Kamis, 27 Januari 2011

Jejak Kaki dan Tulisan


Coba hitung, sudah berapa lama kita hidup di dunia ini dan sudah berapa kejadian yang bisa kita rekam dalam ingatan kita?. Bisa jadi memori kita hanya bisa mengingat kejadian yang luar biasa selama hidup kita, karena memang begitulah cara kerja otak manusia. namun sayang kejadian luar biasa itu hadir di hadapan kita seringkali terjadi bukan karena kejadian itu memang luar biasa, namun karena persepsi kita yang menilai keluarbiasaan itu dan penilaian itu yang membuat kejadian apa pun di hadapan kita menjadi relative, atau nisbi.

Sebagai contoh, bagi beberapa rekan saya, keputusan saya untuk keluar dari tempat kerja dulu adalah kejadian biasa saja, namun bagi saya itu keputusan besar yang melibatkan sepenuh pemikiran dan keberanian untuk menganggur sementara waktu, sementara itu bagi istri saya, keputusan itu tentu menguras air matanya meski hanya untuk semalam. Hal yang sama di saat saya memberanikan diri hijrah ke Blitar dan meniti karir dari bawah, segala deposito social yang sejak lama saya tabung di kota malang harus saya simpan, karena di Blitar itu semua belum berarti.

Dan banyak hal lainnya yang bisa ditemukan dalam diri kita sendiri-sendiri. Dari sisi itulah saya selalu memaknai setiap manusia tidak sekedar sahabat dan orang lain, namun lebih dari itu, mereka membawa sejarahnya sendiri-sendiri yang mereka alami sejak mereka belajar menafsirkan segala kejadian yang mereka alami dari orang yang lebih tua dari dirinya.


Namun sayang sekali, sedikit orang yang dianugerahi kelebihan untuk mengingat segala kejadian dalam sejarahnya, terlebih dari itu sedikit sekali orang untuk belajar mengerti bahwa pengalaman yang sepele sering berpotensi membawa perubahan besar pada dirinya.


Atas dasar itulah, sejatinya manusia membutuhkan tulisan, ya tulisan untuk mengikatkan dirinya kepada keabadian, menghindarkan diri dari kesiasiaan akibat lupa. Tulisan sendiri sering saya jumpai sebagai fenomena yang sangat tua. Dalam banyak kebudayaan, manusia sering menorehkan sejarahnya dalam goresan baik itu yang diwakili huruf, symbol maupun gambar yang dapat merekam ide, pikiran dan pemaknaannya dalam waktu yang lama.


Adalah kelompok pengembara atau traveler yang punya kebiasaan menulis di luar kelompok para alim ulama yang mencatat tafsirannya setiap hari. Dalam dunia Islam saya kita dapat menjumpai Ahmad ibn Fadhlan yang dikirim Khalifah al-Muqtadir ke kerajaan bulgars yang masuk wilayah Rusia saat ini. Dalam perjalanannya Ahmad bin Fadhlan mencatat segala pengamatannya tentang kebiasaan, tabiat, gaya hidupnya yang jorok bahkan dia secara rinci mencatat bentuk tubuh orang rusia yang sempurna itu. Catatan Ibnu Fadhlan ini kemudian menginspirasi novelis Michael Crichton untuk menulis karyanya yang berjudul Eaters of the Dead yang difilmkan dengan judul The 13th Warrior


Disadari atau tidak, tulisan para kaum traveler itu telah banyak memberi wawasan kepada orang-orang semasanya tentang dunia yang ada di luar jangkauan kebanyakan orang. Apalagi sarana komunikasi saat itu masih dibatasi oleh dinding pegunungan, panasnya gurun dan luasnya samudera. Tulisan para kaum traveler ini pun telah memberi kita wawasan tentang kondisi manusia, bentuk bangunan, tradisi dan kebiasaan jauh hari sebelum kita dan orangtua kita ada.

Mungkin saja itu pun akan berlaku pada kita jika kita memutuskan untuk menulis apa pun pengamatan dan penafsiran kita atas fenomena yang ada di sekeliling kita. Tulisan kita bisa saja mewakili zaman kita, di saat manusia berabad setelah kita ingin mengerti apa perasaan, bentuk letupan pemikiran, serta arus perjalanan yang dialami manusia sebelumnya.


Atas dasar itu, pasca kematian kakek saya dari garis Bapak, saya sering mereka-reka bagaimana jejak hidup kakek saya yang konon cukup memberi warna keislaman di kampungnya di Ciamis. Andaikan pada saat itu kertas juga dimengerti oleh manusia pada zamannya untuk merekam segala aktivitas manusia, barangkali kakek akan menulis. Namun zaman itu sudah berlalu terlalu jauh, perjalanan kakek yang harus berakhir saat dia bersujud itu harus saya reka-reka di atas cerita-cerita yang berserakan dari mulut para tetangga, nenek dan sanak saudaranya, apakah itu cerita cinta, mau pun kisah pergulatannya untuk bertahan dari keganasan PKI yang telah merenggut nyawa kawan-kawannya.


Begitu juga dengan cerita Bapak yang kurang bisa merangkai cerita atas segala pengalaman hidupnya, saya tidak bisa mengerti masa lalu Bapak kecuali dari suasana tertentu yang biasanya menarik Bapak untuk menceritakan pengalamannya. Selain itu saya mengerti masa lalu Bapak dari cerita kawan-kawannya dan dari beberapa carik kertas penghargaan yang pernah di terima Bapak. Pengalaman Mamah mungkin lebih tidak bisa terjangkau.


Andaikan orangtua dan kakek itu adalah saya dan Anda. Sementara itu Anak cucu kita terkadang dengan nalarnya ingin mengerti pengalaman demi pengalam kita, apakah kita bisa menjelaskan semuanya hanya melalui cerita yang bisa kita lalui hanya beberapa saat saja. Apalagi jika kita sudah tiada? Pastinya Anda punya jawabannya. Namun jawaban itu, bagi saya adalah alasan untuk mengerti kenapa menulis itu adalah sebuah kewajiban.

4 komentar

  1. Makin semangat untuk nulis:) Keep on blogging Bang!

    BalasHapus
  2. Keyakinan bahwa apa yang Alloh Anugerahkan adalah yang terbaik...jd bersyukur dan bersabr.

    BalasHapus
  3. subhanallah...keren cerita dan juga fotonya. Izn copas ya...

    BalasHapus


EmoticonEmoticon