Sabtu, 26 September 2009

Manajemen Optimistis


Sesaat setelah saya dinyatakan lulus seleksi ujian masuk di salah satu universitas negeri, hati saya benar-benar berbinar-binar, impian saya sejak 1 tahun lalu akhirnya terrealisasi, saya mengazamkan diri untuk kuliah semampu kekuatan akal saya mencapainya. Setelah saya tinggal di Malang, saya bergabung di salah satu organisasi ekstra. Gabungan antara kuliah dan aktivitas saya di organisasi benar-benar menyita waktu saya, namun kenangan di dunia kuliah adalah kenangan yang tidak akan pernah saya lupakan, karena saat itu saya berinteraksi dengan dunia intelektual yang menantang alam pikiranku saat itu, sementara itu dari pergaulan demi pergaulan, relasi pun semakin menebar dan kepribadian pun dituntut untuk lebih matang.



Di organisasi itu ada satu kata yang merasuk dalam jiwa saya saat itu yang dihujamkan dalam-dalam oleh senior saya, yaitu optimistis, cara senior dalam mendoktrin saya benar-benar sukses, apalagi diperkuat dengan gaya organisatoris senior saya yang memang tangguh. Harap tahu saja tanpa optimistis yang kuat, organisasi yang saya ada di dalamnya akan lumat habis diterkam organisasi lain yang lebih powefull, sementara capital yang kami miliki sangat minimal, baik dari personalia, akses maupun pencitraan.


Namun seiring dengan berjalannya waktu, kata optimistis semakin tidak bertuah, dan mengalami penyusutan nilai, dan saya sendiri semakin muak bila ada orang yang menjabat tangan saya dengan kuat, dengan tatapan mata tajam, dari mulutnya kemudian keluar kalimat persuasive. “Semangat Rom”

“Semangat apanya?” saya balik Tanya

Di Tanya gitu siapa pun biasanya gelagapan “ya semangat apa aja”

Setelah itu saya biasanya mengangguk-anggukkan kepala, entah mengerti atau tidak.


Di penghujung semester kemarin saya pun diminta untuk menjadi ketua panitia, kepanitiaannya cukup besar karena melibatkan unsure di luar institusi kami, terus teman saya bilang,

“Ayo semangat Pak”

Saya kemudian mengernyitkan dahi dan bilang :”semangat apanya?”

Mau semangat gimana lha wong alas an untuk semangat aja tidak ada. Saya suka sekali mempertanyakan alasan orang lain kenapa nyuruh saya semangat, sebab saya merasa enjoy kalau optimistis itu datang dari sebuah alasan yang saya mengerti.


Setelah itu kemudian saya membuat corat-coret, menghitung tenaga yang realistis, kemungkinan yang terburuk dan dan exit planning bila hal tersebut terjadi. Setelah hal itu semua terpetakan baru saya punya alasan untuk optimstis, terus terang setelah itu saya kerja totalitas dengan tenaga sedikit personal inti. Do you know apa tanggapan teman saya setelah acara selesai? Selamat, ada juga yang bilang, enak pak, kerjanya enteng sekali. Yup saya suka sekali kerja dengan gaya pasukan kavaleri bukan invantri.

Apa yang membuat optimistis itu mengalami penyusutan nilai, jawabannya dapat dilihat dari pertanyaan ini; “apa alasan saya untuk semangat” hehe, saya lebih suka terlihat asli gak semangat bila memang belum menemukan alasan untuk semangat.


Ada satu cerita di salah satu perusahaan asuransi, cerita ini asli, di mana perusahaan tersebut mendesain tempat sarapan para marketer dan salles perusahaan cukup inspiratif dalam menumbuhkan semangat karyawannya. Jadi di saat marketer dan salles perusahaan tersebut makan pagi, di sana di setel musik dan beragam pidato yang menumbuhkan semangat, alhasil sukses sekali, para marketer dan salles perusahaan tersebut membuat target personal yang amat bombastis dan mereka keluar ruangan dengan langkah mannntab. Nah di sore harinya, mereka kembali ke ruangan tersebut namun bukan dengan langkah semangat tapi gontai, hehe semangat mereka luruh... ya setahu saya semangat mereka karena musik dan pidato aja, bukan berasal dari batin inhern mereka.

Saya sering menemukan betapa mereka yang terlihat berwajah teramat semangat biasanya jam 13.00 itu sudah melempem, sementara itu yang namanya optimistis yang baik (hehe he ) bukanlah lari sprint namun lari marathon, yang punya durasi waktu yang lama dan butuh seni untuk mengatur energi.


Terus bagaimana supaya optimistis anda tidak semu. Saya sarankan sebaiknya jujur kalau untuk merasa tidak semangat bila memang pekerjaan anda tidak realistis sesuai dengan hitungan kekuatan anda, lupakan image cantik hanya untuk orang optimistis. Simpan kata-kata bahwa kesempatan tidak akan datang kedua kalinya, hehe saya sepakat, dan berdoalah kepada Tuhan supaya kesempatan sial ini tidak datang lagi untuk kedua kalinya.


Bila ada sudah berani untuk jujur, belajarlah untuk membuat alasan jujur (bukan alasan yang dibuat-buat loh) yang mendorong anda untuk optimistik. Alasan itu bisa bersumber dari peluang yang memang terbuka untuk anda, potensi, modal anda dll. Setelah alasan itu ada baru optimistis itu akan datang menyertai anda, dan optimistis ini telah menyatu dengan totalitas tenaga anda.

Anda sepakat atau tidak terserah, hehehe

4 komentar

  1. nah, mengenai tulisan ini sendiri. apa ada latar belakang nulis? whats the motivation?

    BalasHapus
  2. motivasinya saya belajar nulis hehe....

    BalasHapus
  3. Assalamualaikum. Mampir Pak. Barakallah atas kelahiran putri pertama (Bayi Muslim Negarawan)Antum. Semoga menjadi generasi Rabbani.

    BalasHapus
  4. Barokallah juga ats kelahiran Putrinya. Inspiring writing...
    benar, semangat dari hati. oleh karena itu saya tidak lagi mengejar2 forum training motivasi...

    BalasHapus


EmoticonEmoticon