Gosip setahu saya saat ini sudah menjadi tradisi yang sulit terlepas dari kebiasaan kita sehari-hari. Ya mungkin Karena banyak fasilitas yang mendukung untuk melakukan gossip seperti waktu kosong, tayangan infotainment dan yang paling penting ada partner untuk menggosip ria. Namun akhir-akhir ini tayangan infotainment gossip ini mulai mendapat lawan sepadan, yaitu MUI, NU yang menfatwakan haramnya infotaiment yang penuh nuansa gossip, terakhir Muhammadiyah juga mendukung tindakan yang dilakukan NU
Secara pribadi saya mendukung sekali dengan fatwa itu, sebab kalau difikir-fikir kita dapat keuntungan apa sih dari tayangan gosip itu? Hehe terlepas dari itu semua, ada kata yang seringkali hampir saja terlepas dari gosip, yaitu gibbah. Konon katanya gibbah ini berasal dari bahasa Arab yang mengandung arti ngomongin orang lain yang kalau orang yang diomongin itu dengar pastinya akan tersinggung.
Memang ada peringatan dari Nabi kalau gibbah itu sama saja dengan memakan daging bangkai saudara kita yang digibbah. Detailnya anda cari aja di buku-buku hadist Nabi. Dan lagi-lagi memang sulit sekali melepakan diri dari gibbah baik itu digibbah ataupun menggibbah, baik di masyarakat atau pun di kantor, sebab di saat kita bersama orang lain, pastinya kesenjangan antara seharusnya dan kenyataan itu selalu terjadi.
Saya sendiri (kalau boleh gaya) termasuk orang yang tahan untuk digosip, karena sadar banget kalau saya ini penuh ketidaksempurnaan, awalnya memang sensi juga sih ada orang yang ngomongin ini dan itu, setelah mendengar ocehan itu, saya kemudian mencoba untuk berubah, nah setelah saya berubah ternyata digosipin juga, wah bisa pusing sendiri kalau gitu, apalagi perubahan itu dilandasi karena gosip. Walhasil saya pun berfikir kenapa tidak sebaiknya menjadi diri sendiri saja dan kalau pun ingin membuat perubahan, maka perubahan itu bukan dilandasi karena digibbah orang lain, namun karena perenungan diri yang mendalam. Setelah mengambil kesimpulan itu saya mulai belajar untuk mengalirkan suara gibbah itu hanya lewat telinga aja, tidak masuk ke gendang telinga, apalagi ke hati. hehe.
Meski tahan terhadap gibbah, terus terang saya masih kesulitan untuk tidak terkejut di saat saya tahu kalau yang menggibbah saya itu adalah bos atau siapa pun yang punya hubungan struktural di atas saya, untung saja saya belajar untuk menyimpan ekspresi keterkejutan saya dengan tertawa kecil. Keterkejutan itu biasanya kemudian diikuti oleh sedikit kekhawatiran, jangan-jangan kinerja yang saya lakukan selama ini juga terus digibbah, wah kalau gitu kok ngomongnya ke orang lain, gak ke saya langsung. Kejadian ini memang selalu menurunkan moral saya, apalagi saya bekerja di bidang yang masih membangun pola.
Anda punya solusi gak biar saya kerja maksimal sementara bos tidak menggibah saya? Saya sih maunya evaluasi itu langsung to the point dalam pembicaraan face to face, sebagaimana yang sudah saya sampaikan ke bos.
Eh, jangan-jangan tulisan ini kalau dibaca, masih digibbah juga. Psuut jangan keras-keras ketawanya. Entar ada yang ngomongin.
hehe... orang diomongin tanda perhatian.hehe... mmg sih tidak dipungkiri di sekitar kita msh ada bahkan banyak yg begitu. mau begini diomongin, mau begitu diomongin juga. ya mmg yg enak be ur self lah... klo tidak begitu kita suka suseh sendiri. bertindak sesuai dengan orang yg inginkan. kayak marketing aja, buat produk sesuia kebutuhan customer. haha....yg penting ikhlas dan selalu evaluasi diri ajalah pak, dan jangan lupa doanya selalu...
BalasHapushehe, ya begitulah
BalasHapuskadang emang bikit mual aja, kalo ada yang nggosipin kita.. apalagi kalo gosip itu bener² gak bener..kabar angin, topan lagi... hehe..
BalasHapustapi ya, resiko.. selama kita masih mahluk soaial, pasti ntar ada seribu dua ribu orang yang bakal ngegosipin kita, hehe.. siap² mental ajja..^^v