Kamis, 22 Mei 2008

19-20 MY TRAVELING

Tanggal 19 dan 20 Mei kemarin cukup melelahkan bagi saya, sebab selain saya harus berangkat se Malang, juga harus menghadiri acara di Surabaya. Bagi saya sebenarnya kelelahan adalah hal biasa, dan memang saya menikmati sekali aktivitas seperti ini, namun rasa capek ini juga tidak bisa saya abaikan. Hal yang menarik justru karena saya menemui hal-hal yang inspiratif yang bisa menambah makna dalam hidup saya.

Tanggal 19 Mei saya berangkat jam 13.30 dari Blitar menuju kota Malang, di sana saya diminta untuk mengisi acara Training Organisasi, saya mengiyakan karena sejak awal saya suka dengan materi itu dan kedua karena yang mengundang adalah almamater saya, sehingga saya tidak terlalu sulit untuk diminta. Pukul 16.00 saya sudah sampai terminal arjosari dan langsung sms ke panitia untuk segera menjemput saya. Puiih lumayan lega, dah nyampe arjosari, siapapun yang pernah mengalami perjalanan Malang Blitar atau sebaliknya mesti punya kesan tersendiri, terutama yang baru menjalaninya, selain jalannya berkelok-kelok, naik turun, juga karena penguasaan jalan sopir bis yang saya anggap luar biasa, jadi mereka merasa punya 9 nyawa. memang wajar sih kalau saya bisa menarik nafas panjang setelah sampai di arjo.

Persoalannya ternyata gak hanya sampai di sana, ternyata saya harus menunggu 40 menitan di terminal, tanpa ada konfirmasi apa-apa dari panitia, saya merasa nasib saya digantung, bingung mau berbuat apa, mau melakukan ini, khawatir panitia sdh menjemput, kalau tidak ternyata ditunggu dari tadi kok gak muncul-muncul, padahal baru saya mengadakan training organisasi, mungkin ada kegagalan dalam mengkoneksikan konsumsi kognisi yang diperoleh dari materi dengan aktivitas psikomotorik yang memicu gerak.

Akhirnya penjemput sudah datang, motor kemudian ditarik ngebut sampai kecepata 80-90 km/h saya pikir ini adalah perjalanan mendebarkan kedua untuk hari ini setelah diombang-ambing sopir bis Blitar-Malang. Tapi dalam beberapa hal saya sendiri sering mengharapkan sopir untuk ngebut, terutama kalau lagi dikejar deadline. Sampai di BLKLN kurang lebih jam 17.15 waktu setempat. Azan magrib berkumandang 30 menit lagi, pembukaan dan introduksi aja butuh waktu 10 menit. Ada pelajaran hidup yang dapat saya ambil dari organisasi; “kalau hidup seriuslah, tapi jangan serius-serius amat” dari sana kemudian saya punya standar atas dan standar bawah yang saya jadikan acuan kerja. Dan lagi-lagi saya akui rada kesel juga kalau caranya begitu.

Pesertanya gak sampai 20 orang, beberapa minta izin, ada juga yang hadir sebentar kemudian hilang entah ke mana, raib di telan rimba. Semudah itukah manusia yang izin itu menentukan dan mengacaukan jadwal dengan alasan mereka punya kesibukan sendiri-sendiri, tidak sadarkah kalau cara itu akan ditiru kader baru atau kemduian menjadi permakluman sehingga hal itu tidak lagi diaanggap sebagai kezaliman yang luar biasa terhadap waktu, wallaahu’alm, sampai saat ini saya masih meyakini itu. Mungkin yang perlu dievaluasi adalah pola hubungan antara atasan dan bawahan dalam menentukan batasn-batasan kehadiran. Tanpa itu, maka sebaik apapun acaranya mesti akan dihadiri oleh orang yang datang 5 menit setelah itu menunjukkan jari telunjuk sebagai isyarat izin, sudah deh ditelan rimba.

Hal serupa ternyata terjadi di hari rabu sore kemarin di waktu lain saya juga diundang untuk rapat ternyata ini malah lebih berat, banyak yang tidak hadir tanpa konfirmasi, saya langsung bilang, “itu cara yang tidak sopan” seperti “dewa” waktu yang seenaknya saja menentukan kapan datang siang kapan datang malam, atau kapan malam itu tidak jadi datang meski waktu telah menjelang sore. Bagi saya konformasi beberapa jam sebelum waktu yang telah disepakati mungkin agak sedikit melegakan dada.

Kembali ke Malang, bagi saya itu bukan hanya waktu untuk mengisi materi aja, tapi jadi moment sillaturahim, berkoordinasi dan mungkin kalau ada memberi, dan itu adalah azam saya, jadi dengan bisa tidur bersama, ngobrol ngaler ngidul dan makan bersama itu bisa melupakan kelelahan saya sejenak.

Jam 5.30 Selasa 20 Mei saya berangkat ke Surabaya dan sampai di sana jam 07.20. mmmm lapar nih, memang kebiasaan makan pagi yang dibiasakan dari rumah ni tidak kunjung hilang, jadi, jam 06.30 saya sudah merasa lapar, ya mudah-mudahan aja di tempat acara di surabaya ada nasi yang bisa dimakan. Dari Bungurasih saya langsung meluncur terminal bratang, sesuai petunjuk yang diberi panitia. Di bis itu saya menemui beragam manusia, namun yang cukup terkesan bagi saya justru ketika melihat seorang Ibu yang membawa anak perempuannya yang usianya sekitar 3 tahunan. Ibu itu membawa lagu pilu, tak diyana ternyata anak perempuan itu juga ikut bernyanyi dengan pengucapan semampunya, ya Allah, anak seusia itu sudah dikenalkan dengan jahatnya dan pilunya perjalanan hidup, saya tidak tahu apa jadinya kalau tidak segera direcoveri.

Bratang sudah sampai, baru kali ini saya merasakan udara Surabaya lumayan segar apalagi setelah masuk ke taman bibit yang asri dan teduh. Sesampainya di sana dan ketemu panitia, saya tanya tempat makan, ternyata jaraknya lumayan jauh, akhirnya saya makan camilan aja, untuk ganjel perut, lumayan deh bisa dikit menghibur perut yang dari tadi melakukan demontrasi.

Saya cukup senang untuk acara seperti ini, sebab saya bertemu dengan beberapa orang yang saya anggap inspiratif, terutama dari mereka yang memiliki pola pikir out of box, selalu saja ada hal baru yang saya termukan dari mereka yang kemudian saya jadikan sebagai insiprasi. Saat itu saya beruntung dapat kenalan dengan dewan pendidikan surabaya, Mas Isa Anshori, aktivis buruh, Pak Imam, kakak seperjuangan saya Mas Ahmad Suyanto dan yang terlupakan, Mas Abdullah yang sebenarnya jadi pemateri tapi tidak maju ke depan dengan alasan telat, ada-ada aja, mereka semua aktivis mahasiswa.

Setelah acara selesai, seperti biasa, kita ngobrol, saya kira itu hal wajib, karena saat itu adalah moment belajar yang tepat langsung dari pakarnya. Lumayan juga, akhirnya saya bisa jadi kontributor daerah blitar dan sekitarnya untuk majalahnya mas Dullah. Ternyata memang bersikap terbuka, sillaturahim selain dapat kenalan juga dapat rizki juga.

Sekitar Jam 12 acara selesai, saya cukup enjoy ngisi acara itu, karena ini adalah kali yang pertama saya bisa bertatap muka dan sillaturahim dengan kader kamda sby. Terus terang badan saya saat itu lemes, untuk belum ngedrop, kaki masih kuat untuk diajak berlari beberapa kilo lagi. Setelah ngobrol sama tyas dan erma saya pun pulang, sengaja cara bis eksekutif aja biar gak terlalu lelah sesampai di rumah.

Sesampai di Arjosari, saya merasa betul-betul sembelit, tapi saya juga gak mau kemaleman sampai di rumah. Setelah saya pikir-pikir, sebaiknya saya kabulkan aja panggilan alam, saya langsung masuk ke warung makan, cari makan yang enak-enak, minuman yang seger, karena sejak pagi gak dikasih nasi, entah kenapa kok perut saya ini terkadang sulit untuk diajak kompromi, kalau sudah capek malah saya jadi males makan, padahal badan ini lemesnya bukan main. Akhirnya saya paksa aja makan, puiiih lega pool. Setelah bayar-bayar, saya pun langsung menuju ke toilet terminal arjosari. Ha...haa. ternyata nikmat sekali kalau travel tidak ada gangguan internal.

“Brapa mas...?
“2 Ribu”

Saya langsung bayar, karena 2 ribu itu tidak sebanding dengan penderitaan yang saya alami sebelumnya.

“Monggo mas” saya pamit
“O iyo” jawab dia, khas Arema.

Setelah itu saya naik bis, beruntung saya dapat tempat duduk yang nyaman. Hmmm jam 19.00 saya sudah sampai di rumah tua, rumah perjuangan saya di Kabupaten Blitar. Hari ini sangat luar biasa, saya dapat pelajar yang sangat bermakna.


EmoticonEmoticon