Beberapa waktu yang lalu saya kawan saya diberi amanah oleh pemilik tanah salah satu penduduk untuk mengurus proses wakaf tanah di samping rumahnya untuk dijadikan wakaf untuk musholla. Sebagai seorang muslim yang baik, tentu amanah itu perlu ditunaikan, apalagi tanah tersebut diperuntukkan mushola yang dapat dipake oleh warga sekitar.
Pada awalnya, saat proses penyelesaian administrasinya berlangsung, tampak belum ada masalah, namun masalah itu datang di saat pembangunan pondasi, beberapa warga tampak protes dan bahkan sampai demo dan mendatangkan beberapa pejabat setempat. Kawan saya dan kontraktornya yang kebetulan dua-duanya kawan saya sampai dipanggil polsek untuk ditanyai macam-macam, di polsek tampak tidak menegangkan, karena memang tukang instrogasinya juga kawan yang dua orang tadi dan suka dxxxxit.
Akhirnya, sebagai tanda bahwa mushola tersebut diretui warga, maka saya dimintai FC KTP. Ya Anda tahulah kalau di desa, untuk urusan seperti ini bisa satu kelurahan tahu. Namun ketegaran jiwa seseorang dapat dilihat disini, apalagi kawan saya ini merasa benar. Ya bener juga, dia tetap aja terus memproses pembangunan musholla itu tanpa sedikit pun menghiraukan protes warga.
Setelah diusut, ternyata yang tidak sepakat itu hanya satu orang, yaitu bapak agamawan yang notabenenya juga pengurus parpol nasional yang berkekuatan local, sebab di daerah lain memang parpol yang dia ada di dalamnya memang layu karena kebanyakan konflik. Sementara itu memang karakteristik warga agraris di pedesaan memang selalu sungkan untuk berbeda dari yang lain, meski pada dasarnya dia sendiri sepakat dengan pendirian mushola itu, lha iyalah lha wong, tanah yang diwakafkan itu tanahnya sendiri, kok malah orang lain yang ribut. Yang lebih lucu lagi, beberapa ratus meter dari pondasi mushola yang sedang didemo itu ternyata berdiri gereja sederhana yang melengang tanpa banyak tentangan dan demo, walau bukanya hanya tiap minggu saja, namun gerakkannya pasti, beberapa warga harus menggadaikan syahadatnya dan diganti dengan lain hati.
Sayang sekali, hal ini tampaknya sudah didengar oleh bapak agamawan ini, namun dengan pertimbangan toleransi, bapak kyai ini memilih untuk bersikap seperti terlihat tidak tahu dan lupa kalau ada gereja sederhana itu berdiri di teritorialnya.
Dari kejadian ini, saja mencoba untuk memahami suasana kebatinan dan alam pikirannya yang penuh dengan ayat itu dan saya tidak menemukan adanya logika yang ajeg di dalam isi kepala bapak agamawan ini. Wah terus terang saya menjadi susah memahami logika keberislaman dia. Padahal untuk urusan logika itu sudah dipelajari di ilmu mantiq, bahkan di filsafat yang saya pelajari waktu kuliah dulu. Namun lagi-lagi pikiran saya terlalu sederhana untuk mencerna cara pikiran bapak agamawan ini.
Setahu saya, hubungan pribadi antara kawan saya yang menguruskan wakaf dengan bapak agamawan yang jadi penggerak demo ini tidaklah ada masalah, namun memang terkadang orang tidak suka kalau ada saingan wibawa dan pengaruh dalam satu territorial, hal ini yang dialami oleh kawan saya ini. Dan musholla ya harap anda tahu saja, seringkali menjadi trigger untuk mendapat simpati dari masyarakat. Nah dari sini relasinya jelas, kenapa bapak agamawan yang banyak hapal kitab ini tampak ramah bila dikunjungi namun suka menggerakkan orang untuk berdemo saat melihat musholla yang sedang berdiri di teritorialnya, tanpa sepengetahuan dan restu bapak agamawan ini. Lha iya lah, lha wong tanah, tanahe si muwakif dhewe.
Kasus ini saya temui beberapa kali dan polanya sama, kawan saya yang mengajukan proposal ke timur tengah untuk mendirikan mesjid dan itu di ACC, ternyata mendapat tentangan dari warga sekitar, usut punya usut, ternyata warga ini digerakkan oleh bapak agamawan kita dengan thema islam garis keras, sangar ya….? Hehe dasar kawan saya memang manusia bertipikal nekad, mesjid itu tetap berdiri hingga kini. Suara miring pun lambat laun semakin sayu dan lamat-lamat. Bapak agamawan pun tidak lagi bisa menggerakkan warganya lagi, karena warga yang dia gerakkan kemarin sudah dapat daging kurban dan lebih dari itu malah warga sekitar turut meramaikan mesjid tersebut. Sayang ya.. kalau untuk mengurus umat saja kok harus melewati konflik dulu, padahal persoalan umat itu cukup pelik dan berat.
Sekarang, bapak agamawan itu tampak menjadi manusia pendiam, diam karena lidahnya mulai tidak bertaji dan tausiyahnya mulai terasa memusingkan kepala, warga bingung sama bapak agamawannya yang suka ngajarin zikir dan memberi nasihat yang baik kok sudah menghasut orang. Warganya sudah mulai merotol tepat pasca diguyur daging kurban itu, apalagi kemarin baru saja dikasih traktor tangan, Partai yang ditangani bapak agamawan pun semakin terlihat tidak berotot dan kelelahan, ya lelah karena harus terus memikirkan bagaimana bermanuver yang baik dihadapan umat dan warganya sendiri. Perlahan namun pasti, kini dia bukan siapa-siapa lagi, partainya pun semakin mengecil, pemimpinnya pun sudah mulai enggan melirikkan matanya untuk mengawal proposal pembangunan pesantrennya, muridnya pun bisa dihitung puluhan saja.
Semoga kejadian ini tidak terjadi pada bapak agamawan yang sekarang ini tengah terlihat gagah saat menggerakkan orang dari belakang layar. Namun riak-riak kekecewaan itu mulai ada, sekolah yang tengah dia tangani sudah mulai banyak dikomplain karena masalah keuangan. Apakah bapak agamawan ini nanti akan menjadi manusia pendiam seperti kawannya tadi? Wallahu a’lam.
Ads 970x90
Senin, 03 Januari 2011
Musholla.. musholla.
Related Posts
- Semula saya ketika saya mendengar caleg depresi, saya agak terkejut bahkan cenderung tida
- MENYIAPKAN KAUM MUDA ISLAM UNTUK MEMIMPINRomi Anshorulloh*Pemuda, Sosok Pemain SejarahPa
- Alhamdulillah, segala puji syukur terlimpahkan ke hadirat Ilahi Robbi yang telah memberi
- Tanggal 1 juni kemarin kita dikejutkan oleh penyerangan FPI terhadap AKKBB di lapangan m
- Normal 0 false false false EN-US X-NONE X-NONE
- Normal 0 false false false !-- /* F
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
EmoticonEmoticon