Selasa, 17 Maret 2009

Kesalahan para Pemimpin

Kesalahan..... bagi manusia perfeksionis adalah bagian dari noda yang harus dia singkirkan jauh-jauh dari kamus hidupnya, bahkan dia dengan tegas mengatakan bahwa pengalaman adalah guru yang selalu telat. sementara bagi seorang idealis, kesalahan adalah lahan subur untuk belajar, sementara sang pesimis melihat kesalahan sebagai kegagalan yang membuatnya terpuruk tanpa ujung. Saya secara pribadi lebih sepakat bila kesalahan dilihat sebagai eksperimen, dimana kesalahan itu adalah sebuah realitas yang ada pada setiap langkah, persoalan terbesarnya bukan pada kesalahan, namun persoalan yang harus dipikirkan adalah jalan keluar dari kesalahan itu dan keinginan yang kuat untuk tidak mengulangi kesalahan itu.

Para pemimpin adalah manusia yang selalu dilihat kesalahannya, bahkan sering diharapkan kesalahannya oleh rival-rivalnya, nah berikut ini beberapa kesalahan yang sering hadir pada pemimpin dalam mengatur organisasinya

1. Kepemimpinan tanpa Contoh
di beberapa institusi yang saya pernah di dalamnya, ternyata tantangan terbesar pada pemimpin justru bukan pada persoalan yang ada di luar dirinya, namun tantangan terbesar itu berasal dari dalam dirinya. Saya seringkali mencoba untuk menghibur hati saya di saat saya mencoba untuk mengimplementasikan hasil rapat kerja, namun kenyataanya segala rencana yang telah dibuat justru menjadi layu sebelum berkembang karena pemimpin tidak menjadi rule of models dari segala visi hebatnya.

2. Kepemimpinan yang tidak berorientasi pada implementasi
Beberapa orang pernah berkonsultasi dengan saya, dia mengeluhkan kenyataan dalam organisasinya yang semakin hari semakin turun progresnya, semangat anak buahnya pun semakin hari kian menyusut, namun dia mengakui bahwa dia tidak tega juga membubarkan organisasi tersebut. Setelah saya berdiskusi lama, ternyata saya melihat bahwa kekuatan organisasi yang sekarang dia pimpin itu hanya berkumpul pada planing, dan lupa untuk meneruskan gerak dari kekuatan organisasi itu ke arah implemantasinya.

Dalam hal ini sering kita terjebak pada dua titik ekstrim; barangkali kita semuanya sudah mendengar lama. Titik yang pertama adalah orang lapangan yang selalu menghujat perencanaan, sudahlah rencananya sedikit saja, yang penting dilapangannya. Sementara titik yang kedua justru terjebak pada perencanaan yang berkepanjangan, namun miskin aksi.

Tentu saja bukan berarti pemimpin tidak boleh membuat planning, justru bagi saya planing itu harus ada dan menjadi panduan dalam gerak di lapangan, namun pemimpin pun harus obsesi kuat untuk melaksanakan mimpi besarnya.

3. Kepemimpinan yang lemah
Tipikal pemimpin yang lemah bisa saja dirujuk dari kondisi kepribadiannya yang lemah pula, dua variabel ini seringkali berbanding lurus, dimana terdapat kepribadian yang lemah di sana kepemimpinannya juga lemah, namun kenyataannya ternyata kepemimpinan lemah bisa juga datang dari lemahnya kompetensinya, dari sini saya melihat tuahnya atsar dari Umar bin Khattab “tafaqqahuu qabla an tashuuduu” belajarlah sebelum memimpin.

Kalau seseorang sudah mulai malas untuk bekerja, banyak keluhan di mana-mana, penentangan otoritas ketua mulai banyak terdengar, itu tanda yang jelas bahwa kepemimpinan seseorang terlihat lemah. Solusi terdekat yang bisa dilakukan adalah menegaskan otoritas kepemimpinannya. Bergerak cepat, tangani manusia yang menjadi sumber persoalan yang dapat membuatnya lemah di depan staf.

4. Kepemimpinan tanpa tujuan
Sense of purpose mutlak harus dimiliki pemimpin, sebab disanalah fungsi utama kepemimpinan. Bila sejak awal sudah terasa bahwa dalam organisasi itu memiliki pemimpin yang Sense of purposenya lemah, berancang-ancanglah untuk sering tidak mengerti dengan segala kebijakan yang dia buat, sebab bagaimana membuat keputusan yang konsisten, lha wong tujuannya aja tidak punya.

Beberapa manusia besar bisa saja terbebas dari kesalahan yang empat tadi, namun ternyata ada lubang yang cukup besar menganga di depan dia, lubang itu bernama i’jab. i’jab adalah rasa bangga yang berlebihan pada dirinya yang berujung pada kesombongan. Dalam legenda Yunani, para pahlawan justru mendekati ajalnya ketika kesombongannya telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan dirinya, hal senada terjadi pada diri Fir’aun dan Abu Jahal.

Dalam pepatah Arab dikatakan “i’jabul mar’i bi nafsihi ‘unwaanun dhu’fi ‘aqlihi” kebanggaan seseorang yang berlebihan pada dirinya alamat kelemahan akalnya.

Apakah perlu apatis? Saya kira tidak, justru peran amal jama’i ada di sini..... maksud saya di saat kita tahu persis kelemahan qiyadah, maka posisi kita sebagai penambalnya, dari logika ini, maka kegagalan organisasi bisa dilihat dari kegagalan para qiyadahnya, bisa juga disebabkan karena kegagalan kita dalam menambali kelemahan qiyadah.
Wallahu a’lam


EmoticonEmoticon

:)
:(
hihi
:-)
:D
=D
:-d
;(
;-(
@-)
:P
:o
:>)
(o)
:p
(p)
:-s
(m)
8-)
:-t
:-b
b-(
:-#
=p~
x-)
(k)