Saya mulai berfikir, apa sih yang membuat manusia berfikir dan bekerja? Salah satu jawaban yang saya temukan adalah karena manusia berobsesi, manusia yang tidak punya obsesi biasanya malas berfikir dan malas bekerja, kenyataan ini saya temukan hampir di semua sisi bidang yang manusia ada di dalamnya. Oleh sebab itu sesuai dengan hukum sejarah manusia, bangsa obsesif selalu memimpin, dan kepemimpinan itu akan dipergilirkan oleh Allah SWT sesuai dengan kadar obsesinya masing-masing.
Bila saya bertanya kepada Anda, apa obsesi anda? Maka jawabannya pasti beragam. Ada yang ingin jadi milyader, ada yang ingin kuliah sampai s3 dan ada juga yang berkeinginan untuk menjadi manusia biasa saja. Nah kalau obsesi saya saat ini adalah saya ingin Allah menitipkan kelebihan finansial dan akses terhadap kekuasaan, kemudian dengan itu saya ingin membangun sekolah.
Mungkin beberapa diantara anda akan tertawa, persisnya mentertawakan. Sebab setahu saya biasanya obsesi manusia itu seringnya berkutat pada penguasaan barang, misalnya saya ingin punya mobile mewah, pesawat pribadi, wanita cantik dll. Justru saya tidak, saya malah ingin mendirikan sekolah. Pastinya dengan konsep yang insyaallah tidak main-main. Sebab kalau main-main pastinya nambah beban pemerintah juga untuk membantu sekolah yang tidak berkualitas.
Pertanyaan selanjutnya adalah, sekolah yang bagaimana yang ingin saya dirikan. Ini pertanyaan sulit, namun terus terang saya ingin membangun sekolah yang kelihatannya biasa saja tapi muatannya luar biasa, tidak memakai embel-embel apa pun, dengan nama yang populer di masyarakat dan yang pasti saya akan pro terhadap model pendidikan Islam yang integral.
Untuk membangun sekolah yang hebat itu saya akan membuat entry pointnya pada 2 hal, yaitu pertama fokus pada pembangunan sumber daya insani. Kedua manajemen yang kuat. Yang pertama adalah inti dan yang kedua adalah pendukung. Artinya bila ada masalah pada yang pertama, maka itu berarti manajemennya harus dibenahi lagi dan kalau diharuskan, saya akan merombak.
Sumber Daya Insani
Membangun sumber daya insani (terutama guru), selalu menjadi fokus saya dalam rangka meningkatkan dan selalu meningkatkan kualitas sekolah, karena disadari atau tidak para guru –meminjam istilah Peter Drucker- adalah pekerja pengetahuan (Knowledge Worker) yang fokus kerjanya mentransfer ilmu, karakter, dan ideologi, selebihnya kalau bisa memproduk pengetahuan. oleh sebab itu semua unsur untuk membangun guru yang mumpuni untuk hal tersebut harus saya lakukan. Salah satu cara untuk hal tersebut adalah membuat dan mendesain pelatihan yang terrencana. Baik itu pelatihan untuk memodifikasi perilaku siswa, memberi pelatihan untuk bagaimana membangun karakter kemandirian anak, memberi pelatihan kepada guru untuk membuat dan mendesain kurikulum yang benar-benar unik, menarik dan sesuai dengan tugas perkembangan psikologis anak. Sementara itu pelatihan di luar sekolah yang insidental itu sifatnya hanya tambahan gizi saja, kalau pun tidak ikut juga ya gak apa-apa toh semua pelatihan yang menunjang untuk meningkatkan kualitas guru itu sudah terpenuhi secara maksi di dalam sekolah itu sendiri. Wah sombong sekali ya? Bukan sombong tapi jalan untuk membangun kejayaan harus ditempuh melalui jalan-jalan yang sempurna, bukan lewat jalan insidental Mas.
Apakah itu sulit? Jawabannya pasti sulit dan saya tambahkan lagi mahal… tapi hal itu tidak terlalu merisaukan pikiran saya, karena kenyatannya di beberapa sekolah yang bervisi hebat yang saya temui ternyata selalu terbentur pada operasionalisasi visi yang hebat itu. Tul gak? Nah untuk menjembatani itu, maka membangun kapasitas guru untuk mengopersionalisasi visi yang hebat itu adalah sebuah kewajiban.
Selain itu juga saya ingin guru itu terhormat, amat miris bila ternyata guru itu mengeluh karena penghasilannya kecil, dan saya merasa terhina, oleh sebab itu saya pun pastinya mengukur gaji guru bukan kepada UMR, sebab ukuran UMR itu untuk buruh yang saya kategorikan pekerja fisik, namun kepada gaji PNS sesuai dengan jenjangnya masing-masing, jadi saya tampak berwibawa sekali bila saya perpertanyakan komintmen dan liyalitas seorang guru yang saya dapati guru yang keluar dari sekolah saya untuk mengejas tes PNS.
Kalau begitu dari mana indikator kesuksesan guru dalam menunaikan tugasnya? Hehe banyak hal pastinya, diantaranya adalah :
- Seberapa banyak masalah akademik siswa
- seberapa banyak masalah akhlak siswa
- Seberapa banyak guru membantuk siswa dalam mengembangkan dirinya
- seberapa banyak masalah akademik dan akhlak siswa
jika ternyata saya mendapati guru tersebut berhasil meningkatkan kualitas akademik yang dilihat dari raport, atau berhasil menciptakan kedisiplinan anak yang telihat dari minimnya laporan pelanggaran kedisiplinan, atau membantu siswa mengembangkan dirinya yang terlihat dari peningkatan kemampuan siswa di luar akademik (ekstra kurikuler) maka saya akan memberi mereka reward, bila ternyata hasilnya konstan pastinya tidak akan saya kasih reward, namun saya tetap akan memanggil guru tersebut, kenapa tidak berhasil mengembangkan siswa, namun bila ternyata saya dapati ternyata anak-anak banyak masalah setelah ditangani guru tersebut, tentu saja ini harus diperingatkan.
Dengan proses begitu maka proses pembangunan sumber daya guru itu dilakukan secara adil, tidak secara kejam. Dan dengan begitu guru pun selain bekerja dan diawasi, mereka akan menyadari betapa kemampuan mereka begitu berkembang setelah kerja di sekolah saya dan betapa keluhan-keluhan karena gajinya sama dengan karyawan fisik itu semakin hari semakin berkurang.
Manajemen yang hebat
Manajemen yang hebat adalah sebuah kemestian untuk membangun organisasi yang adaptif terhadap berbagai macam perubahan. Anda mungkin akan mendapati beberapa institusi pendidikan yang amat powerfull di tahun 1990an, namun akhir-akhir ini ternyata institusi pendidikan tersebut sudah tenggelam namanya, jangankan unjuk gigi di tingkat provinsi, di tingkat kecamatan saja sudah berkeringat dingin bila ingin unjuk gigi.
Hal itu lazim terjadi bila manajemen institusi itu dipegang oleh orang yang memang tidak mengerti secara mendalam bagaimana mengatur dan mengorganisasi institusi. Saya tidak mau terjadi pada sekolah saya, untuk mengantisipasi itu pastinya saya pastikan bahwa manajemen yang akan saya desain adalah manajemen yang hebat.
Pertanyaannya adalah bagaimana membangun manajemen yang hebat. Bagi saya manajemen yang hebat dibangun dari kontrol dan kualitas manajemen yang hebat juga, ya minimal mereka mengerti organisasi, track recordnya dapat dilihat dari pengalaman organinisasinyanya, trus manajemen yang bagaimana yang akan didesain
Saya akan mendesain manajemen yang berbasis pada Job Disc dan SOP, hal ini saya buat supaya terbangun budaya kerja yang maksimal dan menghindarkan diri dari kepentingan pribadi, jadi semua orang tahu betul apa kerjanya saya, anda, dia dan mereka, apa target kerja saya, anda, dia dan mereka. Dari Job Dsic dan SOP saya evaluasi dan menilai kinerja. Fair sekali. Jadi tidak ada budaya bahwa manajemen itu tidak dievaluasi, semua dievaluasi, bahkan diganti bila masa kerjanya selesai.
Sadis? Saya kira yang namanya sadis itu hanya pada kesan, namun sebenarnya tidak. Cobalah sesekali anda tengok institusi pendidikan yang dulu hebat sekarang ringkih, you know apa itu penyebabnya? Salah satu penyebabnya adalah model manajemen keluarga yang diterapkan di institusi tersebut. Oleh sebab itu kenapa pesantren yang dibangun atas manajemen keluarga pada saat ini tidak lagi seksi untuk dilirik, meskipun mereka punya historis yang panjang, tapi itu masa lalu yang kini tinggal menjadi legenda.
Oya saya hampir lupa, salah satu fungsi manejemen adalah menyokong guru, dan mengevaluasinya. Sementara itu guru tidak bisa mengevaluasi manajemen, namun bisa memberi saran dan kritik. Yang mengevaluasi adalah pimpinan yaitu saya…. Hehe.
Fungsi sokongan dan evaluasi manajemen terhadap guru dapat tergambar seperti ini. Bila ada guru baru yang datang maka sejak awal saya akan berikan tugas dan target yang spesifik yang akan dievaluasi secara berkala oleh manajemen. Dalam kontek ini tidak ada lagi kondisi di mana manajemen meminta kepada guru atau kiaryawan untuk membuat program kerja sebab mereka sudah disibukkan oleh teknis.
Selain itu, untuk membangun suasana kompetisi yang positif, maka system penggajian yang akan saya buat adalah system penggajian yang baku dan yang berkembang. Maksud saya begini system penggajian baku terletak pada gaji pokok, transport dan kesehatan. Sedangkan system berkembang terletak pada KJM (kelebihan jam mengajar), kreasi dan kemampuan untuk membuat siswa berkembang lebih, nah di sini maka manajemen harus buat format bagaimana cara mengetahui kelebihan jam ngajar guru, bagaimana melihat kemampuan guru dalam membangun siswa yang lebih baik lagi. Hal ini tentu saja tidak bisa memakai model manajemen yang manual, tapi harus manajemen sistemik. So, tiap bulan guru gajinya tidak stagnan dan yang lebih menarik konsep entrepreneur di sini diterapkan, “siapa yang bekerja maksimal dia akan dapat lebih”.
Bila anda bertanya kepada saya apakah model sekolah ini bisa diterapkan oleh siapa pun? Maka jawabannya tergantung kepada kapasitas manajemen tersebut.
Satu lagi, untuk manajemen saya memastikan mereka harus buat LPJ sebagaimana kepala sekolah dan guru, maksimal 4 tahun sekali dan saya akan terapkan Tour of Dutty, seorang manajemen tidak boleh lebih dari 4 tahun untuk manangani satu bidang saja, pastinya saya akan mempergilirkan, bila yang awalnya nangani manajemen pendidikan, maka saya pergilirkan untuk menangani manajemen humas. Tidak ada all ini one, satu orang mengkoordinasi pendidikan, sekalian dapur, sekalian juga sarpras, model itu rakus dan tidak mendidik kancane untuk ngerti, saya akan fokuskan, humas ya humas thok, begitu juga dengan pendidikan yang fokus di pendidikan saja. Setelah selesai 4 tahun baru saya pergilirkan.
Sobat, itu saja mimpi saya. Moga tulisan ini selalu tersimpan menjadi mimpi besar saya dan saya amat bersyukur bila ada yang terinspirasi.
obsesi saya MENGUASAI MALANG bang romi...sensasional bukan??
BalasHapusGut Gut... saya doakan deh
BalasHapusamin..
BalasHapusJempol 1 milyart untuk obsesi yg mulia ini. smoga ALLAH mewujudkannya. amin.
BalasHapuswaktu muda dulu saya jg punya obsesi yg sama. namun ketika saya merasa bukan kapasitas saya, nanti hasilnya tidak maksimal. akhirnya minimal obsesi itu saya aplikasikan dg membuat pondasi dari rumah saja melalui 2 buah hati saya yang merupakan amanah ALLAH. ternyata saya takut berobsesi....he...he...
nah, saya tertarik dengan manajemen sistemik untuk "membayar" guru yang berhasil melejitkan potensi siswanya
BalasHapuskonsepnya gmana tuh mas???
nah, saya tertarik dengan konsep manajemen sistemik untuk penggajian guru yang dapat melejitkan potensi siswanya
BalasHapuspiye iki mas, tolong di share...
nah, saya tertarik dengan konsep manajemen yg sistemik untuk sistem penggajian dengan mengukur keberhasilan guru dalam melejitkan potensi siswa
BalasHapusshare ya pak konkritnya getu loh...
nyobo dulu
BalasHapuskonsep dasarnya, reward and funishment, tinggal disepakati aja prestasi apa saja yang perlu di beri reward, masalah bentuknya dibuat kesepakatan aja.... konsep ini biasanya dipakai perusahaan, tapi bagus juga tuh kalau diaplikasikan di sekolah, hanya saja spiritnya dijaga
BalasHapus4bunda yara, sekecil apa pun obsesi kita, yang penting adalah nilai kebaikannya.... memang tidak bisa setiap orang harus berobsesi besar, karena setiap orang sudah diberikan perannya masing-masing
BalasHapus@ na_blogPPsTekPen. silahkan... makasih sudah nyambangi
BalasHapus