Pernahkah kita merasakan bahwa dunia ini terasa lebih cerah, panasnya sinar matahari di siang hari terasa lebih hangat, energi kita berlipat ganda, beat jantung kita kuat menahan kita untuk mengantuk dan karenanya banyak beban bisa tuntas, tiba-tiba kita terkejut bahwa kita telah melakukan banyak hal, tanpa kerisauan tanpa banyak pikiran.benar-benar bebas. Kondisi ini mungkin sama dengan tuduhan teman maya saya bahwa saya sedang jatuh cinta. Hmm….benarkah? …. siapakah tempat hati saya berlabuh? Mungkin fenomenanya sama namun sumbernya bisa jadi berbeda.
Mungkinkah faktor biologis yang banyak mempengaruhi ritme mood kita? Sangat mungkin, semuanya serba mungkin.
Ah mood lagi-mood lagi, siapapun tahu kalau dia sudah datang tampak dunia suram, mata rasanya selalu berat. Mungkin ada benarnya ungkapan Fauzil Azhiem, orang idealis menaklukan moodnya, manusia pemalas menjadikan mood sebagai alasan. Namun di kala semangat itu telah menemukan pematiknya maka serasa gunung pun mampu dipindahkan.
Salah satu kebiasaan saya ada berdiam diri di rumah seharian setelah 1 even yang melelahkan, apa itu tidur, membereskan kamar, membuat karya, dll. Tepat 1 smpai dua hari kemudian, semangat itu menemukan pemicunya, hmmm kesempatan ini jangan di sia-siakan untuk menyelesaikan skripsi. Minggu itu telinga menjadi tuli mendengar kritikan dosen pembimbing, buta melihat coretan. Semua saya penuhi. Slseai….. dunia semakin cerah. Terimakasih yaa Allah, engkau telah memberiku kesempatan untuk melihat dunia ini dengan warna pelangiMu.
Dalam buku Mind Power dijelaskan bahwa motivasi itu memiliki termal, setiap orang harus tahu letak termalnya, seperti halnya pesawat, di saat memasuki termal, pesawat itu akan terdorong naik. Termal saya di mana? Saya banyak menyimpan termal, begitu juga yang lain, meski tetep aja penyakit malas itu menjangkiti juga.
Termal itu saya temukan saat saya berdiskusi tentang rencana besar, biasanya ini saya lakukan dengan teman organisasi saya, berbagai evaluasi dan perencanaan informal seringkali menjadi referensi penting. Bersama mereka yang menjadi inner cycle saya dapat lebih berani untuk membuat rencana besar, sebab ledakan inspirasi justru sering tidak datang di saat syuro, oleh sebab itu inspirasi itu harus menjadi bekal.
Termal itu saya temukan setelah mentraktir, di saat “loyo” biasanya saya mengajak orang lain makan, kalau ada kelebihan finansial, saya sengaja mentraktir. Rasa senang yang terpancar dari mata teman saya itu kemudia saya tangkap dan secara otomatis menjadi sumber energi yang membuncah. Setelah itu, semangat deh. Mungkin adat saya yang terbuka dan suka ngobrol mana kala firasat saya mengatakan bahwa dalam dirinya ada yang dapat saya pelajari, justru saya menjadi ingin dekat.
Termal itu saya temukan di saat memandang foto keluarga yang sengaja saya pajang di rumah, bapak, mamah, adik, saya dan kakak, keinginan untuk membuat mereka bahagia telah membuat saya menjadi giat, optimistis melihat masa depan. Sekarang bapak tidak lagi selincah dulu, meski saat ini masih kuliah di magister, ibu juga tidak sekuat dulu, namun obsesi untuk membahagiakan mereka selalu berkelebat dalam fikiran saya, minimal saya tidak menjadi beban bagi mereka.
Termal itu saya temukan di saat membaca biografi orang sukses, yang kemudian membuat saya yakin bahwa hidup itu tidak mudah, saya jadi ingat syair Ahmad Dhani :
Siapa bilang hidup ini mudah
Seperti yang dibayangkan
Hidup tak pernah selalu seperti yang dimau
Yang diharap-harapkan
Apa itu hidup
bila tidak ada masalah-masalah
yang selalu ada
buanglah gerahmu
singkirkan penatmu
sirami panasmu
pupuskan pusingmu
bebaskan-bebaskan gerahmu
rasakan sensasi plong
bebaskan-bebaskan gerahmu
rasakan sensasi plong
bener gak sih? Saya meyakini itu, meski target tahun ini belum terlihat tanda-tanda keberhasilan, namun jalan itu sudah terbentang luas, tinggal saya babat penghalangnya dan saya teruskan perjalanan saya.
Termal itu saya temukan di saat saya ingin menyendiri, melakukan aktivitas hanya untuk sendiri, seperti membereskan kamar, mencuci baju, dan manulis diary. Setelah ada blog, diary itu saya pindahkan ke blog. Melihat kamar yang wangi dan rapi, semangat deh.
Termal itu saya temukan di saat tantangan besar itu telah menatap saya sambil mengacungkan jari tengahnya, “ngajak tarung?” ungkap saya. “Loe jual gua beli” begitu kata orang Betawi. Persoalan menaklukan itu urusan mentalitas, kapabelitas bisa jadi di tengah jalan saya temukan. Nekad
Selamat tinggal mendung, selamat datang cahaya, saat ini mentari begitu indah memancarkan sinarnya yang hangat, langit biru begitu indah seakan berkata, “Rom aku butuh bukti kalau loe bisa”.
Mungkinkah faktor biologis yang banyak mempengaruhi ritme mood kita? Sangat mungkin, semuanya serba mungkin.
Ah mood lagi-mood lagi, siapapun tahu kalau dia sudah datang tampak dunia suram, mata rasanya selalu berat. Mungkin ada benarnya ungkapan Fauzil Azhiem, orang idealis menaklukan moodnya, manusia pemalas menjadikan mood sebagai alasan. Namun di kala semangat itu telah menemukan pematiknya maka serasa gunung pun mampu dipindahkan.
Salah satu kebiasaan saya ada berdiam diri di rumah seharian setelah 1 even yang melelahkan, apa itu tidur, membereskan kamar, membuat karya, dll. Tepat 1 smpai dua hari kemudian, semangat itu menemukan pemicunya, hmmm kesempatan ini jangan di sia-siakan untuk menyelesaikan skripsi. Minggu itu telinga menjadi tuli mendengar kritikan dosen pembimbing, buta melihat coretan. Semua saya penuhi. Slseai….. dunia semakin cerah. Terimakasih yaa Allah, engkau telah memberiku kesempatan untuk melihat dunia ini dengan warna pelangiMu.
Dalam buku Mind Power dijelaskan bahwa motivasi itu memiliki termal, setiap orang harus tahu letak termalnya, seperti halnya pesawat, di saat memasuki termal, pesawat itu akan terdorong naik. Termal saya di mana? Saya banyak menyimpan termal, begitu juga yang lain, meski tetep aja penyakit malas itu menjangkiti juga.
Termal itu saya temukan saat saya berdiskusi tentang rencana besar, biasanya ini saya lakukan dengan teman organisasi saya, berbagai evaluasi dan perencanaan informal seringkali menjadi referensi penting. Bersama mereka yang menjadi inner cycle saya dapat lebih berani untuk membuat rencana besar, sebab ledakan inspirasi justru sering tidak datang di saat syuro, oleh sebab itu inspirasi itu harus menjadi bekal.
Termal itu saya temukan setelah mentraktir, di saat “loyo” biasanya saya mengajak orang lain makan, kalau ada kelebihan finansial, saya sengaja mentraktir. Rasa senang yang terpancar dari mata teman saya itu kemudia saya tangkap dan secara otomatis menjadi sumber energi yang membuncah. Setelah itu, semangat deh. Mungkin adat saya yang terbuka dan suka ngobrol mana kala firasat saya mengatakan bahwa dalam dirinya ada yang dapat saya pelajari, justru saya menjadi ingin dekat.
Termal itu saya temukan di saat memandang foto keluarga yang sengaja saya pajang di rumah, bapak, mamah, adik, saya dan kakak, keinginan untuk membuat mereka bahagia telah membuat saya menjadi giat, optimistis melihat masa depan. Sekarang bapak tidak lagi selincah dulu, meski saat ini masih kuliah di magister, ibu juga tidak sekuat dulu, namun obsesi untuk membahagiakan mereka selalu berkelebat dalam fikiran saya, minimal saya tidak menjadi beban bagi mereka.
Termal itu saya temukan di saat membaca biografi orang sukses, yang kemudian membuat saya yakin bahwa hidup itu tidak mudah, saya jadi ingat syair Ahmad Dhani :
Siapa bilang hidup ini mudah
Seperti yang dibayangkan
Hidup tak pernah selalu seperti yang dimau
Yang diharap-harapkan
Apa itu hidup
bila tidak ada masalah-masalah
yang selalu ada
buanglah gerahmu
singkirkan penatmu
sirami panasmu
pupuskan pusingmu
bebaskan-bebaskan gerahmu
rasakan sensasi plong
bebaskan-bebaskan gerahmu
rasakan sensasi plong
bener gak sih? Saya meyakini itu, meski target tahun ini belum terlihat tanda-tanda keberhasilan, namun jalan itu sudah terbentang luas, tinggal saya babat penghalangnya dan saya teruskan perjalanan saya.
Termal itu saya temukan di saat saya ingin menyendiri, melakukan aktivitas hanya untuk sendiri, seperti membereskan kamar, mencuci baju, dan manulis diary. Setelah ada blog, diary itu saya pindahkan ke blog. Melihat kamar yang wangi dan rapi, semangat deh.
Termal itu saya temukan di saat tantangan besar itu telah menatap saya sambil mengacungkan jari tengahnya, “ngajak tarung?” ungkap saya. “Loe jual gua beli” begitu kata orang Betawi. Persoalan menaklukan itu urusan mentalitas, kapabelitas bisa jadi di tengah jalan saya temukan. Nekad
Selamat tinggal mendung, selamat datang cahaya, saat ini mentari begitu indah memancarkan sinarnya yang hangat, langit biru begitu indah seakan berkata, “Rom aku butuh bukti kalau loe bisa”.
EmoticonEmoticon