Alhamdulillah liburan sudah hampir selesai, artinya kita kembali kepada
rutinitas kita yang biasa. Memang manusia ini didesain untuk menghabiskan
waktunya dalam lingkaran yang rutin, dari tidur ke tidur lagi, makan, ibadah,
kerja dan semacamnya.
Saat kita keluar dari rutinitas, ada semacam persepsi bahwa kita sedang
menuju kebebasan. Kebebasan dari bangun pagi menuju cheklock kantor, kebebasan
dari tuntutan meeting yang membosankan, dan kebebasan dari kemacetan kendaraan
lalu lintas dengan segala polusinya.
Tapi psikologis manusia berbicara lain dalam menerjemahkan kebebasan.
Kebebasan terasa heppy hanya bertahan 2 dan 3 hari saja, selanjutnya manusia
mengalami kehampaan, mengalami disorientasi, karena menghadapi ketidakpastian rutinitas.
Ini memang anomaly, mengharapkan kebebasan namun kebebasan ini kemudian
berujung pada ketidakbebasan manusia dari kebingungan dan kehampaan.
Kita bisa saja menyangkal kehampaan ini dengan berkata liburku asik,
liburku heboh. Dan memang banyak menjadikan heboh dan asik ini sebagai takaran
keberhasilan dari liburan. Kalau tidak heboh maka liburan jadi sia sia. Yang
menggelikan, heboh kemudian diterjemahkan dengan aktivitas yang diluar
kelaziman. Tentu melelahkan sekali jika indikator keberhasilan liburan harus
diterjemahkan demikian. Pertanyaan sederhananya adalah, jika sudah heboh apa
yang kita dapat kan ? hanya heboh ? hanya heboh dan popular memang dan itu
bagus untuk membangun brand, tapi ada semacam rasa addict untuk meningkatkan
kehebohan. Semakin heboh semakin popular dan semakin baik hasilnya.
LIHAT ANAK
Dari beberapa obrolan dengan orangtua yang mendampingi anak anaknya selama
liburan, diakui secara khusus anak anak mengalami kemunduran, baik secara emosi
yang biasanya sabar menjadi pemarah. Bahkan di chek setelah liburan, Guru guru
mengakui banyak anak anak yang lupa mata pelajaran yang sudah diajarkan.
Mari kita lihat harian kegiatan anak, saya sendiri secara detail mengamati
aktivitas anak anak saya. Bangun tidur pun menjadi lebih siang karena libur, efeknya
sarapan, mandi lebih siang dan sholat pun lebih siang. Sekilas tampaknya kemunduran
ini hanya sekedar kemunduran waktu yang biasanya mandi jam 06.00 menjadi 07.30.
Tapi bukankan kemunduran ini karena tidak ada agenda yang mendesak yang
membuat dia harus segera mandi ? berbeda halnya jika tidak libur, anak terdesak
harus mandi karena jadwal masuk sekolah jam 07.00 jadi dia harus sepagi mungkin
untuk mandi dan sarapan. Kalau tidak ada jadwal masuk sekolah maka tidak ada
kewajiban apa pun yang mendorong dia harus mandi.
Coba luangkan waktu sejenak untuk mengingat ingat, bukankah hal yang sama
juga sedang terjadi, misalnya dalam hal solat, dalam hal sarapan bahkan tidur
malam. Satu satunya yang bisa membuat Anak bergerak untuk mandi adalah
instruksi Anda kan ? parahnya lagi ternyata instruksi itu sering kali diabaikan
karena anak sedang menonton tv. Kalau begitu, apa jadinya jika Anda sedang
tidak di rumah ?
Pertanyaan ini sangat mahal jika Anda bisa menjawabnya ? sebab jawaban Anda
menjadi kunci persoalan yang sedang terjadi dalam cara Anda mengedukasi anak. Lagi
lagi persoalan terbesar bukan pada anak tapi justru pada model yang dipilih
orangtua dalam mengasuh anaknya.
Oke, kita mulai dari mulai dari dasar dulu, kita gagal menginternalisasi
kedisiplinan anak yang mandiri, gagal membangun kedisiplinan yang menjadi dasar
survival anak untuk hidup. Penyebabnya bukan dari siapa siapa tapi dari cara
kita dalam menerapkan disiplin berdasarkan desakkan eksternal bukan desakan
waktu. Terlalu sering kita meminta anak mandi karena sebentar lagi berangkat
sekolah, yang lebih jauh lagi, menohok pada harga diri yang tidak terlalu
penting,yaitu supaya tidak malu badannya bau.
Mendorong anak disiplin yang dibangun dari desakkan eksternal menghasilkan
dorongan mekanik jika dorongan itu sudah tidak ada maka disiplin pun menjadi tidak
diperlukan.
SURVIVAL MANUSIA
Dasarnya manusia akan selalu siap untuk survival, mekanisme dalam tubuh,
fikiran dan jiwa sudah kompatibel dengan hal apa pun dengan kompleksitas rutin
manusia, bahkan manusia akan sendirinya tersiksa dengan aroma tidak sedap jika
tidak mandi. Apalagi dalam menghadapi rasa lapar, dengan sendirinya akan
mencari makan. Namun hal ini berbeda responnya jika kebutuhan makan itu
didorong teriakan orang tua sekaligus ancama jika tidak makan anak sakit.
Beberapa kawan dan family yang mengkondisikan anak seperti itu akan
menghasilkan respon pasif pada anak saat lapar. Memilih lapar dan sakit lebih
disukai anak anak yang diteriaki makan daripada harus bergerak untuk makan.
Cara orang tua menumpas basic survival anak untuk bertahan dan mencari makan
secara mandiri terbukti efektif dengan teriakan dan intimiadsi supaya anaknya
tidak sakit. Siklus anak sulit makan direspon ancaman sakit, kembali pada
respon pertama yaitu anak kembali sulit makan, dan itu akan berlangsung
seterusnya.
Dulu saya sering berdialog sama istri, terkait manajemen tidur anak yang
berantakan, anak sangat sulit untuk tidur, padahal secara fitrah, siapa pun
manusia akan tidur jika sudah lelah. Tidur menjadi mekanisme biologis untuk
membangun keseimbangan dalam tubuh. Tapi kenapa anak kesulitan tidur ?
Beragam metode pernah dipakai, mulai
memasang jadwal disiplin tidur, nyuruh tidur juga tidak berlaku. Akhirnya saya
kembali pada aturan main dasar manusia, makan minum, tidur, tanpa belajar pun
manusia akan melakukan jika sudah saatnya dimana pun. Saya sebagai orang yang
suka eksplorasi alam, dalam kondisi ekstrim missal dalam guyuran hujan deras
sekalipun manusia akan bisa tidur, bahkan anda mungkin pernah lihat para
pekerja konstruksi terlelap tidur siang dengan alas seadanya, dibawah hingar
bingar dentuman alat kontruksi yang penuh debu.
Saya sebenarnya bukan orang yang terlalu ketat dalam menerapkan disiplin
baik buat anak atau pun buat saya sendiri, karena kedisiplinan sebenarnya
bagian dari basic penciptaan manusia, disiplin bukan hal yang menakutkan.
Manusia pun dalam skala tertentu hidup dalam lingkaran disiplin tertentu misal
bangun tidur jam sekian dan tidur lagi jam sekian, makan jam sekian. Manusia
pra sejarah sekali pun belum mengenal jam sudah mendesain dirinya dalam
lingkaran disiplin waktu tertentu, mereka tahu kapan harus berburu, kapan waktu
ritual keagamaan dan seterusnya.
SEMAKIN NATURAL SEMAKIN BAIK
Sengaja atau tidak, banyak cara asuh kita atas nama kasih sayang justru
semakin menjauhkan anak dari pertumbuhan naturalnya. Tanpa diintimidasi sakit
pun anak sebenarnya akan dengan sendirinya berikhtiar makan. Hal yang sama
dengan tidur. Tanpa di suruh pun anak akan tidur di mana pun itu. Bahkan anak
dasarnya suka air, dia akan mandi dengan sendirinya jika merasa badannya gerah.
Manajemen natural bagaimana yang bisa memutuskan rantai intimidasi
ektresnal untuk disiplin anak. Saya pribadi lebih melekatkan disiplin pada jam
bukan pada dorongan kegiatan, sambil membuang hal hal yang secara nyata menciptakan
kekacauan kedisiplinan.
Saya merasakan betapa beratnya sebagai orangtua untuk ketika anak libur. Langkah
pertama sederhana sekali kok, tidak ada tivi tidak lihat hp selama liburan.
Pemberontakan anak berupa komplen tangisan, rengekan cukup masih terdengar di 2
hari pertama. Pada hari selanjutnya, anak secara alami akan mencari kesibukan,
mulai main ke rumah tetangga, manjat pohon, memberi makan ayam dan bikin sungai
buatan. Langkah yang hebat menurut saya.
Dalam hal makan, awalnya saya termasuk orang yang kaku menerapkan disiplin,
intruksi jam sekian harus makan ternyata menciptakan pertengkaran yang tidak
penting, buktinya terlihat dari selain enggan makan, juga anak makannya lama.
Saya merasa bukan begini naturalnya manusia, sesuatu yang keliru sedang
berjalan.
Oke instruksi saya ganti pada ajakan makan, saya terlibat makan, yes makan
di dapur, tidak di depan tv tidak di tempat main, hanya 1 di dapur, ambil
sendiri nasi dan sayur, ambil sendiri sayur, dan yang ekstrim saya tidak
memberi pilihan lain makanan yang tidak sehat misalnya, yang ada ya itu di
makan, lelaki banget rasanya jika anak
anak berkerumun di dapur, makan sendiri dan habis. Tidak ada teriakan.
Bisa jadi saya termasuk orangtua yang konservatif, bukan hot dady atau hot
papa. Tapi melibatkan diri dalam pengasuhan anak adalah hal yang paling asik
dan benar benar saya merasa lelaki sekali, di mana saat waktunya tidur saya
menuntun anak anak untuk istirahat, lampu di matikan, sementara aturan main
tidak ada tv dan hp masih berlaku. Anak tidak ada pilihan lain, main main
keluar lampu sudah mati, mau nonton tv juga aturan masih berlaku. Naturalnya
ketika gelap manusia akan mengantuk. Dan tidur. Tidak ada teriakan. Sangat
natural
FOKUS PADA PERTUMBUHAN BUKAN
KEHEBOHAN
Tidak membuat acara asik saat liburan bisa jadi sangat menyulitkan. Jejaring
media social cukup cerdas memframing liburan harus wisata, liburan harus ke
luar kota, dan itu memang tidak salah. Sesekali keluar dari rutinitas itu perlu,
untuk menjaga jarak dan menyegarkan jiwa setelah beraktivitas padat setahun
penuh. Namun usia manusia terus
bertumbuh dan harusnya pertumbuhan ini yang perlu bangun dalam alam pikiran
pengasuh seperti kita.
Liburan menjadi waktu yang paling optimal kebersamaan anak dan orangtua, saya
sendiri senang bisa memantau perkembangan anak real dalam waktu yang penuh. Jujur
beberapa hari pertama saya sangat kewalahan, semua manajemen waktu yang
terjadwal itu berantakan, dan itu semua terpusat pada 2 benda, yaitu HP dan TV.
Dua benda ini pun cukup bagus membuat anak anak menjadi asocial.
Pertumbuhan apa yang hendak dicapai oleh anak anak saat liburan ? saya
secara pribadi pertumbuhan softskill kemandirian anak dan etika, bagi saya ini
problem yang banyak dialami oleh anak anak kota Bahkan orang dewasa sekali pun.
Caranya sederhana, pengasuhan natural memilih membenahi bukan berdasarkan
teori rigid. Tapi berdasarkan apa yang sedang terjadi saat itu, misalnya saat
bertamu, saya melibatkan anak untuk menyambut dan saya ajari bagaimana
mempersilahkan tamu untuk duduk. Beberapa menit kemudian, kaki anak saya naik
ke kursi, saya hanya memberi kode supaya kakinya diturunkan.
Waktu yang lain saat ngobrol sama anak, saya ajarkan beberapa cara membaca
yang baik, cara manajemen konflik dengan teman, bahkan cara berdoa saat mimpi
buruk.
Selama liburan saya seperti seorang coach yang mengarahkan sikap terbaik yang
harus dimiliki anak. Beberapa hal global memang saya buatkan agenda untuk
membangun pertumbuhan, misalnya seperti berikut ini :
- Pagi : Bersih kamar, lari pagi, sarapan bersama dan mandi
- Malam : Makan, baca buku dan tidur jam 20
Sesimpel itu ? iya karena ketika HP dan TV kita matikan, dengan sendirinya
anak akan bergaul dengan teman sebaya yang akan menguras tenaga fisik,
membangun kemampuan social. Simple kan ? yes. Untuk anak yang berkebutuhan
khusus saya membuat lebih detail misalnya
2. Memanjat pohon
3. Lari pagi
4. Main air sambil mandi
5. Bakar sampah
6. Makan non gula, mie, coklat dan sejenisnya
7. Kegiatan akademik.
Hasilnya cukup efektif membuat anak berkebutuhan khusus semakin mudah
diatur, semakin terkontrol secara emosi dan terpenting nafsu makannya semakin membaik.
KESALAHAN TERBESAR ADA DI
ORANGTUA
Beberapa bulan lalu, tepatnya sebelum ramadhan, saya janjian dengan
beberapa teman untuk bermain ke pantai, bersama keluarga, dan anak anak
pastinya diajak. Setelah lelah berenang di tempat yang aman sesuai petunjuk
rambu rambu keselamatan di lokasi, kita makan bareng bareng, tiba tiba ada
temannya istri nyeletuk, kalau gaya jalan anak saya yang pertama mirip saya.
Sejenak ungkapan itu membuat waktu terasa berhenti, kembali teringat bahwa
anak adalah peniru yang ulung, hampir semua anak akan meniru significant other atau orang lain yang
sangat dia idolalan. Untuk anak, significant othernya adalah orangtua dalam hal
ini jika perempuan akan mengidolakan ayahnya.
Ingatan saya kembali melompat, anak perempuan saya sempat mengalami fase
bandel dan ini biasa terjadi pada semua anak. Semacam mekanisme pertumbuhan
psikologi anak untuk membangun independensi sebenarnya, sebuah persiapan mental
yang akan membuat anak tidak bergantung kepada orang lain. Prinsipnya baik jika
terkelola dengan baik, tapi itu tetap harus dibatasi batasan batasan adab. dengan
cara yang smooth. Omongan ibunya dibantah, sama adik tengkar, suka berteriak,
malas. Tapi bantahan itu tidak sekeras ketika saya yang mengajak.
Ini peluang hebat untuk kembali kepada visi awal parenting, yaitu
mempersiapkan diri mereka untuk siap menghadapi kehidupan setelah orangtua
tidak ada. Gambaran ideal ini semua ada pada orangtua. Semua orang tua ingin
anaknya berhasil, namun tidak banyak orangtua yang mencintai kelelahan dunia
pengasuhan.
Kita boleh saja berdalih kesibukan, dan lelah bekerja seharian. Tapi
menyerahkan pengasuhan anak kepada HP dan tv adalah langkah egois yang
menunjukkan kita tidak mencintai pekerjaan parenting seutuhnya.
Dunia hari ini dengan jejaring social yang memudahkan interaksi ini alih
alih menciptakan perspektif yang luas tentang dunia, namun kenyataannya telah
menciptakan manusia yang lebih focus memilih langkah asik dan manja dalam hal
apa pun daripada membersamai anak anak yang membutuhkan sentuhan fisik dan
fikiran yang total hadir bersama mereka. Dunia ini dalam banyak hal kontradiksi
yang bekerja bersamaan. Kesulitan dan kemudahan. Kerja keras dan kemakmuran
semua ada dalam satu paket bersama tidak terpisah.
Orangtua dan anak yang berhasil semua mengalami proses yang tidak mudah,
siapa sih yang suka game hp nya di hapus dan kemudian aksesnya dibatasi. Namun
itu semua bungkus permen yang rasa manisnya akan dirasakan saat proses
pembiasan positif ini sudah terbentuk.
Jadi, bagaimana pun juga, saya cukup setuju dengan judul buku Sebuah Seni
untuk Bersikap Masa Bodo Amat yang ditulis blogger Mark Manson. Orangtua perlu
mulai bersikap masa bodo amat dengan apa pun yang berada diluar kepentingan
pertumbuhan anak, masa bodo amat dengan apa pun yang mengganggu kita bertumbuh
menjadi orangtua pembelajar.
Sebelum terlalu jauh kita salah dalam mengasuh anak, ayo kembali berlarian
bareng anak anak, ayo bareng bareng kembali baca buku, ayo kembali bareng
bareng jalan ke masjid, ayo mulai ajak anak anak untuk masak bareng di dapur.
Pasti berantakan, itu pasti. Bareng bareng ini ternyata jauh lebih efektif
ditiru dan dituruti dibandingkan cara kita untuk menjadi big boss yang penuh
instruksi.
Dengan cara demikian, insyallah kita akan terhindar dari kekhawatiran yang
disampaikan Bunda Elly Risman “Krisis moral paling nyeri adalah anak yang
memaki dan membully ibunya sendiri saat sang ibu ingin menyelamatkan generasi”
I have been browsing online more than 2 hours today, yet I never found any interesting article
BalasHapuslike yours. It's pretty worth enough for me. In my opinion, if all web owners and bloggers made
good content as you did, the net will be much more useful than ever before.