Minggu, 02 Agustus 2009

Maafkan Aku Kawan


Duh pengalaman ini pernaka cahaya yang terus melintasi diri saya, sementara saya hanya bisa termenung sambil sesekali menangkap cahaya itu untuk saya simpan dalam tas ransel saya, cahaya yang tertangkap itu menjadi khazanah ibrah yang bisa saya simpan lagi dalam dada dan pikiran.


Tepatnya pada semester ini saya melihat, mendapat dan mengalami pengalaman yang luar biasa, yang memaksa saya untuk duduk, duduk dengan menundukkan kepala dengan kepalan tangan yang tak bertenaga, sementara itu bayangan teman saya yang berbicara menggebu-gebu menumpahkan semua unek-unek yang menggelayuti kepalanya sejak lama, mengeluarkan badai dalam jiwanya sekuat tenaganya, dia tengah di ambang perceraian dengan istrinya yang sudah memberinya putra, istrinya sekarang tidak lagi menganggapnya sebagai pemimpin RT sementara itu di tempatnya dia mendapatkan honor yang tidak berbanding lurus dengan energi yang telah dikerahkannya. Saya tahu dia punya harga diri yang tinggi, setahu saya sangat anti bagi dia untuk protes karena honor kecuali kepada teman dekatnya, setahu saya dengan sikap itu banyak orang yang cerdas, dengan tingkat kecerdasan yang cemerlang kemampuannya untuk survival sangat kuat.... tapi kini saya tidak yakin kekuatan benteng jiwanya bila kenyataan ini belum juga pergi dari dirinya.

Pak... apa ni yang bisa saya bantu?


Dia hanya diam, saya tahu diamnya adalah diam yang serba bingung, diam karena (mungkin) dia tidak mau membawa saya terlalu dalam kepada persoalannya. Ya dia sering membicarakan masalahnya, namun dia tetap tidak mau dibantu, alhasil saya hanya bisa membantu untuk menceriakan pikirannya, dan matanya selalu berbinar bila bertemu saya. Saya mengaguminya untuk tidak menyerah, saya mengaguminya untuk tidak menggantungkan mimpi dan keinginannya yang dahsyat kepada seorang pun.

-------------------

2 bulan yang lalu tepatnya di kantin tempat saya biasa mangkal, saya dengan teman saya bertemu, sekedar say hello saya tanya dia bagaimana kabar keluarga? Tak di sangka keluarlah semua kata-kata yang semuanya bermuara kepada semua beban hidupnya, 2 anak, tanggungan bulanan, utang, serta tidak membantunya institusi yang telah bertahun-tahun dia bangun, kini setelah dia bukan siapa-siapa lagi, bantuan yang dia minta selalu ditolak, atas nama laki-laki yang dewasa, dia kembali berazam untuk tidak menyimpan tangannya di bawah. Ini harga diri. Saya merenungi kejadian yang dia alami, dan terakhir saya mulai memahami kenapa dia hampir saja berbuat anarkis, sebab tawaran PNS yang menawarkan kesejahteraan yang hampir 300 persen lebih besar dari pendapatannya dari institusinya itu dia tolak demi sebuah loyalitas untuk membangun institusi yang baru saja berdiri. Sekarang di saat dia terlunta-lunta begini, dia berfikir balik untuk kembali menerima tawaran PNS itu, namun sayang... usianya sudah tidak mencukupinya, dia terlalu tua untuk diterima sebagai PNS.


Saya mencoba untuk menghubungkan teman saya ini kepada beberapa teman saya yang biasa menangani proyek pertanian, tapi sayangnya tidak berhasil menyakinkannya. Terakhir dia tidak pernah datang lagi ke institusi yang mengabaikannya sebab kini dia terfokus di bidang pertanian dan MLM. Wajahnya lebih segar ketimbang kemarin.


Tingkat kecerdasannya saya perkirakan berada di bawah teman pertama yang saya sebutkan tadi, namun kekuatan survivalnya setingkat. Titik kesalahan teman saya ini sebenarnya terdapat pada terlalu menyandarkan mimpi, cita-cita, rencana, serta finansial kepada orang lain. Padahal sudah terlalu banyak legenda bahwa pada saat tertentu justru para pahlawan itu dikhianati oleh rajanya yang kepadanya dia loyal. Tragis memang, dan sejak saat itu dia tidak pernah mau untuk diajak kerja dalam bentuk apa pun oleh bosnya. Sulit memang kerja sama bos yang tidak punya fleksibelitas dalam memaknai jihad, zuhud dan ghina. Orang pun akan akan menjadi muak mendengar jihad untuk disandingkan dengan biaya operasional yang murah, apalagi ditambah dengan perlakuan sang boz yang tidak tahu proses dan terima kasih, maunya hasil akhir aja.

-----------

Nah kalau kejadian yang menimpa teman saya yang satu ini baru saja terjadi, tingkat kecerdasannya biasa aja, namun menjadi luar biasa karena di back up oleh istrinya yang hebat, kurang lebih dalam diri istrinya ini terdapat gabungan antara otaknya yang berada di atas rata-rata, serta jiwanya yang petarung. Setelah dia menyelesaikan masa kerjanya di institusinya, dia diangkat pangkatnya, setahu saya dengan pangkatnya seperti saat ini memang waktu dia sudah banyak luangnya, namun saya tidak tahu (juga tidak yakin) kalau salarynya juga se mentereng dengan pangkatnya, sebab setahu saya di tempat dia kerja pastinya tidak punya ceperan seperti di BUMN atau di kantor pemerintahan, hehe. Saya akui dia hebat dalam menyimpan persoalannya dalam-dalam, sebab dengan wajahnya yang imut-imut dan sikapnya yang menenangkan selalu meyakinkan kalau dia memang mapan. Namun semua siratan-siratan itu selalu ada, terutama di saat istrinya yang mulai hamil tua dan anaknya yang harus sekolah.


Dalam perbicangan itu dia menyampaikan itu secara tersirat dan alhamdulillah kebetulan saya ada teman yang menawarkan invest dan alhamdulillah goal juga, teman saya ini kemudian bergabung. Nah terakhir saya tawarkan juga supaya dia bergabung dalam bisnis pulsa saya dan alhamdulillah dia juga bergabung. Hehe.

----------

Terakhir saya pun merenungi, apakah kenyataan yang ada pada teman saya ini adalah realitas jauh atau realitas dekat, atau malah realitas yang telah menyatu dengan diri saya, Hehe, ada realitas jauh ada juga realitas dekat, bahkan saya mengalaminya, saat itu saya diminta untuk membuat konsep asrama oleh boz dan saya menyanggupinya, saya coba pikirkan apa sih mimpinya boz saya ini dan bagaimana sih kekuatan fisik, tahapan pikiran serta rentang kekuatan psikologis anak-anak remaja yang akan menghuni asrama tsb. alhasil saya kemudian merumuskan itu dan saya serahkan kepada boz dan disepakati setelah beberapa kali revisi, karena saya yang buat maka saya yang bertanggungjawab, saya jadi kyai (gaya thok) asrama tsb. saya pun menurunkan konsep itu ke dalam tataran teknis supaya bisa diimplementasikan. Hubungan saya dengan orangtua para remaja itu baik sekali, asrama bersih, kegiatan belajar saya privatkan kepada ahlinya, kesehatan mereka saya jaga juga. Bagaimana salarynya, ya lumayan lah buat naek angkot dan menghidupi keluarga selama 3 hari (thok) hehe. Ruangan depan yang mengerikan saya tambahkan bebungaan, kolam ikan saya kasih gurame bersama beberapa teman saya dan untuk menjaga fisik mereka saya jadwalkan waktu lari sore sekali seminggu dan joging pagi saya bebaskan mereka yang memilih. Setiap pagi saya periksa kebersihan kamar, setiap malam saya tidak bisa tidur sebelum mereka pulas.


Sampai suatu kejadian anak-anak remaja yang saya bina itu ternyata berpacaran dengan teman sekelasnya, hehe ternyata mereka mulai menyimpan ketertarikan itu. Ya... saya coba untuk tidak menyalahkan mereka karena setahu saya rasa cinta itu fitrah, yang bermasalah adalah aksi di lapangannya. Saya kemudian memanggil remaja itu saya coba bicarakan baik baik, saya bilang ke dia

“Mas... kalau kamu lelaki bertanggungjawab sebaiknya kamu datang ke orang tuanya dan bilang kalau kamu tertarik kepada anaknya... kamu berani gak?”

Ditanya gitu dia terdiam, wah ide saya ternyata masuk dalam alam pikirannya, saya coba untuk memberi penjelasan bahwa wanita yang baik adalah wanita yang hanya mau menjadi istri, bukan pacar, sementara laki-laki yang baik adalah laki-laki yang siap menjadi suami.

“Jadi yang harus kamu lakukan adalah kamu harus berfikir bagaimana kamu menjadi lelaki yang sulit untuk ditolak wanita salihah mana pun?” saya menambahkan.

matanya benar-benar bercahaya, ego dia tersentuh.

“Apa yang harus saya lakukan pak?”

“ada dua hal yang membuat kamu begitu tangguh di hadapan mereka, yaitu kekuatan ilmu dan penghasilan kamu jalani proses itu dan lihat apa yang akan terjadi”

setelah itu urusan selesai, cerita cinta itu tutup buku, meski saya tetap sadar bahwa cinta itu tidak bisa dibunuh dengan waktu 2 jam, sebab setahu saya itu urusan hati, yang harus diatur adalah langkah implementasi dari rasa itu. Sebagai rasa tanggung jawab saya komunikasikan hal ini kepada orangtuanya saya dengan kritikan mereka dan saya berjanji bahwa saya akan membenahinya.


Kejadian ini ternyata terdengar juga oleh boz saya wah dia marah besar, saya coba yakinkan kalau masalah ini sedang saya tuntaskan dan sudah terlihat titik terang, namun dia masih aja belum yakin sampai telinga saya mendengar kata-kata

“kalau manajemen di bawah tidak bisa menangani maka saya akan turun langsung”

ungkapan itu langsung menghujam ke titik ego saya, yaitu rasa dipercaya. Saat itu pula saya mulai tidak semangat, kebersihan, lampu, hapalan semuanya saya kerjakan tanpa semangat sambil saya menunggu janji dia “saya akan turun langsung” satu hari-dua hari, satu minggu tidak turun juga, kampret saya dikadali. Sudahlah saya sudah males ni. Sudah waktu 24 jam habis, salary kecil, perlakuannya juga gak mengenakkan ditambah lagi dengan kebiasaan dia untuk ngomongin stafnya dia, orang yang selama ini membantu dia aja digibbahin apalagi saya anak kemarin sore. Firaaaq... kata-kata itu bertalu-talu dalam dada saya.


Saya mulai menyusun exit planning dari persoalan ini, aha momentum itu datang, tanggl 14 desember saya keluar dari asrama itu dan menjalani hidup baru yang lebih menginspirasi, meski gaji saya dipotong, namun itu tidak mempengaruhi sama sekali. Nah sekitar bulan januari saya ditanya kembali boz,

“Pak Romi kapan mau ke asrama lagi?”

“kayaknya tidak pak” saya jawab pendek, setelah itu saya keluar kantor.

Sengaja saya ingin seperti itu supaya dia merasakan ketidaksukaan saya kepada gaya perlakuannya ke saya dan ke staf yang lain pula.


Sekitar dua bulan yang lalu, saya diminta boz untuk menyerap metode pembelajaran bahasa inggris dari kediri, saya iyakan aja karena pembicaraan saat itu hanya pembicaraan sekilas, sambil berdiri, tidak ada nota yang mencatatat dialog saya dengan boz. namun bila saya diminta secara formil saya sudah siapkan beragam perangkat untuk membuat dia tidak menawarkan itu lagi ke saya, sementara itu selain saya, staf yang lain juga tidak ada yang bisa juga, saya yakin 200 % tidak ada satunya yang bersedia untuk menyerap metode pembelajaran bahasa inggris untuk menciptakan komunits BI kecuali kalau dia outsourching tenaga ahli yang mau dibayar harga persahabatan (iya kalau sahabat) hehe.


Lagi-lagi saya hanya ingin mengingatkan bahwa sikap yang terlalu percaya diri, logika hasil akhir yang membabi buta pada saatnya akan menjeratnya pada cara pikirnya sendiri.

Saya mulai merenungi dalam-dalam, setiap malam saya selalu sempatkan itu, ternyata pelajaran yang saya terima cukup banyak dan pengaruhnya kepada jiwa saya cukup kuat, memporak porandakan tatanan kepercayaan saya yang selalu saya yakini bahwa kekuatan kepercayaan kepada boz itu amat penting, kini saya hanya percaya kepada boz hanya di sisi kontrak waktu dan Job Disc saja. Di luar itu saya tidak menyimpan itu untuknya. Kini saya sudah bergaining bahwa saya hanya bisa kerja di sini dan di situ di luar itu saya tidak bisa, silahkan dirapatkan, kalau disepakati yang saya akan teruskan kerja kalau tidak di sepakati saya keluar....

Alhamdulillah saya kerja sangat enjoy, karena saya tidak waswas lagi, saya kerja dengan planing hidup saya bukan mengandalkan orang lain.


Saya juga bersyukur karena kini saya mulai menumbuh kembangkan kembali semangat berjuang di tempat saya menimpa ilmu dan menyucikan jiwa, tempat cita-cita jauh saya senada, meski saya selalu terseok-seok dalam ubudiyah.

Amin. Badai pasti berlalu.

1 komentar

  1. Istighfar saudaraku. Sia sia saja usahamu jakalau kamu mengeluh. Jangan biarkan malmu berguguran hanya karena keluhanmu ........

    BalasHapus


EmoticonEmoticon