Senin, 21 Januari 2008

Pengalaman Imajiner Masa Depan 2

Bumi serasa sedikit bergonjang, gempa itu memang tidak punya daya rusak tinggi, namun tetap saja membuat saya dan teman-teman saya terkejut. Semua teman-teman yang lagi sepak bola terdiam, kecuali si Ali yang berteriak sendirian, gooool, dia tarik lengan baju teman-temannya yang sedang terkejut karena ada gempa kecil. Si Ali berteriak sendirian, tidak ada selebrasi dari teman-temannya, tidak ada juga teriakan gool dari teman-temannya. Dia celingukan sendiri.
“Sialan” umpat Ali kesal. Sudah capek-capek, teriak gool gak ada yang nanggapi. “Dasar”. Dia melempar batu tidak salah.
Sesaat kemudian Ali pun ikut melonggo, sebentar ada gempa sebentar tidak ada, 2 detik kemudian gempa lagi, beberapa saat lagi berhenti. “Gempa macam apa pula ini” si Tigor mulai tersinggung, merasa dipermainkan gempa. Dia memang tempramental. Dia pun pergi ke belakang. Sesaat kemudian dia kembali, duduk persis di samping si Andhi.
“Sabar rek, kwalat engko” jo akeh cangkem nang peringatane Pengeran” si Adhi ngingatin si Tigor, dari tadi dia memang terlihat khawatir, wajahnya pucat pasi. Sejak awal dia memang yakin betul kalau gempa ini khusus kiriman dari Allah sebagai peringatan untuk manusia yang selalu bermaksiat.

“Sebentar-sebentar, gempa ini kayaknya ada yang salah”. Ulil nyeletuk, intelek banget.
Si Andhi tentu saja tambah ketar-ketir. Wis lah reeeek, tobat, tobat, pengeran iki gak mungkin guyon, tuh kan gempane tambah gede, wis tho lil jo ngomong maneh, gempa iki gak mungkin salah”. Si Ulil ni memang seneng banget belajar ilmu mantiq, dia memang sejak awal kayak belut, Polantas aja sampe gak jadi nilang dia, pinter banget, semuanya dipertanyakan. Sekarang ini dia lagi kursus belajar tentang obfuskasi*, tentu saja sama si Imor, dua-duanya memang klop banget, hanya saja si Imor ini lebih kalem, jadi tidak banyak kontroversi. Tigor pun gayaknya gak jauh bada dari si Ulil, tapi bedanya kalau si tigor suka mentertawakan orang yang menurutnya terlalu konservatif, ilmu mantiqnya sejajar di bawah dikit dari si Ulil.

Ha….ha…haaaaaa. si Tigor ketawa, perawakannya yang gemuk, kalo dia ketawa perutnya ikut goyang, dia tertawa melihat orang kayak si Andhi ini ketakutan. Dia memang hobi banget membuat orang bingung, apalagi kalau diskusi tentang taqdir, dijamin partner debatnya akan kebingungan, sambil mengusap dada dan berbisik “astagfirullah”. Yang lebih parah lagi ada juga yang berdiri terus dia tilawah di hadapan si Tigor, harapannya supaya jin dalam fikiran si tigor ini keluar, sedangkan yang Habib ini malah lebih parah, dia pegang rambutnya si Tigor keras-keras sambil berteriak “istighfar ente, istigfar ente” pake logat arabnya. nah kalau sudah begitu, si Tigor ini mesti tertawa terbahak-bahak. Nah saat ini yang menjadi objeknya adalah si Andhi.

Ha..haa.aaa yang lain ikut ketawa, bukan ngetawakan si Andhi, tapi mentertawakan tertawanya si Tigor.

Priiiiiiiit, wasit meniup peluit, tanda ada masalah. “ada apa ini ada apa?” tanya wasit ke si Indra, indra yang dari tertawa mentertawakan tertawanya si tigor pun gak kuasa menjawab, huahuahuaaaaa. “Kamu indra, kena kartu merah” si wasit tersinggung, kewibawaannya selaku wasit telah direnggut oleh si indra. Wasit pun nanya sama si Jeje yang rupanya si Jeje juga ketawa, si Jeje pun kena kartu merah pula, dia ketawa sampai gak bisa jawab pertanyaan si wasit. Haaahhhhh, wasit inipun dengan gaya Hulk memukul-mukul dadanya, rupanya amarahnya sudah memuncak. Diapun mengeluarkan teriak andalannya. Diaaaaaaaaam. Semua tahu teriak andalah wasit ini lebih tinggi suaranya, bahkan peluitnya aja pasrah bongkokan, kalah tinggi.

Semua pada diam, hening, yang bersuara hanya ketawanya si tigor. Wasit pun melirik ke Tigor sambil menatap tajam. Sudut mata elangnya memang membuat hati siapapun rontok, kumisnya yang tipis, serta codet bekas cacarnya memanjang dari hidung sampai jambang, mirip bekas goresan belati (padahal bekas cacar). Kulitnya hitam, tapi menurut saya sih memang manis, perawakannya tampak kokoh. Untuk ukuran laki-laki seusianya memang gagah. Hai kamu ….Tigoooor, diam!!!.. sudut bibirnya bergerak-gerak misterius. Gak jelas apa menahan marah atau menahan tawa. Tapi tatapan matanya tetap tajam.

Si tigor bukannya diam, dia malah ketawa, semakin keras melihat si Andhi yang sudah kayak kepiting rebus diketawain si Tigor. “Kammmmuuuuuuu”, Wasit kali ini bukan hanya berteriak, tapi berjalan setengah berlari mendekat si Tigor. Siapapun tahu tempramen wasit ini, tegas dan tidak segan-segan menghukum, wasit ini langsung berlari ke arah Tigor, melesat, si Tigor tetap tertawa, bahkan lebih keras lagi, sambil jumpalitan, setelah melihat si Andhi sekarang sudah berdoa, supaya si Tigor ini diberi ampunan dan diberi hidayah. Kayaknya si Andhi ini melihat si Tigor keterlaluan telah mentertawakan gempa.

Tepat 2 meter sebelum mencapai Tigor, wasit tiba-tiba berhenti, rupanya dia tidak bisa menahan tawa, melihat tertawanya si Tigor yang sejak tadi dia tahan-tahan, supaya gak jatuh wibawanya mungkin. Wasit ini bukan hanya tertawa tapi juga sambil memegang perut, dia lampiaskan tawanya yang sejak tadi dia tahan-tahan. Wah jadi bukan sepak bola lagi, tapi jadi ketoprak humor.

“Pak-pak sepak bolanya masih 30 menit lagi” Ilham, kiper andalan salah satu klab lokal mengingatkan. Wasit yang dari tadi tertawa terpingkal pingkal langsung menarik bibirnya ke posisi yang lebih berwibawa. “Oh ya”, ujar wasit, diapun kembali memasang tampang sangarnya. “Priit” peluit ditiup tanda permainan dimulai kembali. Sekarang mereka tidak lagi peduli dengan gempa yang tidak konsisten itu.

“Dhi, Dhi, gak usah kamu doain saya, Tuhan lebih tahu apa yang ada di hati saya ketimbang kamu,” ujar si Tigor setelah menguasai diri. Si Andhi semakin yakin kalau si Tigor ini telah menjadi makhluk yang alpa terhadap peringatan Tuhannya, Andhipun semakin meningkatkan konsentrasinya sambil mengangkat tangannya.

Si Tigor kembali tertawa. Ha..ha...ha melihat tingkah si Andhi yang berdoa seperti lagi merukyah. Tapi kali ini si Tigor ini selain ketawa juga mulai tersinggung, merasa disepelekan oleh si Andhi. Diapun langsung memegang leher si Andhi, andhi yang perawakannya kurus langsung pengap-pengap. “lihat kamu” si Tigor membawa si Andhi ke belakang, ternyata di sana ada si Putra, temannya yang gemuk juga, dia lagi bersusah payah menaklukan rasa takutnya sama capung. Setiap dia mau pegang capung, capung itu terbang dan si Putra berlari-lari menghindari Capung yang mendekat si Putra, seakan dia tahu kalau si Putra itu phobia sama capung. Nah lari-larinya si Putra ini yang membuat gempa kecil. Hal ini berlanjut sampai dua jam.

Si Andhi pun tertawa juga, tapi tertawa malu. “makanya yang cerdas dikit ghitu loh” celetuk si ulil yang dari tadi mengamati tingkah si Andhi. Putra malah celingukan, gak ngerti ada apa.


EmoticonEmoticon