Tanggal 18 Juni 2009 kemarin saya bersama orang serumah sengaja menonton tv untuk menonton debat capres, lintasan pikiran mengganggu dan menggaung-gaung dalam kepala saya, apa gagasan para capres, adalah pertarungan intelektual ini yang akan dipertontonkan kepada rakyat indonesia?, sungguh rakyat bodoh seperti saya ini suka sekali gaya politik yang atraktif yang ada unsur entertainingnya. Namun sesaat kemudian saya mencoba sekuat tenaga untuk memupus harapan saya yang saya anggap terlalu tinggi, namun ah tetap aja tidak terhapuskan juga, memang orang bodoh yang idealistis ini selalu berharap terlalu tinggi.
Sesaat setelah acara dimulai, mata saya mulai diserang rasa ngantuk amat sangat, saya mencoba untuk menguat-nguatkan diri sambil berkata ini adalah moment yang akan dikenang sejarah, namun tetap saja ngantuk ya... ngantuk, beberapa pertanyaan bernas dari Pak Anies Bawesdan dijawab oleh semua capres secara normatif, alih-alih menjadi manusia yang santun dan beradab, para capres menghadirkan suasana debat yang kompromistis, hampir saja saya mengambil kesimpulan bahwa satu capres dengan yang lain tampak tiada beda. Artinya kalau saya memilih JK maka sama saja saya memilih SBY dan Mega, begitu juga sebaliknya.
Walau demik
ian patut saya akui memang, ada beberapa perbedaan yang terlihat dari ketiga capres, yaitu pada keberanian JK untuk siap membawa ilmuwan terbaik di dunia untuk menuntaskan lumpur porong Sidoarjo, kekuatan data SBY dalam menjawab pertanyaan tentang anggaran alutsista, dia secara legowa mengatakan bahwa idealnya anggaran dana untuk pertahanan sebesar 150 milyar, namun kenyataannya baru 35 milyar yang baru dipenuhi oleh pemerintahan SBY, seperti biasa dia memberi harapan kalau dia terpilih kembali menjadi presiden, dia akan menaikan anggaran pertahanan secara bertahap. Sementara itu Megawati tetap ajeg, kukuh bertahan dalam sikap sarkasmenya.
Namun lagi-lagi kekuatan ini mengandung unsur lemah, JK tidak berani memasang target kapan lumpur porong sidoarjo bisa selesai, SBY tidak berani untuk mematok berapa peningkatan anggaran pertahanan yang akan dia naikkan setiap tahunnya, sementara Mega? Ah saya bingung, semua jawabannya berisi sarkasme kosong. Maaf ya Bu...
Data yang Lemah
Aspek lain yang membuat debat capres menjadi boring karena masing-masing capres tidak begitu trengginas mengemas data yang mereka punya untuk memperkuat argumentasi masing-masing yang membuat daya beda masing-masing capres terlihat berbeda mencolok.
Kekuatan data yang mereka tampilkan untuk mempertanyakan kebijakan yang akan dibuat oleh lawan maupun untuk memperteguh posisinya sebagai capres yang layak untuk menang membuat tampilan debat itu bisa terlihat siapa yang jumawa dan siapa yang ringkih, dan masyarakat akan melihat dengan jelas siapa yang paling memahami problematika bangsa ini dan siapa yang paling tahu jalan keluarnya. Atau dalam bahasa Blitarnya, siapa yang cerdas dan siapa yang kurang cerdas akan terlihat nyata, bila sudah demikian maka atraksi politik menjadi hiburan tersendiri untuk masyarakat.
Arketipe
Sebagai orang psikologi, he he saya mengakui betul bahwa nilai yang tertanam dalam budaya dominan kita saat ini adalah nilai keselarasan ya.... selaras dengan alam dan diri, selaras dengan Tuhan dan orang lain. Sejauh ini saya sepakat, namun saya menjadi sulit mengerti kenapa keselarasan itu ditafsirkan sebagai larangan untuk berbeda dari orang lain, larangan untuk berargumen, gambaran real ini terlihat nyata bahwa kita akan simpatik kepada mereka yang salah tapi diam serta kita menjadi tidak simpatik kepada mereka yang berada pada posisi benar namun atraktif.
Barangkali dari sini para capres ini belum bisa keluar dari nilai-nilai keselarasan yang diwarisi oleh nenek moyang yang kemudian menjadi arketipe dalam jiwanya. Akibatnya mereka akan terlihat harmonis bila tengah duduk berdampingan, namun agresif bulan sudah di depan konstituennya masing-masing. He he itulah cerminan budaya kita.
Hasil Akhir
Hasil nyata dari posisioning capres yang kurang berani beda dalam berdebat cukup fatal, hal ini terlihat dari hasil kuisioner yang ditampilkan diakhir sesi debat, dimana perdebatan ini tidak mempengaruhi pilihan mereka sama sekali, yang milih SBY tetep keukeuh milih SBY, begitu juga dengan JK dan Mega, kalau begitu apa gunanya debat, toh juga akhir-akhirnya gagal untuk merebut alam pikiran anak bangsa ini yang rindu akan pemimpin cerdas dan berani.
Nah kenyataan ini harus menjadi PR bagi tim sukses untuk merekayasan tampilan capresnya supaya lebih bernas. Karena ini tentang marketing politik, maka harus diingat!!!! Salah satu teori marketing, bahwa pertempuran bukan di alam nyata, namun pertempuran marketing ada pada isi batok kepala kita.
Sesaat setelah acara dimulai, mata saya mulai diserang rasa ngantuk amat sangat, saya mencoba untuk menguat-nguatkan diri sambil berkata ini adalah moment yang akan dikenang sejarah, namun tetap saja ngantuk ya... ngantuk, beberapa pertanyaan bernas dari Pak Anies Bawesdan dijawab oleh semua capres secara normatif, alih-alih menjadi manusia yang santun dan beradab, para capres menghadirkan suasana debat yang kompromistis, hampir saja saya mengambil kesimpulan bahwa satu capres dengan yang lain tampak tiada beda. Artinya kalau saya memilih JK maka sama saja saya memilih SBY dan Mega, begitu juga sebaliknya.
Walau demik

Namun lagi-lagi kekuatan ini mengandung unsur lemah, JK tidak berani memasang target kapan lumpur porong sidoarjo bisa selesai, SBY tidak berani untuk mematok berapa peningkatan anggaran pertahanan yang akan dia naikkan setiap tahunnya, sementara Mega? Ah saya bingung, semua jawabannya berisi sarkasme kosong. Maaf ya Bu...
Data yang Lemah
Aspek lain yang membuat debat capres menjadi boring karena masing-masing capres tidak begitu trengginas mengemas data yang mereka punya untuk memperkuat argumentasi masing-masing yang membuat daya beda masing-masing capres terlihat berbeda mencolok.
Kekuatan data yang mereka tampilkan untuk mempertanyakan kebijakan yang akan dibuat oleh lawan maupun untuk memperteguh posisinya sebagai capres yang layak untuk menang membuat tampilan debat itu bisa terlihat siapa yang jumawa dan siapa yang ringkih, dan masyarakat akan melihat dengan jelas siapa yang paling memahami problematika bangsa ini dan siapa yang paling tahu jalan keluarnya. Atau dalam bahasa Blitarnya, siapa yang cerdas dan siapa yang kurang cerdas akan terlihat nyata, bila sudah demikian maka atraksi politik menjadi hiburan tersendiri untuk masyarakat.
Arketipe
Sebagai orang psikologi, he he saya mengakui betul bahwa nilai yang tertanam dalam budaya dominan kita saat ini adalah nilai keselarasan ya.... selaras dengan alam dan diri, selaras dengan Tuhan dan orang lain. Sejauh ini saya sepakat, namun saya menjadi sulit mengerti kenapa keselarasan itu ditafsirkan sebagai larangan untuk berbeda dari orang lain, larangan untuk berargumen, gambaran real ini terlihat nyata bahwa kita akan simpatik kepada mereka yang salah tapi diam serta kita menjadi tidak simpatik kepada mereka yang berada pada posisi benar namun atraktif.
Barangkali dari sini para capres ini belum bisa keluar dari nilai-nilai keselarasan yang diwarisi oleh nenek moyang yang kemudian menjadi arketipe dalam jiwanya. Akibatnya mereka akan terlihat harmonis bila tengah duduk berdampingan, namun agresif bulan sudah di depan konstituennya masing-masing. He he itulah cerminan budaya kita.
Hasil Akhir
Hasil nyata dari posisioning capres yang kurang berani beda dalam berdebat cukup fatal, hal ini terlihat dari hasil kuisioner yang ditampilkan diakhir sesi debat, dimana perdebatan ini tidak mempengaruhi pilihan mereka sama sekali, yang milih SBY tetep keukeuh milih SBY, begitu juga dengan JK dan Mega, kalau begitu apa gunanya debat, toh juga akhir-akhirnya gagal untuk merebut alam pikiran anak bangsa ini yang rindu akan pemimpin cerdas dan berani.
Nah kenyataan ini harus menjadi PR bagi tim sukses untuk merekayasan tampilan capresnya supaya lebih bernas. Karena ini tentang marketing politik, maka harus diingat!!!! Salah satu teori marketing, bahwa pertempuran bukan di alam nyata, namun pertempuran marketing ada pada isi batok kepala kita.
ane juga tidak puas dengan debat calon presiden kita. kok kayak cerdas cermat ya...
BalasHapusmungkin karena sebelumnya ane expect high karena sblmnya nonton debate capres negeri paman Sam yang jadi bahan skripsi ane.
dari debate yg biasa di TV One aja jauh...
justru karena dah memakai marketing politik sby menang toh knp gaji pencairan sertifikasi must cair pas mw pilpres, knaikan gaji 20% pas mw pilleg.. syg..kemampuan JK lom begitu sampe di hati masyarakat, apalagi cancel nya koalisi sama MEgA, ku pikir tak sebanding tarung pemilu ne,mky kurang greget akh..
BalasHapus