Mari kita membahas sesuatu yang terus menerus ada sejak awal adanya manusia, yaitu luka. Di sini bukan membahas luka fisik, namun luka batin. Di atas Luka ini, terbentang sejarah manusia dengan ragam cerita pilu, cerita kebangkitan dan cerita cinta, semua narasi ini selalu menyertakan luka di dalamnya. Kita bisa memulai cerita dari seorang Habil dan Kabil yang dua duanya terluka dan berujung pada kematian tragis pertama manusia. Cerita fiksi tenggelamya kapal van de wick memang berkisar cinta yang penuh martabat, namun luka akibat cinta memang membuat mata ini awet sembabnya.
Jaman Majapahit dulu, ada raja yang digelari Kalagemet,
nama aslinya Jayanagara, Mati di tangan tabib. terluput dari kontoversi siapa pembunuhnya,
namun luka akibat perbuatannya terhadap wanita, mendorongnya kepada kematian
yang sia sia.
Jauh beberapa
abad setelahnya, di Tanah Aceh
hadir Armada yang dinamakan armada Inong Bale yang dibentuk
Laksamana Malahayati. Mereka terdiri dari pada janda yang suaminya wafat dalam
medan laga melawan portugis.
Itu sekelumit
sejarah dan cerita yang sulit dinafikan bila ternyata ada luka batin yang menyertainya.
Dalam hal
personal, kita sering mendapati ragam cerita yang mengobarkan semangat sukses,
setelah beberapa tahun lalu diteriakin dan dilecehkan, dia bangkit dan
membuktikan itu semua salah. Dan hasilnya memang dia berhasil.
Pada cerita lain
memang ada pula yang sejak kecil mengalami trauma akibat diasuh oleh orangtua
toxic, sampai akhirnya mengalami krisis identitas hebat, rupaya Allah
memberinya ketegaran, dia berikan tenaga untuk mencari solusi dan dia temukan
cara untuk bahagia serumit apa pun masa lalunya. Ini kata Paulo Coelho "Rasa sakit kemarin
adalah kekuatan hari ini”.
Namun cerita itu
adalah cerita epic, sebab banyak cerita sial juga. Ada yang dibesarkan oleh
orangtua kaku dank eras kemudia saat dia menjadi ayah, dia pun melakukan
langkah copy paste sebagaimana yang ayahnya lakukan kepadanya saat dia kecil. Mulai
kakunya sampai perilaku otoritariannya kepada anaknya.
Ada pula cerita tentang
lelaki yang berulang kali kandas nikah, karena soal ekonomi. Masalahnya sama berulang
kembali, kalau tidak turun posisi ya dikasih goldenshake. Selalu begitu, usut diusut ternyata ada luka yang
terkait dengan uang yang membuatkan mengalami pengulangan masalah yang sama,
semua berujung pada jelampah.
Jadi, mencari
jalan setapak pun selalu ada dedaunan berduri tajam yang menggores kulit kaki terkadang jemari. Namun
melewati jalanan beraspal pun bukan cara terbaik untuk menghindari celaka. Ini bukan
tentang cara bersembunyi dari nyeri, namun cara melewati hidup dengan batin
yang netral.
Mari kita teliti
sejenak, ini akan terkait erat dengan tulisan saya tentang dendam positif. Beberapa
yang pernah mengalami luka akibat dihina, dilecehkan, abaikan kemudian dirinya
bangkit dari keterpurukan untuk membuktikan dirinya berhasil dan ternyata benar
dia berhasil, apakah lukanya benar benar sembuh ? rupanya bisa juga belum, dia
sukses dengan tetap membawa nyeri di dada.
Bagaimana dengan
cerita sial yang sering kita temui dalam dunia pengasuhan alias parenting ? faktanya
alih alih ingin menjadikan anaknya berhasil dengan penuh kedisiplinan, namun
yang ada ternyata dia melakukan dengan cara yang melukai batin anak. ternyata
dalam dirinya ada luka batin karena pengasuhan yang belum netral.
Dan ternyata
banyak betul hal hal yang tampak sepele, kejadiannya sudah berlalu lama, namun lukanya
masih bernanah, yang sesekali membayangi diri saat sendirian dan mempengaruhi beberapa
sisi sisi kehidupan.
Pada Beberapa
orang yang masa kecilnya pernah diteriaki bodoh dan diri kecilnya menemukan
dirinya dalam posisi bodoh saat itu, mendorongnya pada dua sikap. Pertama membuat dirinya semakin semangat
dan semakin ingin membuktikan dirinya tidak bodoh. Hasilnya dia semakin
berprestasi dan semakin luar biasa. Dia menggunakan lukanya untuk berpacu dan
berprestasi. Pepatah “apapun yang membuat kamu tidak mati, akan membuat kamu semakin
kuat” ini menemukan padanan faktanya ternyata.
Beberapa cerita epic ini kemudian berujung pada pertemuan
antara si anak kecil yang dulu teriak bodoh yang kini sudah sukses dengan
jabatan mentereng, dengan orang dewasa yang meneriakinya bodoh yang saat ini
semakin sepuh dan sakit sakitan. Si anak tadi kemudian mengucapkan terima kasih,
atas teriakan bodohnya, barangkali kalau tidak ada momentum luka tersebut,
apakah dirinya bisa jadi pejabat ? kurang lebih begitulah dialognya yang
diakhiri dengan senyuman penuh arti. Bisa jadi senyuman itu bermakna senyum
kemenangan ego, atau senyum apa hanya dirinya yang tahu.
Namun sikap kedua berbeda, teriakan bodoh ini
kemudian memupus impiannya untuk belajar lebih semangat. Usahlah diri Kita bisa
membayangkan manusia mungil yang diteriaki bodoh untuk melanjutkan jenjang
kuliah. Mungkin esok mau sekolah pun butuh energy yang benar benar kuat. Teriakan
bodoh itu secara mangkus membuat dirinya candela, lumpuh daya juangnya.
Terlepas dari jenis apa pun kita masuk, rupaya tetap penting
bagi kita untuk mengetahui sumber
sumber umum dari luka batin. Untuk menyembuhkan memang butuh penawarnya,
namun langkah pertama adalah sadar bahwa masih ada luka yang belum diperban. Langkah
kedua please berhentikan untuk menggaruknya. Ada pun langkah selanjutnya, kita
akan bahas di tulisan selanjutnya.
EmoticonEmoticon