Dulu, pertanyaan eksistensial itu masuk dalam benak saya sesaat setelah saat akil baligh, dimana akal saya bicara bahwa kini dan seterusnya kehidupan saya akan dimintai pertanggungjawaban. Sejenak saya takut akan kenyataan bahwa neraka dan surga itu disusun dari semua langkah kaki, gerak tangan dan bicara saya, sejanak kemudian raga saya menjadi kaku, sebab penilaian itu sungguh mengerikan bagi saya. Setahu saya, pertanyaan itu kemudian mendorong saya untuk mengisi remaja saya tidak terlalu ugal-ugalan. Barangkali guru-guru saya saat itu mencap saya sebagai siswa nakal yang tergabung dalam geng pesantren, namun saya mereka tidak cukup data untuk menghakimi saya, meski satu tamparan ustadz pernah melayang di pipi saya. Apa artinya itu? Wallahu a’lam
Babak selanjutnya saya rasakan diawal saya masuk kuliah, babak kehidupan ini benar-benar merubah cara saya memandang kehidupan, sejenak setelah saya sadar bahwa saya tidak akan selamanya bersama orangtua, bahwa kini saya sudah punya harga diri untuk mandiri menyeruak dalam ruang batin saya, sebuah solluliqui menyembul perlahan dalam alam pikiran saya, apa yang akan saya gunakan waktu hidup ini? Tidak ada satupun mengerti kenapa saat itu saya banyak merenungi babak kehidupan masa lalu yang terlewatkan sia-sia. Saya pun memilih hidup benar-benar untuk terjun sepenuhnya belajar, seingat saya beberapa kali saya hanya bisa minum air gara-gara beli buku melewati anggaran, saya hanya pura-pura main ke kost teman yang biasa suka banyak makanan, hanya untuk mengganjal perut saya. Dan pilihan itu bertuah, di kelas jarang sekali saya menerima sangkalan, sebab selalu saja gaya bicara saya yang dingin sedikit tajam menusuk argumen siapapun yang punya pikiran yang bermodal semangat namun miskin data.
Pengalaman kepemimpinan benar-benar menggoda, saya terpilih menjadi ketua komsat, yang kemudian berlanjut menjadi ketua daerah, dan terpilih kembali menjadi ketua teritorial, lagi babak kehidupan baru membuat saya tergagap-gagap, ada apa ini?, sebelumnya saya hampir saja memilih dunia akademis individualis, dan wajar memang saya memilih itu karena dalam trah keluarga saya cukup deras mengalir darah akademis dan sosial. Sementara untuk aspek politik, keluarga inti saya bisa dikatakan tidak. Meski bapak pernah menjadi tim sukses salah satu capres, namun bukan karena faktor bapaknya, namun karena posisi beliau di Muhammadiyah.
Namun jalan hidup ini penuh kejutan, skenario yang harus saya jalani benar-benar berbeda sepenuhnya dari perkiraan, saat itu saya terjun belajar dalam dunia politik, di mana saat itu saya harus bertemu dengan banyak orang yang berbeda, semua pikiran terporsir untuk satu kata “fikirkan cara untuk merealisasikan bla...bla... bla. Keinginan saya untuk fokus dalam sosial akademik sementara terlupakan, karena kini saya dituntut untuk keluar dari ruang senyap.
Atas beberapa pertimbangan, saya memilih Kabupaten Blitar menjadi tempat kaki saya berpijak. Saya butuh waktu lebih dari satu tahun untuk beradaptasi, karena saya masih menjadi ketua teritorial, mungkin terasa aneh, bila posisi saya tidak di kota besar seperti malang atau sby, namun bagi saya tidak terlalu ingin dipusingkan oleh adagium itu, the show must go on. Gerak organisasi saya jalankan melalui handphone dan jaringan. Setelah itu saya turun dari amanah itu tanpa menyisakan pertanyaan yang mempertanyakan.
Puji syukur kepada Allah yang telah menggerakkan hati saya untuk tinggal di kota kecil miskin akses, saya belajar untuk menata kembali persepsi saya tentang hidup, saya belajar melembutkan hati saya. Namun justru saat itulah babak hidup saya kembali terjadi, saya menikah dengan salah satu putri blitar dengan proses yang sungguh banyak dimudahkan oleh Allah. Lagi-lagi hal itu benar-benar di luar perkiraan saya, yang keluar hanya dari satu pertanyaan senior saya, kapan mau melengkapkan dien? Dan saya segera mengiyakan.
Saya tidak tahu kejutan apalagi yang akan diberikan kepada saya setelah kelahiran Raida yang hadir dalam dunia keluarga saya itu begitu cepat? Wallahu a’lam, saya hanya meminta supaya pikiran dan hati saya selalu jernih dalam menghadapi kenikmatan dan cobaan. Bagaimana dengan babak kehidupan anda?
catatan pengalam pribadi...
BalasHapusyg tak mungkin lupa...