Tadi siang, saya bersama isteri dan anak anak keluar rumah, belanja beberapa barang yang diminta ibu mertua. Berhubung ibu sedang dapat amanah stroke ringan, tentu mobilitasnya terbatas, kami kami yang sehat memback up beberapa keperluan beliau.
Keluar di siang hari ini
memang ujian tersendiri, panas, lapar kompak bergabung menjadi 1 kesatuan utuh,
apalagi saya mengajak 3 anak, termasuk yang balita.
Seusai belanja titipan ibu,
istri mentraktir saya beli sandal, wah menarik juga nih, sesekali ditraktir
istri kayaknya gak akan menurunkan level kelelakian saya, saya pun mengiyakan. Saat
saya belanja, memang cuaca cukup terik, anak yang bungsu usia 2 tahunan ini
mulai terasa indikasinya menuju rewel, mulai ngoceh, banyak maunya dan tidak
fokus. Saya sudah hafal banget polanya diluar kepala.
Ya gabungan antara lapar,
penat, sumpek dan cuaca panas. Eh bener,
si bungsu mulai dia mulai nunjuk nunjuk beberapa barang dia sukai, minta
digendong, terus minta turun dan jalan kaki ke jalan raya, wah ini, gak bisa
saya titipkan ke si sulung, yang saya lihat juga sedang capek dan lapar. Yes
saya putuskan turun tangan, handle sendiri. Sementara istri belanja di dalam. Yuh,
lapar ini gak terlalu mengganggu, namun lemasnya badan rasanya gagal
mengimbangi power si bocil ini, energinya seperti tidak ada habisnya. Anak ini bak robot dengan energi penuh, dan benar,
perut agak mual, dan agak sesak, saya hafal betul ini tanda yang biasa ada jika
saya sedang memasuki ambang batas kesabaran.
Menepi sejenak itu bukan
pilihan baik, sebab saya harus gendong anak supaya tidak lari ke jalan raya,
namun emosi terus berdentuman, bergelagak minta diekspresikan. Duh pakai metode
apalagi ini, berselancar antara rasa bahagia dapat sendal baru dan rasa lelah,
sumpek dan lemes bergabung.
Istri keluar tidak membawa
hasil, karena ukuran sendal yang sesuai dengan kaki saya ternyata belum ketemu.
Okey, urusan sandal lupakan
sejenak, bisa cari di toko yang lebih sepi. Akhirnya keputusan terakhir adalah
kembali masuk ke mobil, dengan AC level akhir.
Apakah masalah sdh berakhir?
Belum ternyata, si bocil yang ngantuk tapi tidak mau tidur kembali berulah, apa
pun yang dilakukan si kakak semua tampak salah, semua menjadi dalih untuk dia
kembali heboh dan berteriak.
But no problem, AC di mobil ini setidaknya menciutkan nyali emosi saya untuk ngajak
gelut, dan selebihnya memberi tenaga saya untuk kembali stay cool di titik
netral.
Ada pun sandal akhirnya
terbeli, semua titipan mertua pun terbeli, si kakak pun sudah makin cooling
download meski si bungsu tetap mengoceh. Sesampainya di rumah jam 14.20, yang
saya cari cuma 1, kasur, terkapar sejenak dan langsung terbuai lelap.
Bahagianya lelaki ini
sederhana sekali, biarkan makan kenyang dan biarkan tidur lelap, yang lain lain
mah urusan akan kelar dengan sendirinya, dan siang ini saya benar benar hanya
ingin tidur. Jujur saya beruntung sekali
menjadi lelaki.
Sabar kata beberapa orang
memang levelnya di bawah ridlo, sebab secara harfiah sabar itu menahan, bukan
plong. Namun kalau bisa meresapi
perkataan Abu Bakar "Memang sangat sulit untuk bersabar, tetapi
menyia-nyiakan pahala dari kesabaran itulah yang lebih buruk " Pada
akhirnya kita semua makin pandai, ya pandai memilih waktu dan tempat yang tepat
untuk merelease emosi negatif, tepatnya
meledakkan emosi, atau membiarkan emosi amarah itu ciut dengan
sendirinya, itu soal selera dan kemampuan.
EmoticonEmoticon