Alhamdulillah, segala puji syukur terlimpahkan ke hadirat Ilahi Robbi yang telah memberi segala nikmat yang tidak terhitung, semoga setitik amalan ini menjadi penolong kita di saat tiada pelindung selain perlindungan dari padaNya. Saya selaku Ketua Kamda demisioner beserta jajarannya, mengucapkan terima kasih kepada seluruh kader yang telah berpartisipasi dan mendukung acara musdalub, mohon maaf atas segala khilaf yang telah kami lakukan selama ini, semoga amal baik dan segala niat baik kita dicatat olehNya, tampaknya tanpa partisipasi kader sulit rasanya melangkah melampahi jalan da’wah yang kian hari kian terasa berat. ‘ala kulli haal, apapun kondisi kita pada saat ini tampaknya berat jika melangkah dengan menatap masa lalu terus menerus, kalau batu berat itu selalu kita pikul. Satu-satunya cara adalah balikkan badan, tatap masa depan, buang batu yang tidak berarti, meski sesekali menatap masa lalu melihat pencapaian kerja yang telah dilakukan.
Setitik harapan bukan bermakna harapan yang kecil, itu hanya diksi saja yang menurut saya akan memberi efek motivasional yang menenangkan namun berisi kalimat-kalimat dahsyat. Beberapa kalimat inspiratif saya dapatkan dari dialog seorang ayah kepada anaknya yang mengatakan bahwa hidup di dunia ini hanya perjalanan dari titik lahir menuju titik ajal. Reduksionis secara redaksional namun berat secara makna.
Saya sering banyak berbicara dengan beberapa pengurus demisioner, beberapa alumni. Dua kata yang selalu saya dengar; mereka menaruh harapan besar terhadap KAMMI, mereka percaya sepenuhnya terhadap siapapun yang memikul amanah di KAMDA. Saya pikir ungkapan itu jernih dari isi hati mereka, betapa mereka melihat realitas yang sulit untuk didekatkan dengan ukuran idealisme, yang sejujurnya dapat dipenuhi oleh organisasi KAMMI. Terlalu banyak cerita yang saya dengar bagaimana beberapa ikhwah mahasiswa yang menyesal tidak bergabung dengan KAMMI, kemudian setelah mereka lulus dihadapkan pada kenyataan yang sesungguhnya sedikit banyak bisa didapatkan di KAMMI. Kemarin saya ngobrol dengan teman saya yang aktivis pergerakan mahasisawa islam lain, dia bilang, “ Rom kemarin saya merekomendasikan maba untuk masuk ke KAMMI”. Lho kok bisa, kamu kan bukan KAMMI, kemudian dia menimpali, “gak Rom, saya yakin aja sama KAMMI makanya saya suruh dia masuk KAMMI”. Saya pikir pilihan untuk tetap bergerak di KAMMI adalah pilihan yang jelas, kecuali melankolik dalam batin tidak bisa kita tundukkan.
Harapan ini tidak boleh padam, meski raga hanya tinggal rangka, sebab itulah kekuatan eksistensial terakhir yang bisa kita miliki, kendala apapun, the show must go on. Saya jadi ingat kata-kata Jules de Goncourt (1830-1870) mengatakan “Hanya ada dua arus besar dalam sejarah manusia: kerendahan budi yang melahirkan orang-orang konservatif dan keirian yang membuat manusia-manusia revolusioner”. Yaa KAMMI selalu saja diisi oleh orang yang obsesif, kita iri dengan kekuatan lawan, jengkel dengan perilaku pejabat yang tidak prorakyat, jengah dengan cara main kotor sekaligus arif dalam memandangan kenyataan, dan memang itulah pendidikan tarbawi yang kita dapatkan.
Yaa mungkin sesekali kita perlu merenungi ungkapan Adlai Stevenson (1900-1995), mengatakan, “Kita bisa memetakan masa depan kita dengan jelas dan bijaksana hanya bila kita mengetahui masa lalu yang telah membawa kita kepada hari ini. Pasti kita harus haus dalam memandang sejarah sebagai bagian dari kepribadian kita, betapa KAMMI telah meninggalkan jejak-jejak dalam yang bisa diikuti oleh manusia setelahnya. Bukan organ historis yang telah kehilangan fungsinya.
Ke depan, tampaknya kamda perlu melakukan 3 hal, yaitu :
1. Memperkuat kewibawaan KAMDA dengan pelayanan dan kedisiplinan pengurus.
Tradisi pemerintahan dalam Islam sejatinya banyak menyangkut pada kelayanan dan kedisiplinan, di mana semua pengurus bekerja pada koridor yang telah disepakati, melayani sepenuh hati kader yang memang harus dilayani, namun pada saat yang sama, kedisiplinan dan ketegasan menjadi faktor kuat yang memastikan siapapun orangnya harus taat kepada aturan main. Siapapun yang bermain di luar koridor yang telah disepakati konstitusi, bisa jadi itu persoalan kedewasaan dan idealisme yang ada juntrungnya.
2. Turut mengawal proses pilkada yang demokratis.
Pilkada pertama di kota Malang merupakan momentum yang sangat baik untuk pembuktian dalam amal siyasi, tentu saja spirit yang dibangun adalah spirit yang kontributif baik untuk memastikan perjalanan pilkada yang demokratis maupun memastikan kepala daerah yang terpilih adalah orang kuat dan saleh. Tradisi belajar, tradisi konsultasi dengan orang yang dianggap paham akan masalah ini perlu digalakan.
3. Memperbaiki pola kaderisasi.
Perbaikan yang terus menerus sudah disepakati bersama sebagai salah satu dari tradisi pribadi unggul, sebab ujung kepuasan hanya berakhir di saat ajal telah tiba. Ajalnya KAMMI tentu semakin mendekat di saat kader mulai merasa puas dengan pencapaian minimalisnya. Pertaruhan dari kaderisasi adalah kader, semua berharap sekali dari KAMMI tetap konsisten memberi manusia-manusia terbaiknya untuk dipentaskan dalam laga sosial politik negeri ini. akankah manusia unggul itu akan keluar dari pola madrasah yang seadanya, tanpa komitmen penuh dari penyelenggara dan pesertanya.?
Sesulit apapun medan yang dihadapi, mesti kekuatan kita ada di atasnya (2:286), selama tradisi belajar itu masih dipertahankan. Abba Eban pada 1986 mengatakan bahwa suatu bangsa menulis sejarahnya dalam citra idealnya, dari tinjauan ini, pola belajar dari masa depan semestinya menginternal kuat dalam diri kader, tentu menjadi menggelikan kalau konsepsi muslim negarawan itu ditertawakan kadernya sendiri, lha wong yang namanya mengukir sejarah, masak realistis.
Buka mata dengan jernih bila ingin melihat, betapa peluang itu sangat terbuka sekali bagi kita baik dari segi finansial, sebab banyak alumni dan jaringan KAMMI merupakan orang yang kuat baik secara akses, finansial ataupun posisinya di masyarakat, cari jawaban dari para aktivis betapa mereka masih menaruh hormat karena gerak KAMMI belum banyak tercemari kepentingan pragmatis, tanyakan kepada birokrasi kampus betapa mereka berharap besar kepada KAMMI sebagai gerakan santun dan prestatif, sekaligus merasa khawatir akan perkembangan sel-sel KAMMI yang perjalanannya seperti berlari; begitu ungkapan salah satu presiden partai kampus. Semua jawaban dan penetuan arah ini ada ditangan kita. Kitalah penentunya.
Musdalub kemarin mencatat beberapa eveluasi yang penting untuk dijadikan sebagai koreksi jalan yang telah dilalui, itu semua adalah ukiran sejarah KAMDA yang harus dijadikan sebagai bahan perenungan demi sebuah obsesi kesempurnaan. Untaian sejarah ini menjadi tanpa arti bila hanya diartikan sebagai runtutan kronologis waktu yang lampau, namun sejatinya ia adalah data hidup, betapa banyak hikmah yang bisa diambil sebagai langkah untuk memperbaiki masa depan, begitu.
Ada ungkapan yang perlu direnungi dari Prof. Anhar Gonggong yang mengemukakan bahwa masyarakat saat ini mengalami penurunan moralitas dan nasionalisme. Kualitas moral para pemimpin mulai merosot. Hal itu ditandai bukan hanya oleh sikap koruptif para pemimpin, tetapi juga adanya penyangkalan nilai-nilai mereka sendiri.
Kemarin saya sempat banyak berbicara dengan salah satu teman lama saya yang kebetulan saat ini masih menjadi stakeholder DK di salah satu kampus mengatakan; “Akh, ada sebuah kerisauan dalam diri ana, di mana kader ketika dalam rapat eksternal, kata-katanya begitu menyejukkan, ditengah alotnya perdebatan dan benturan ide dengan organ lain, ada saja kader kita yang bangkit dan menacungkan tangan sambil berkata “istighfaar semuanya, kita semua bersatu dalam Islam”. Beberapa dari kader organ lain tentu saja menahan tawa. ”Tapi di saat rapat internal kita” lanjut dia sambil menerawang, “justru rame sendiri sesama ikhwah”. Mungkinkah fenomena itu mulai menggejala dalam diri kita, di mana tampilan kita tampak ramah dan teduh di luar, namun gersang di dalam?.
Analisa historis rontoknya umat Islam dalam melawan serangan bangsa mongol sejatinya bukan dari hebatnya serangannya, namun sejatinya karena keroposnya kekuatan yang menopang diri umat Islam itu sendiri, dengan adanya serangan ataupun tanpa serangan, soliditas internal umat Islam pada saat itu memang sudah rapuh. Serangan eksternal hanya penuntas saja. Dalam konteks ke-KAMMI-an pada hari ini, sejatinya pemegang kendali yang menentukan nasib kita itu ya kita sendiri, bukan menyalahkan si kodok, begitu menurut Fauzil Adziem. Tentu saya hanya bisa tersenyum di saat rekruitmen kita yang cukup melimpah, ada saja yang mengeluh bahwa gara-gara rekruiment yang terlalu banyak, banyak yang lepas pula, bukan, bukan itu yang bermasalah, yang bermasalah itu diri kita sendiri yang tidak mempersiapkan semuanya sejak awal.
Fluktuatifnya perjalanan ini hanya satu yang dapat saya simpulkan, kemenangan dan kemalangan sesungguhnya berjarak tipis kalau tidak hati-hati. Bisa jadi ada benarnya apa yang diungkapkan oleh Pak Subhan, beliau bilang “sesungguhnya pertolongan Allah itu mesti turun, namun persoalannya adalah sudahkan kita layak untuk ditolong”. Ini hanya tulisan bebas saja yang sengaja saya lepas dari busurnya. Hal ini wajar saja jika diletakkan dalam kontek tausiyah dalam kesabaran dan kebenaran.
Mmm Plato mengatakan ”hanya orang mati yang dapat melihat akhir dari sebuah perang”. Tentu saya bebas menafsirkannya; amanah ana di KAMDA sudah selesai, namun bukan berarti mati secara fisik dan kontribusi.
Ads 970x90
Sabtu, 19 Januari 2008
SETITIK HARAPAN UNTUK KAMDA MALANG
Related Posts
- Tanggal 18 Juni 2009 kemarin saya bersama orang serumah sengaja menonton tv untuk menonto
- Kawani berarti keberanian, keberanian yang menunjukkan kematangan seseorang untuk bisa be
- Pergerakan Indonesia Muda Yudi Latif Jika Karl Marx memercayakan perubahan pada perjuanga
- Tanggal 1 juni kemarin kita dikejutkan oleh penyerangan FPI terhadap AKKBB di lapangan m
- Sejak awal saya melihat proses “pernikahan” antara seorang SBY dan Boedinono ada sedikit
- Kepemimpinan merupakan aspek yang paling banyak dibahas manusia, berbagai teori kepemimpi
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
EmoticonEmoticon