Kamis, 02 Oktober 2008

22 September

“Kak, kalau bisa berangkat ke Jogja Pagi, coz sore ini ada buka bersama dengan anak-anak amanah” begitu isi sms yang saya terima dari adik saya yang sedang kuliah di jogja. Saya mengiyakan, kangen juga ketemu dengan santri-santri saya. Pagi-pagi betul saya mulai membereskan rumah, menyapu, menghidupkan lampu, menguras bak air serta membakar sampah, karena saya tinggal di rumah orang, saya tahu betul bagaimana menyenangkan pemilik rumah, ya.. mau tidak mau harus saya rawat dan tampil bersih. cara itu ampuh,sampai saat ini belum ada complain.

Jam 07.00 saya berangkat ke terminal Blitar supaya tidak ketinggalan bis, saya naik bis Family Raya, harga ekonomi tapi layanan bisnis, begitulah promosi mereka, memang betul isinya cukup bagus tuh. Singkat kata perjalanan di mulai jam 08.00, akhirnya saya mudik juga, lumayan, sudah hampir satu tahun saya tidak pulang ke tasik. Memang berat melakukan perjalanan saat bulan puasa, relative diperjalanan saya lebih banyak melihat pemandangan, sesekali tilawah, sementara saat siang itu tidak, beberapa pedagang asongan dengan sigapnya menawari buah papaya, semangka dan bengkoang, pepaya dingin. di depan saya mulut-mulut sudah pada bergerak melahap segarnya buah, bagaimana dengan saya? Sekilas ada keinginan untuk berbuka siang, tapi kok dari pengalaman yang lalu saya tidak mati atau pingsan gara-gara tidak buka siang, akhirnya ya saya nyantai aja, karena saya baru ingat ada pelajaran hidup yang baru yang itu ingin saya pelajari, yaitu…. “perjuangan menembus batas”. Saya dengan yakin sepenuh hati menolak tawaran pedagangan asongan itu…”Tidaaaaak”. Pedagang itu pun melengos, rupanya dia sadar kalau yang sedang dia tawari itu adalah singa yang sedang tidak doyan makan buah siang itu.

Sampai ke jogja jam 18.30 saya langsung di jemput adik saya dan langsung bergabung dengan anak-anak amanah, buka bersama. Wooow extraordinary, mereka dulu culun, kecil, lugu ternyata saat ini badan mereka pada bongsor, cantik dan ganteng dan yang paling penting mereka kini tampil menjadi remaja yang dinamis dan penuh keceriaan, getaran itu yang saya terima dari mereka, setelah makan bareng kita langsung berfoto ria, bener-bener meriah saat itu. Pertemuan itu selain tidak disangka-sangka juga saya mendapatkan pelajaran hidup yang sangat penting untuk profesi saya. Pelajaran itu akan saya samarkan, sebab saya dapatnya juga butuh biaya tinggi.

Ada yang cukup menarik dari salah satu siswa saya, namanya Robi, ketika dia kelas 1 SMP saya menjadi wali kelasnya, bayangan tentang Robi masih detail dalam ingatan saya, dia itu gendut, pendek, berkacamata tebal, jorok, semua definisi itu terangkum dalam diri seorang Robi, hampir setiap pagi dia menghadap saya di kantor, ikut les pelajaran Tamrin Lughah dengan beberapa temannya. Hampir setiap malam dia dipanggil ke kantor karena melanggar kedisiplinan dan bahasa, semua Ustadz mengenal betul siapa dia, bahwa keterlaluan jika ada siswa yang tidak kenal sama dia. Setelah 7 tahun berpisah, baru kemarin ketemu, wow tampilannya dendi, bersih, dinamis. saat ini dia kuliah di fakultas kedokteran UGM, gila prestasi diluar imaji saya. Saya langsung acungkan jempol.

Saya berfikir bahwa setiap orang normal punya mekanismenya sendiri-sendiri untuk beradaptasi dengan persoalan hidupnya. Saya juga mulai berfikir bahwa keceriaan adalah salah satu mekanisme untuk menetralkan segala kesulitan yang dia hadapi supaya dia tetap berpandangan jernih.

Buka bersama saat itu sangat menarik penuh canda tawa, dengan setingan ngampar atau bahasa jawanya itu lesehan suasana semakin akrab, saya pun terus terang ingin menelisik dunia mereka saat ini, bagaimana perkembangannya. Wah puas benar meski hidangannya ya hidangan anak kos, sesekali saya seruput itu es teh . Setelah makan saya rencananya mau langsung pamit pulang, tapi ternyata ada agenda terusan, ya foto bersama. Peeeuh ok banget, saya langsung gabung, saya sampai harus ngatur nafas karena harus ikut irama mereka yang tidak kelelahan.
“Saya gak ikut aja”
Saya coba menolak, takut merusak acara, karena tampilan saya yang sedang kuyu.
“Eeh Ustadz gak apa-apa, nyantai aja”
Saya gak bisa nolak, yaaa, yaaa, yaaa akhirnya saya bareng anak-anak dijepret..pret..pret.
Haaah akhirnya saya bisa bernafas lega, karena setelah berfoto ria kita bubaran gak bisa pulang.
Dalam perjalanan saya sampai merenung, apa arti dari pertemuan itu? Saya kemudian mencoba untuk menerawangi arti pertemuan itu dalam patahan kehidupan saya? Alhamdulillah ternyata saya mendapat ide inspiratif membangun spirit dalam profesi saya dan yang hampir saya lupakan, ternyata mereka menerima saya tanpa ada rasa canggung, semua berjalan apa adanya, dan itu yang saya inginkan. Alhamdulillah.


EmoticonEmoticon