Jumat, 27 Maret 2009

Gaya Hidup


Gaya hidup setiap orang berbeda, gaya hidup saya dengan gaya hidup anda jelas berbeda, hal ini terjadi karena pandangan masing-masing dari kita terhadap hidup kita sendiri-sendiri berbeda-beda. Kemarin saya ngobrol dengan tetangga saya, dia bilang kalau hidup ini susah jadi jangan dibikin tambah susah. Setelah dia bilang begitu saya jadi mengerti kenapa setiap hari minggu pagi dia selalu menyetel lagu dangdut koplo keras-keras, yang muring-muring ibu mertua saya yang memang suka ketenangan.

Nah itulah gaya hidup, beberapa teman saya sempat diomongin oleh tetangganya kalau dia itu seperti kelelawar…. Siang hari gak kelihatan, baru tahu muncul kalau sudah malam. Ya memang begitulah gaya hidup aktivis.

Lantas bagaimana gaya hidup yang sehat dan mana gaya hidup yang neurotic. Sulit memang untuk membedakan dua hal itu, karena semuanya punya alasan untuk memilih gaya hidup, namun ada kata yang efektif untuk menjalani gaya hidup yang baik, yaitu “keseimbangan” atau bahasa arabnya “tawazun”.

Saya akui sulit untuk mencapai gaya hidup di zaman pop seperti saat ini, sebab semuanya serba berjalan cepat, perubahan menjadi sebuah kepastian yang mana sebelumnya perubahan begitu cepat berganti, manusia mengalami kelelahan mental, sebab pikiran dan jiwanya banyak terbombardir oleh informasi yang sebenarnya tidak dia butuhkan. Sebagai contoh ketika kita jalan-jalan ke pusat perbelanjaan, hampir setiap sudut pertokoan berisi pesan-pesan promosi barang yang tidak kita butuhkan sementara mata kita tidak mungkin terus menerus tunduk, otak kita akan membacanya secara otomatis.

Senada dengan hal itu, tarikan untuk hidup tidak seimbang menjadi semakin kuat sebab sekarang muncul produk instant seperti makanan cepat saji, atau akses informasi yang bisa diakses dalam sekali tekan, nah tuntutan eksternal yang cukup menarik untuk membuat kita terus menerus untuk hidup di luar sana.

Bombardemen informasi ekternal yang masuk mengalir dalam kognisi kita seringkali membuat kita merasa kesulitan, informasi mana yang pas untuk diri kita dan informasi mana yang tidak pas untuk diri kita, kesulitan untuk menyeleksi itu disebabkan karena otak kita telah dibanjiri oleh ribuan informasi setiap detiknya.

Hal ini bisa dianalogikan kepada proses pencarian barang, tentu saja akan lebih mudah memilih barang yang sedikit ketimbang memilih barang yang banyak. Bagaimana akibatnya, kita bisa lihat diri kita barang kali telah dipenuhi oleh aksesoris yang memang tidak esensi, beberapa teman saya mengaku membeli blackberry hanya karena supaya bisa mengupdate facebooknya setiap hari, selain itu teman saya sengaja membeli laptop yang sekalian dipasang speedy supaya bisa YM setiap saat dengan temannya. Kebayang gak kalau kita tidak pake hp hari ini, mesti kita akan merasa kehilangan. Hal ini sudah saya rasakan kemarin-kemarin setelah saya kehilangan hp saya, rasanya hidup itu tidak lengkap. Namun saya coba berfikir sejenak apakah setelah tidak ada hp justru kita semakin tenang, iya juga ya...

Perhatian kita yang terus menerus terporsir keluar serta ranah privacy kita semakin menyempit karena setiap saat orang bisa menghubungi kita lewan telepon genggam maka kita lupa kebersamaan dengan diri kita. Akibatnya jiwa dan pikiran kita menjadi merana, efek dari itu semua kemudian kita mengalami semacam kehampaan, yaaa semacam kehampaan eksistensial, jiwa kita menjadi merana diri kita menjadi alpa tujuan dari hidup itu. Kebanyakan kasus terjadinya bunuh diri karena mengalami kehampaan. Ya itu terjadi karena segala bentuk materi sudah kita punya, akses kemana pun mudah, apa pun bisa di dapat, namun ada yang tertinggal, yaitu rasa hati yang menyertai segala aktivitas kita.

Terus bagaimana untuk kembali seimbang........ to be continued


EmoticonEmoticon