Saya baru sadar bahwa ketakutan dan kemarahan itu dipisahkan oleh dinding rapuh, berbalik total dari anggapan sementara yang meneropong kemarahan dari kacamata keberanian. Lantas, apakah keberanian itu sebagai keberanian babi yang penuh kalkulasi semu atau perhitungan singa dengan permainan simultannya.
Mungkin dalam budaya kolektif kita sering cenderung melihat pemberani manakala ia berani melawan arus, namun bagaimana content dari keberanian itu sering tanpa perhitungan. Implementasi dari ketakutan itu sendiri bisa jadi termanifestasi dalam bentuk ketakutan itu sendiri sehingga mundur hanya menjadi pilihan yang memang pas bagi para pecundang, namun di sisi lain pilihan untuk marah sangat terbuka bagi mereka yang merasa bahwa mereka sangat takut kalau mereka merampas apa yang ada pada dirinya yang pada gilirannya mereka justru membuat pikiran pembalikan bahwa dengan menakuti orang justru membuat dirinya menjadi nyaman.
Saya baru sadar betapa banyak manusia yang membunuh pasangannya karena takut, dulu ayah membunuh anaknya karena takut miskin, para perampok justru ada yang semakin nekat karena takut itu telah berbalik menjadi nekad.
Ternyata penakut itu banyak bahkan bisa jadi di saat saya menulis ini ia sedang merasuki sendi-sendi belulang saya, menelusuri lorong-lorong pembuluh darah saya tanpa sedikitpun terasa bahwa darah putih yang menjadi tameng kekebalan idealisme itu telah rontok. Wujud ketakutan itu tentu bisa berbentuk sikap yang kritis, namun dapat dilihat ada getaran nada penuh ketakutan. Ketakutan ini hanya bentuk sikap dari rasa cemas.
Kemarin saya dihubungi oleh beberapa kader yang intinya menolak peran teritori dalam milad, tentu saja sejak awal sudah saya sampaikan ini hanya tawaran saja dan itu pun bersifat pribadi, nah yang menarik justru saya lihat dari titik mereka memandang persoalan, titik itu ternyata titik lemah yang didasari pengalam masa lalu yang selalu kewalahan dalam melaksanakan event, lagi-lagi gagal, kurang lebih begitu, rupanya mereka alpa bahwa tawaran itu menuntut bantuan. Maksud saya tentu saya pun tidak akan tinggal diam jika milad itu teritori berperan, baik dari finansial, akses, maupun isu dan lobi, dan mereka tinggal menikmati hasil dari kerja di atasnya, atau kalau mereka mau saya ajak mereka sambil menjadi pembelajaran. Namun titik respon mereka justru berawal dari ketakutan, amat disayangkan anak muda seperti ini telah belajar untuk kecewa terhadap masa lalunya, namun khilaf bahwa masa depan itu sungguh indah bagi mereka yang tidak mengizinkan dirinya menjadikan pengalamannya sebagai rawa ketakutan.
Ah mungkin penerawanganku terlalu jauh, sebab kadangkala orangnya justru tidak sadar. Tadi ada yang justru minta bantuan untuk dicarikan akses, dana, back up lainnya, batin saya “sejak awal saya sudah memperkirakan” mereka akan kewalahan untuk menyentuh tokoh nasional, (namun saya masih yakin mereka bisa), yang saya lihat justru respon awal yang keliru yang buru-buru mendengar suara miring dan meresponnya secara gegabah yang akhirnya tentu mereka harus meralat.
Kejadian serupa justru datang lebih parah “menurut saya” sejak awal para cawagub pasti tidak datang dan itu sudah diperingatkan berkali-kali, lagi-lagi prediksi itu benar, tidak ada satupun yang datang, lagi-lagi ketakutan akan kooptasi lian terhadap agenda yang sudah diatur sejak awal membuat kita kurang arif dalam melihat.
Amat disayangkan bila bersuara lain setelah pertimbangan matang itu tidak berani diangkat, mseki itu hanya bersuara lantang. Padahal kalau kamu tidak mendongakkan lehermu, niscaya kau tidak akan terlihat berkerumunan. Ah jangan-jangan itupun bentuk ketakutan saya juga, semoga saja tidak.
Ads 970x90
Sabtu, 23 Februari 2008
Para Penakut Itu Telah Berkeliaran
Related Posts
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
yah biasanya ketakutan itu emang datang dari diri sendiri. yah klo emang bener dan logis (krn kader2 kita mulai senang dengan logika daripada ilmu yg sebenarnya). ya jalan aja... klo ditolak ya udah. mngkin ada pertimbangan2 jg. but, klo saya amati akar persoalannya bukan persoalan masa lalu, skrg, ms depan seh... tapi persoalan personal... dankita terbiasa mash sulit utk membenci sikap tapi tdk membenci orangnya.
BalasHapusyah...sudah saatnya keluar dari zona aman.... dpt nilai apa skripsinya? Ketidakhadiran antum di pelantikan kamda surabaya krn alasan revisi skrispi kena taujih tuh dari mantan kaderisasi kamda surabaya...