Skripsiku saya selesaikan sambil tertatih-tatih, bukit terjal itu saya daki dengan mata melirik ke kiri dan ke kanan, hampir saja tubuhku terjembab dari ketinggian 97 meter. Meski lagi-lagi tangan saya masih meraih satu dan dua pohon kecil yang ternyata kuat juga menyangga tubuh seberat 50 kg ini. Dua langkah perjalanan naik terasa sangat melelahkan di saat saya sadar bahwa skripsi ini sulit saya selesaikan dengan kondisi seperti saat itu, terasa memang melelahkan di saat pikiran dituntut untuk menyelesaikan tugas akademik, sementara keinginan untuk bekerja sekaligus beraktualisasi dalam organisasi masih memiliki daya tarik tersendiri.
Berkali-kali dosen pembimbingku, Pak Rahnat Aziz menelpon dan mengirim sms menanyakan perkemban skripsi, terlihat jelas raut kekecewaannya di saat jawaban saya selalu “belum ada perkembangan”. Kedua adik, ortu tak bosan-bosan mengirim sms untuk bangkit menyelesaikan skripsi. Puiih, mata kok cepet lelah kalau lihat deretan huruf demi huruf, tanganku kok cepet pegel megang lembaran proposal yang beratnya tidak lebih dari satu kilo. “besok saja ahh, malam ini saya motivasi saya sedang minus, dari pada ngulang dua kali” begitu rayuan jiwa, saya pun mengiyakan, “bener juga” saya membatin. Brak, saya simpan proposal itu setengah saya lempar. Haah lega sekali, malam semakin larut saya pun terbuai ke alam mimpi. Besoknya waktu saya kembali diisi oleh rapat demi rapat, undangan demi undangan, pagi dipake baca koran melihat info terbaru, malamnya, jelas kelelahan yang ada, skripsi pun kembali menuai kecewa, sang penulisnya telah mengingkari komitmennya.
Hp saya berbunyi, sms masuk, hmm dari Mamah ”Rom, artos tos dikirim, kumaha skripsina, mudah-mudahan Allah masihan kamudahan”
”dibales jangannya?” saya ragu, karena tidak ada kemajuan sama sekali. Jawaban saya jelas tetap mengecewakan seperti yang lalu-lalu. Saya tahu mamah tidak mengekspresikan isi hatinya, beda sama Bapa.
Musdalub kemarin menjadi kesempatan sebagai momentum untuk memaksimalkan menyelesaikan skripsi. Aduh, otak saya masih juga tidak nyambung dengan metpennya, tumpukan metode penelitian tetap saja membuat sulit. Namun akankah kekalahan demi kekalahan melawan raksasa itu kembali terulang?.
Tidaaaaaaak, saya harus menguatkan niat saya. Bagi saya kemampuan manusia untuk beradaptasi cukup tinggi. Metpen saya sikat, huuuh, akhirnya nyambung juga, Eksperimen sudah selesai, tinggal finishing analisa data.
”Ass. Pak, saya mau konsultasi, kapan Bapak ke kampus” itu isi sms yang biasa saya kirim ke Dosen pembimbing. Coretan demi coretan selalu ada, puiiih lagi-lagi salah, padahal saya udah ikuti sarannya, tapi ada saja yang salah. Prediksi saya keliru, orang bilang Pak Aziz itu mudah, tapi kok ke saya sulitnya minta ampun, saya kemudian berfikir, oooo iya ya, sekarang beliau sedang menuntaskan kuliah S3 psikologi, jelas lebih tinggi dong standarnya, itu barangkali.
Hari rabu ujian skripsi, tiba-tiba hp saya berbunyi, keluar no tlp kode Blitar ”Pak Romi, hari senin ada acara gak?” suara perempuan itu sudah tidak asing lagi, itu suara Bu Susi. ”Entar saya lihat dulu agenda saya ya bu, ntm hubungi ana 10 menit lagi” ujian itu memang menyita pikiran saya juga. tapi kok kalau lihat yang dulu-dulu, ujian itu memang tidak pernah terlalu saya seriusi. Besok ujian sekarang malah buku pengembangan diri yang saya baca. Saya pun mengiyakan, dengan syarat transportasi saya ke Blitar pake travel, biar nyaman dan bisa sambil baca skripsi yang akan diujikan hari rabu lusa.
Bener juga dugaan saya, ternyata ujian itu tidak sesulit yang dibayangkan, malah saya banyak mendengar masukan dosen, posisi saat itu saya banyak menerima, tidak menyangkal. Ujian lulus, tapi nilai belum keluar sampai revisi itu tuntas. Syukur, lega sekali, bangga banget, setelah itu dunia terlihat lebih cerah, imajinasi masa depan lebih detail dan jiwa saya lebih bebas, bebas menentukan arah jalan.
Bukit terjal itu sebentar lagi akan saya lalui, ternyata, ternyata bukit itu masih banyak, bahkan banyak sekali, hmmm saya milih bukit yang mana ya, ternyata jalan ini mengalir, selama visi ini masih melekat, selama niat ini dikuatkan. Saya kembali ke Al Hikmah, bukan Cuma bekerja tapi merintis, karena saya konselor pertama yang ada di sana. Pada saat yang sama saya masih ngurus dan merintis radio komunitas, green FM, tidak total memang, namun setidaknya saya bisa mengisi ruang lemah dalam tim, ada erwin, darma, erma dan eni. Itu job utama, job sampingan bisa jadi menyusul, intinya kerja bentar, hasil maksimal. Amien
Berkali-kali dosen pembimbingku, Pak Rahnat Aziz menelpon dan mengirim sms menanyakan perkemban skripsi, terlihat jelas raut kekecewaannya di saat jawaban saya selalu “belum ada perkembangan”. Kedua adik, ortu tak bosan-bosan mengirim sms untuk bangkit menyelesaikan skripsi. Puiih, mata kok cepet lelah kalau lihat deretan huruf demi huruf, tanganku kok cepet pegel megang lembaran proposal yang beratnya tidak lebih dari satu kilo. “besok saja ahh, malam ini saya motivasi saya sedang minus, dari pada ngulang dua kali” begitu rayuan jiwa, saya pun mengiyakan, “bener juga” saya membatin. Brak, saya simpan proposal itu setengah saya lempar. Haah lega sekali, malam semakin larut saya pun terbuai ke alam mimpi. Besoknya waktu saya kembali diisi oleh rapat demi rapat, undangan demi undangan, pagi dipake baca koran melihat info terbaru, malamnya, jelas kelelahan yang ada, skripsi pun kembali menuai kecewa, sang penulisnya telah mengingkari komitmennya.
Hp saya berbunyi, sms masuk, hmm dari Mamah ”Rom, artos tos dikirim, kumaha skripsina, mudah-mudahan Allah masihan kamudahan”
”dibales jangannya?” saya ragu, karena tidak ada kemajuan sama sekali. Jawaban saya jelas tetap mengecewakan seperti yang lalu-lalu. Saya tahu mamah tidak mengekspresikan isi hatinya, beda sama Bapa.
Musdalub kemarin menjadi kesempatan sebagai momentum untuk memaksimalkan menyelesaikan skripsi. Aduh, otak saya masih juga tidak nyambung dengan metpennya, tumpukan metode penelitian tetap saja membuat sulit. Namun akankah kekalahan demi kekalahan melawan raksasa itu kembali terulang?.
Tidaaaaaaak, saya harus menguatkan niat saya. Bagi saya kemampuan manusia untuk beradaptasi cukup tinggi. Metpen saya sikat, huuuh, akhirnya nyambung juga, Eksperimen sudah selesai, tinggal finishing analisa data.
”Ass. Pak, saya mau konsultasi, kapan Bapak ke kampus” itu isi sms yang biasa saya kirim ke Dosen pembimbing. Coretan demi coretan selalu ada, puiiih lagi-lagi salah, padahal saya udah ikuti sarannya, tapi ada saja yang salah. Prediksi saya keliru, orang bilang Pak Aziz itu mudah, tapi kok ke saya sulitnya minta ampun, saya kemudian berfikir, oooo iya ya, sekarang beliau sedang menuntaskan kuliah S3 psikologi, jelas lebih tinggi dong standarnya, itu barangkali.
Hari rabu ujian skripsi, tiba-tiba hp saya berbunyi, keluar no tlp kode Blitar ”Pak Romi, hari senin ada acara gak?” suara perempuan itu sudah tidak asing lagi, itu suara Bu Susi. ”Entar saya lihat dulu agenda saya ya bu, ntm hubungi ana 10 menit lagi” ujian itu memang menyita pikiran saya juga. tapi kok kalau lihat yang dulu-dulu, ujian itu memang tidak pernah terlalu saya seriusi. Besok ujian sekarang malah buku pengembangan diri yang saya baca. Saya pun mengiyakan, dengan syarat transportasi saya ke Blitar pake travel, biar nyaman dan bisa sambil baca skripsi yang akan diujikan hari rabu lusa.
Bener juga dugaan saya, ternyata ujian itu tidak sesulit yang dibayangkan, malah saya banyak mendengar masukan dosen, posisi saat itu saya banyak menerima, tidak menyangkal. Ujian lulus, tapi nilai belum keluar sampai revisi itu tuntas. Syukur, lega sekali, bangga banget, setelah itu dunia terlihat lebih cerah, imajinasi masa depan lebih detail dan jiwa saya lebih bebas, bebas menentukan arah jalan.
Bukit terjal itu sebentar lagi akan saya lalui, ternyata, ternyata bukit itu masih banyak, bahkan banyak sekali, hmmm saya milih bukit yang mana ya, ternyata jalan ini mengalir, selama visi ini masih melekat, selama niat ini dikuatkan. Saya kembali ke Al Hikmah, bukan Cuma bekerja tapi merintis, karena saya konselor pertama yang ada di sana. Pada saat yang sama saya masih ngurus dan merintis radio komunitas, green FM, tidak total memang, namun setidaknya saya bisa mengisi ruang lemah dalam tim, ada erwin, darma, erma dan eni. Itu job utama, job sampingan bisa jadi menyusul, intinya kerja bentar, hasil maksimal. Amien
oo... bukit terjal menjelang post graduate alias pps (post power syndrom). andai setiap orang memiliki kisah yang sama ketika mengalami masa2 seperti antum, nyatanya tidak. what ever lah, congratulation!!
BalasHapusSelamat Pagi Pejuang!!
BalasHapusInilah : KEHIDUPAN.