Sabtu, 25 Oktober 2008

Ari Nugroho Part II

Kemarin ini saya merasakan sumpeknya luar biasa, dunia yang biasa terlihat berwarna warni saat itu hanya tiga warna; hitam, putih, dan abu-abu. memang bisa dipahami sebab fisik saat itu kurang fit. Kejadian ini semakin memperparah tekanan batin saya. Apa pun yang saya lakukan tidak beriringan dengan gairah yang biasanya hadir dalam setiap jejak kakiku. Saat itu benar-benar butuh orang yang mau mendengar, mendengar keluh kesah saya, saya butuh kanalisasi untuk mengalirkan beban fikiran yang selama ini hadir dalam benak saya. Sampah itu harus keluar dari setiap senti pikiran saya. Anak-anak bilang kalau saya sedang mumet, wajah saya terlihat sangar dari pada biasanya, yaa memang anak-anak itu sensitif untuk urusan wajah. Nah itu juga menjadi persoalan, sebab anak-anak menjadi tertekan sedemikian rupa karena kesangaran saya.

Orang mungkin akan tertawa, mahasiswa psikologi yang gagal, peduli amat, saya gak peduli dengan arus utama, saya memilih menjadi maverick. Saya putuskan saya harus berdialog dan berbincang untuk mencari inspirasi sekaligus kanalisasi.

Malam tadi saya putuskan untuk menelepon temen saya, Nugroho, orangnya sederhana, apa adanya, terkadang saya memanggilkan Nugros, namun yang paling sering saya memanggilnya Nunu, pernah juga saya panggil dia Kakak, sebab usianya beberapa bulan di atas saya, tapi biasanya dia ngambek kalau dipanggil Kakak. Parahnya lagi saya suka bikin orang ngambek (bukan marah lho).

"Assalaamu'alaikum Nugroho, apa kabar?" saya sapa dia sambil dikit-dikit basa-basi.
"Wa'alaikumussalam, saya lagi di kos, Bos?" jawab dia seneng banget di telepon saya. Entah kenapa? Mungkin karena saya teman barunya, yang baru dia kenal beberapa bulan lalu dan chemistrynya langsung nyambung. Rupanya dia lagi menyetrika pakaiannya, aneh juga orang kayak dia seneng juga ya nyetrika. Saya kemudian menyampaikan persoalan yang menyembul-nyembul dalam samudera pikiran saya, saya juga menyampaikan beberapa penyebab kenapa hal ini terjadi. Nah selanjutnya apa yang dia lakukan?

"Oo..ya...ya, terus" itu respon dia
Saya jengkel saat itu, ya.., jengkel, heh..he. itu kan respon yang biasa saya pakai kalau sedang membantu orang menyelesaikan masalahnya, eh malah dia pakai saat itu.

Jengkel memang terkadang terlihat lucu kalau kita bisa menjaga jarak dengan jengkel itu. Nah saat itu saya merasa jengkel juga merasa lucu juga, akhirnya ya gak saya pikirkan.

Di tengah perbincangan dia bilang :

"Rom sebaiknya kamu tidak terlalu terbebani dengan target-target itu, selama kamu yakin sudah berupaya sekuat tenaga, jalani aja yang bisa kamu lakukan"

Saya termenung dengan jawaban si Nunu ini, saya gak nyangka ucapan itu keluar dari mulutnya dan langsung menerabas ke dalam gendang telinga saya tanpa bisa saya tahan dan jawaban itu kemudian mendengung-dengun di dinding kepala saya. Yap..... sejak awal jawaban itu sudah ada dalam koleksi referensi dalam otak saya, namun tidak saya dengarkan. Bener juga kata teman saya, Asri, "bahwa setiap orang sudah punya jawaban untuk setiap persoalan yang dia hadapi" yang dia butuhkan hanya penguatan untuk jawaban itu. Saya temukan dari si Nunu ini adalah penguatan dari jawaban ini.

Sambil menghirup udara malam, saya dengarkan suara hewan malam yang setia menemani setiap malam saya. Saya merasakan hawa segar merasuki relung batin saya, menerobos jantung, paru-paru dan mengalir mengikuti aliran darah saya. Tak terasa obrolan saya sama si Nunu itu sudah lebih dari 1 jam, saya menguap karena lelah, sebenarnya kalau dipaksakan sama masih kuat nelpon 2 sampai 3 jam lagi, tapi isinya mesti meneracau, semumet gelombang teta. Akhirnya saya putuskan untuk tidak berlama-lama lagi menelpon.

"Assalaamu'alaikum" saya menutup pembicaraan
'Waalaikumussalam" jawab dia

Klik... telpon saya tutup. Sebelum tidur saya kirim sms, ucapan terima kasih atas saran yang bermanfaat bagi saya.


EmoticonEmoticon