pengen jadi guru...tapi ga pengen jadi pns...

    BalasHapus
  2. sepakat akh, dalam ajaran leluhur kita, bahwa kita tidak boleh terobsesi menjadi pns. hehe...

    BalasHapus
  3. saya pengen bisa menjadi referensi di tanah kelahiran saya. tidak peduli lewat jalur PNS atau Swasta. tapi kalau jadi PNs sepertinya bisa kelebihan kolesterol ya? Makan hati terus soalnya:)

    BalasHapus
  4. uang selalu jadi yang pertama setelah logika, so i think is wajar dan ideal..

    BalasHapus
  5. @Erik marangga, sepakat.... dimanapun kerjanya pasti akan makan ada yang gitu, yang penting kita yang harus kuat

    BalasHapus
  6. @oen, hehe tiap orang punya prinsip sendiri-sendiri akh

    BalasHapus


EmoticonEmoticon