Minggu, 19 Mei 2019

SANTUNAN DAN KEMATIAN PEJUANG DEMOKRASI




Cerita pilu Pemilu 2019 terus menghiasi warta berita baik berita televisi, media cetak, maupun media online. Bisa dikatakan tingkat kematian pelaksana pemilu ini tertinggi sejak pemilu pertama di negeri ini yang dilaksanakan pada tahun 1955.
Terlepas dari hiruk pikuk politik yang ada, kematian ini menyisakan persoalan yang besar yaitu :

  • Beban ekonomi keluarga yang ditinggal sebab ada orang yang harus tetap hidup misalnya anak anak dan pasangan.
  • Pertanyaan besar apa penyebab kematian yang begitu banyak ini
Pada akhirnya, mereka yang meninggal dunia, sakit dan cacat menerima santunan dari pemerintah dengan nominal yang berbeda beda. Merujuk kepada beberapa media, berikut ini adalah besaran santunan yang diperoleh penyelenggara yang terkena resiko 
  • Meninggal dunia akan mendapat santunan sebesar Rp 36 juta
  • Mengalami cacat permanen mendapat santunan sebesar Rp 36 juta
  • Besaran santunan penyelenggara yang mengalami luka berat Sebesar Rp 16,5 juta
  • Luka biasa mendapat santunan Rp 8,25 juta


Mereka yang mengalami resiko diatas dan terverifikasi sahih, dana pun akan ditransfer ke rekening yang bersangkutan atau rekening ahli waris. Dalam hal ini, santunan tersebut layak diapresiasi, sebab hal tersebut menunjukkan adanya kepedulian pemerintah terhadap resiko yang akan di terima penyelenggara, sekaligus meringankan beban ekonomi keluarga yang ditinggal.
ANGKA KELAYAKAN SANTUNAN
Keluar dari kemelut kegiatan lima tahunan demokrasi di Indonesia, kita tarik pada resiko bahwa kematian itu, siapa pun bisa mengalaminya, sebab kematian adalah sisi lain dari kehidupan. Bisa saja beragam ikhtiar sudah dilakukan baik menjaga kesehatan, menjaga pola makan, olahraga teratur. Namun bisa jadi kematian justru datang dari kecelakaan, atau dalam hal lain yang tidak terduga, oleh sebab itu banyak ahli keuangan menamanakan kematian sebagai kejadian uncertainty off occurrence and uncertainty of loss.
Kematian memang menyisakan banyak persoalan jika tidak disikapi secara bijak. Persoalan terbesar adalah persoalan keuangan. Persoalan yang pertama dibahas adalah persoalan hutang. Agak jarang memang orang pada hari ini bisa tidak memiliki hutang sama sekali, sebab beragam fasilitas hutang yang dicover dalam bentuk kredit ini sangat luar biasa variatif dengan segala fiturnya. Begitu pula dalam hal bisnis. Hutang ini perlu segera dibereskan jika tidak ingin menjadi beban yang bersangkutan.
Namun pertanyaannya adalah jika asset pun tidak mencukupi untuk mentutupi hutang, harus pakai dana apa lagi ? banyak ahli waris kemudian menolak membayar hutang karena selain tidak mau ribet juga banyak hutang tersebut tidak melibatkan keluarga sejak dari awal. Ini persoalan yang pelik secara fiqih.  
Persoalan yang tidak kalah peliknya adalah kematian kepala keluarga juga berarti kematian secara pendapatan. Terlepas apakah suami isteri yang bekerja atau suami saja yang bekerja, namun wafatnya suami dimaknai berhentinya pendapatan bulanan yang biasa diperoleh dari hasil kerja suami. Dengan kata lain, keluarga memasuki fase bangkrut secara ekonomi.
Bagaimana jika istri juga bekerja, tentu ini lain hal, sebab masih ada pemasukkan keluarga dari pihak istri, namun yang pasti seluruh tagihan tagihan ini akan ditanggung oleh pihak istri sendirian.
PERSOALAN SEBENARNYA
Sebelum terlalu jauh menohok masuk bagaimana menghitung angka kelayakan. Mari sejenak menengok ke belakang, pernah kah kita belajar ilmu ngatur duit ?  Edukasi keuangan adalah edukasi yang banyak tertinggal dibandingkan edukasi yang lain, kehidupan manusia yang sejak lahir sampai meninggal pun selalu melibatkan uang justru tidak pernah dilirik untuk menjadi bagian edukasi utama di sekolah.
Peninggalan terakhir edukasi keuangan yang masih kita ingat sampai saat ini adalah pepatah menabung pangkal kaya. Pepatah ini mungkin saja lahir saat inflasi masih kecil belum mengganas. Biaya administrasi perbankan pun masih rendah. Tapi hari ini dana tabungan siapa pun akan tergerus inflasi yang konsisten menurukan nilai mata uang, begitu pula biaya administrasi perbankan yang menarik biaya pengelolaan tiap bulan.
Dari edukasi minim ini kemudian, segala konsep manajemen keuangan untuk jangka pendek, menengah dan panjang ini habis dimakan oleh pengeluaran yang tidak produktif.
IKHTIAR PROTEKSI PEMASUKAN
Apa yang dilakukan pemerintah memberi santunan finansial kepada keluarga penyelenggara adalah upaya sederhana untuk menjaga siklus keuangan meski untuk sementara waktu saja.
Misalnya keluarga penyelenggara memiliki pengeluara rutin sebesar Rp 3,6 juta per bulan, maka dana santunan pemerintah itu hanya bisa digunakan untuk pengeluaran selama 10 bulan saja, itu pun belum dihitung biaya pemakaman dan beberapa prosesi lainnya.
Bulan bulan selanjutnya keluarga yang ditinggal harus survive melakukan segala macam ikhtiar yang bisa dilakukan untuk memastikan anak anak bisa sekolah.
Beruntung jika yang meninggal tersebut memiliki asset yang terus menghasilkan uang dalam putaran yang cepat. Misal toko, atau hal lain yang sifatnya menghasilkan. Namun saat ini agak jarang orang memiliki hal tersebut, apalagi di kota besar yang kebanyakan  bekerja di kantor.
Apa ikhtiar keluarga untuk menjadi pemasukkan tetap terjaga meski kepala keluarga wafat ? ini pertanyaan mahal jika dicarikan jawabannya. Jaman dulu saat setiap keluarga punya kolam ikan,kebun dan sawah cukup luas, mungkin asuransi jiwa tidak terlalu mendesak dimiliki, sebab warisan berupa aset tanah, sawah, kebun dan kolam ikan ini bisa dipergunakan untuk menopang ekonomi keluarga.
Tapi hari ini saat lahan semakin sempit, tentu saja wafatnya kepala rumah tangga berarti wafatnya pemasukan yang dapat menopang kehidupan keluarga.  Oleh karena itu, para perencana keuangan merekomendasikan setiap keluarga memiliki Asuransi Jiwa.
Cara kerja Asuransi jiwa itu simple, Anda ikut iuran membayar premi sesuai yang disepekati dengan nominal uang pertanggungan (UP) senilai tertentu. Saat Anda meninggal dunia dalam periode akan, maka keluarga yang ditinggal akan menerima santunan sesuai dengan UP yang disepakati.
BERAPA UP YANG PAS ?
Banyak teori cara menghitung Uang Pertanggungan yang pas, namun cara yang paling sederhana adalah dengan menghitung nominal pemasukan dikali 100. Jika pemasukan seorang suami sebesar Rp 5 juta, maka total uang pertanggungan yang harus disiapkan adalah senilai Rp 500 juta. Berapa preminya ? setiap perusahaan asuransi berbeda beda dalam mematok premi. Namun setahu saya takaful keluaga cukup murah preminya. Detailnya bisa kontak wa di 081515155106.
DAYA BELI MASYARAKAT
Menurut Larry Winget “Tidak ada yang namanya masalah keuangan, yang ada adalah masalah prioritas.”
Larry Winget  ada benarnya juga. Beberapa kali saya presentasi pentingya memiliki asuransi di setiap keluarga, salah satu perangkat desa menyampaikan keluhan daya beli masyarakat yang rendah, jangankan berfikir untuk asuransi, untuk kebutuhan sehari hari saja pun masih kesulitan.
Bisa jadi ada benarnya, namun saya coba bertanya, suami panjenengan setiap hari bisa menghabiskan berapa batang rokok rata rata setiap hari ?  jawabannya mengejutkan, rata rata 1 bungkus rokok dengan rata rata harga kisaran Rp 13 ribu.
Rp 13 ribu adalah uang yang cukup besar jika dihitung 1 bulan senilai Rp 390 ribu. Sementara Premi Asuransi Jiwa hanya Rp 250 ribu per tahun.
Nah sudah kebayang kan kenapa minim edukasi finansial ini benar benar mengerikan efeknya ? kalau begitu ayo kita hitung kembali rencana keuangan kita dan mari melakukan langkah sederhana, yaitu giat bekerja untuk menaikkan pendapatan, pada saat yang sama pangkas segera pengeluaran yang tidak efisian.  


1 komentar

  1. This piece of writing is in fact a nice one it assists new internet people,
    who are wishing in favor of blogging.

    BalasHapus


EmoticonEmoticon