Kamis, 27 November 2008

BERBAGI

Banyak hal yang bisa dibicarakan, banyak juga hal yang bisa dibagikan, sebab sejak awal Allah menciptakan manusia plus dengan kompleksitas kehidupannya. Saya mencoba untuk merenungi kenapa manusia pada umumnya hanya bisa berbagi dengan orang-orang tertentu saja, bukan dengan semua orang.

Tabiat dasar ini sejatinya tidak menjadi persoalan, namun bila dirunut beberapa persoalan yang menyangkut hidup orang banyak dapat kena juga benang merahnya dengan tabiat dasar ini, contohnya adalah nepotisme dan kolusi, orang selalu menjadikan manusia terdekatnya sebagai prioritas, baik dalam aspek kebaikan maupun keburukannya.

Saya menjadi faham alasan larangan dari fudhulul mukhalatah, terlalu banyak bergaul. Sebab pada dasarnya manusia suka sharing apa pun, termasuk sharing persoalan dan dosa. Saya malah tersenyum kecut di ketika beberapa pejabat yang sedang ditangani KPK sedang melaporkan kroniknya.

Bila kasusnya sudah seperti di atas tadi, maka sahabat dekat akan menjadi orang lain, sebab mereka juga mulai memikirkan keselamatan dirinya sendiri juga. Lantas kalau begitu, apa manusia juga punya ruang-ruang imaji semu, di mana bayangan itu terlihat baik namun justru menjerumuskannya kedalam persoalan yang lebih rumit. Saya menduga iya, manusia punya fatamorgana dalam jiwanya. Fatamorgana itu hanya memberi warna keindahan yang semu.

Adalah setan, spesialis reparasi barang jelek menjadi baik, di jiwa inilah setan suka sekali bersemayam dan beragitasi, membakar semangat para menteenya untuk bisa bergerak ke arah fatamorgana itu.

Saya akui, siapa pun manusianya membutuhkan orang lain untuk berbagi, saya berbagi dengan keluarga saya, sahabat saya, bahkan berbagi senyum dengan orang kikuk. Memang manusia didesain untuk membutuhkan orang lain kok.

Rasanya nyaman memang bila kita bisa berdiskusi panjang lebar dengan seseorang yang dengannya kita merasa tidak terbebani apa pun. Nah saya pun kembali berfikir kenapa manusia bisa melupakan sejenak urusan kantor, namun bila merasa ditinggalkan, pikiran pun menjadi ruwetnya minta ampun. Mungkinkah karena merasa ditinggalkan juga merasa bahwa ada kekosongan yang hadir dalam ruang sharingnya?

Salah satu persoalan nyata yang dihadapi manusia masa kini adalah merasa sendirian, bahasa Jermannya teralienasi. Manusia tercerabut dari akar kebersamaannya dengan alam dan sesamanya karena urusan kerja dan budaya individualismenya yang merasuki jiwa-jiwa manusia modern. Salah satu terapi efektif adalah merekonstruksi pikirannya bahwa dia tidak hidup sendirian, model aplikasinya adalah membuat terapi kelompok sehingga semua klien yang mengalami persoalan yang sama bisa berbagi.

Kalau begitu, apakah berbagi itu baik atau jahat? Saya tidak mengambil salah satu jawaban menjebak, tapi bagi saya berbagi menempati ranah yang netral, urusan baik atau jahat, bagus atau buruk tergantung ke mana sharing itu diarahkan. Sepakat?


EmoticonEmoticon

:)
:(
hihi
:-)
:D
=D
:-d
;(
;-(
@-)
:P
:o
:>)
(o)
:p
(p)
:-s
(m)
8-)
:-t
:-b
b-(
:-#
=p~
x-)
(k)