Kamis, 26 Juni 2008

Wanita Perkasa

Sejenak saya termenung, ketika saya menyusuri jalan setapak di dekat rumah saya di blitar, ternyata orang yang sedang mencangkul itu adalah seorang Ibu separuh baya, dia sedang mencangkul di halaman rumahnya, saya sempat tidak memikirkan hal itu, tapi saya baru sadar bahwa pemandangan itu sudah sangat lama tidak saya lihat, bahkan bertahun-tahun lamanya. Alhamdulillah masa kecil saya dihabiskan di rumah mewah, alias mepet sawah, jadi setiap pagi saya bisa melihat hamparan hijau sawah yang luas, setiap pagi saya dapat mendengar kicauan burung, setiap malam saya hampir selalu mendengar suara kodok di pematang sawah yang bernyanyi, kadang-kadang juga mendengar erangan suara kodok yang sedang dimakan ular sawah, gemericik air kali membuat tidur saya semakin penuh makna.

Lokasi rumah saya yang mepet sawah itu membuat saya sering melihat ibu-ibu dan nenek-nenek pergi ke sawah, membawa makanan untuk suaminya yang seharian kerja di sawah, mereka mencangkul, membabat lahat yang penuh ilalang, bahkan tanduran pun mereka terlibat, saat itu saya tidak begitu peduli dengan kegaiatan mereka, toh saya juga terbiasa melihat para wanita yang berjibaku dengan kerja-kerja berat di sawah, tanpa peduli kulit mereka akan hitam terbakar sinar sang mentari.



Setelah tamat dari MI saya meneruskan sekolah di Singaparna, tiap bulan saya baru bisa pulang hari jumat, kalau lagi beruntung saya bisa bertemu dengan seorang Ibu yang berprofesi sopir, saya sempat tidak percaya, tapi karena itu kenyataannya, akhirnya saya pun meyakini bahwa profesi seorang ibu yang saya lihat diterminal itu memang sopir.

Pemandangan di jalan setapak tadi itu kemudian mengingatkan saya pada memori yang saya simpan puluhan tahun itu, di mana seorang wanita pun bisa bekerja di tempat yang identik dengan laki-laki, bahkan yang lebih mengejutkan lagi saya melihat seorang Ibu bekerja di pengaspalan jalan, luar biasa, mereka barang kali wanita perkasa yang memiliki kekuatan di atas rata-rata, sebab di rumah pun mereka harus menyediakan makanan buat anak dan suami, malam harinya pun harus meyenangkan suaminya. Di sisi lain mereka pun punya keberanian yang hebat, keberanian untuk keluar dari ketakutan yang biasa melanda para wanita, mereka tidak takut hitam, ketombe, kulit kasar dan yang lainnya, mungkin saja mereka sudah tidak peduli lagi jenis bau keringat yang keluar dari tubuh mereka, rasanya keluhan-keluhan ragawi itu kok malah keluar dari tubuh yang jiwanya terlalu penuh kekhawatiran, khawatir akan komedo, khawatir akan ketombe, betis kegedean, atau bau ketiak sekali pun.

Baru tadi pagi, lembaga saya sedang mengadakan acara dan saya diamanahi untuk menjadi penerima tamu, sekonyong-konyong muncul di hadapan saya seorang nenek yang berjalan tanpa alas kaki memanggul bakul, entah apa isinya, tampak memancar dari wajahnya perasaan kikuk dengan hingar bingar kegiatan yang sedang kami lakukan, yah begitulah wanita perkasa, mereka hadir dengan elan vital yang bergelegak, pantang bagi mereka untuk meminta-minta namun kalau diberi mereka akan menerima. Alhamdulillah saya masih bertemu dengan mereka, wanita yang selalu memberiku inspirasi meski mereka tidak menyadari, ya Allah berilah mereka pahala atas inspirasi yang telah mereka ledakkan dalam kepala saya.


EmoticonEmoticon