Jumat, 25 Desember 2009

Mengatur Obsesi


Obsesi biasanya dimiliki oleh orang berakal dan oleh organisasi pembelajar, mungkin hanya orang yang nirakal dan organisasi yang biasa saja yang belum berani untuk berobsesi, nah tulisan kali ini saya tidak akan banyak membahas tentang bagaimana mengatur obsesi seseorang, tapi yang akan saya bahas di sini adalah bagaimana mengatur obsesi organisasi.


Sudah menjadi kebiasaan bagi para organisatoris untuk menancapkan cita-cita yang tinggi yang obsesif, namun yang dialpakan adalah bagaimana menata obsesi itu sehingga bisa menjadi obsesi itu menjadi bangunan pikiran yang terasa lancar sekali untuk direalisasikan. Karena lupa bagaimana mengatur dan menata obsesi, akibatnya para pelaku organisasi itu merasa keletihan sebelum mereka sadar bahwa obsesi yang mereka canangkan baru separuh jalan, belum lagi ternyata di saat mereka keletihan, para pasukan yang selalu setia berjuang bersamanya mulai meragukan kemampuan panglimanya untuk membawa mereka ke garis finish, akibatnya mereka yang semula begitu tercengang dengan cita-cita besar panglimanya, kini mereka mulai bersikap realistis bahwa perljalanannya masih panjang sementara panglima tampak semakin terlihat ringkih.


Ada 3 hal penting yang perlu dipikirkan oleh para pelaku organisasi dalam mengatur obsesinya, pertama membaca kondisi internal organisasi, kedua membaca kekuatan SDM, ketiga besarnya impact yang bisa dihasilkan dari obsesi tersebut. 3 hal diatas merupakan langkah realistik untuk menciptakan kerja-kerja besar sebagaimana yang diinginkan para pelaku organisasi di dalamnya.

1. Kondisi Internal Organisasi

Kondisi internal organisasi cukup penting untuk dilihat sebelum melangkah terlalu jauh dalam merealisasikan obsesi-obsesi besar organisasi, sebab kondisi internal ini yang akan menentukan apakah obsesi ini harus dijalankan sekarang juga, atau perlu ditunda menunggu hari yang baik. Ada hal-hal penting dalam membaca kondisi internal organisasi, yaitu pertama apakah visi organisasi pada saat ini memprioritaskan pada pembangunan infrastruktur dan penambahan sdm atau tidak? Untuk organisasi yang sedang berkembang, biasanya memang kerja-kerja pelaku organisasi di dalamnya banyak terfokus pada pengadaan saran prasarana, dan penambahan SDM untuk menunjang kegiatan organisasi. Nah bila kondisi internal organisasi ini banyak terfokus kepada itu, maka program yang bersifat pengembangan sebaiknya ditahan dulu, bila tidak, maka kekalutan fikiran yang dihadapi pelaku organisasi akan pasti terjadi, sebab di saat mengevaluasi program pembangunan infrastruktur itu belum selesai, ternyata program pengembangan ini juga perlu dievaluasi dan ditindaklanjuti. Sementara itu untuk program pengembangan sebaiknya ditahan dulu dipakai untuk membuat program pembangunan kualitas organisatoris yang ada di dalamnya. Namun saya biasanya para organisatoris obsesif biasanya termakan oleh ego keperkasaannya, hal ini terlihat dari kata-katanya yang biasa keluar “kita lakukan semuanya, pembangunan iya dan pengembangan juga iya”.


2. Kekuatan SDM

Kekuatan SDM ini yang menjadi faktor penentu apakan obsesi yang digemakan oleh para pelaku organisasi itu akan berjalan baik atau tidak, sebab menurut Sun Tzu “janganlah melihat pasukan dari total numeriknya saja, namun lihatnya keahliannya” . ungkapan Sun Tzu bisa jadi ada benarnya juga, sebab pada kenyataannya, kebesaran mimpi ternyata dikerdilkan oleh kapabelitas para pengangkutnya. Maksud saya, di saat para organisatoris ini berobsesi besar, maka jangan lupa untuk mencanangkan obsesi menciptakan manusia-manusia unggul untuk mengangkut obsesi-obsesi besar para panglimanya.


3. Impact

melihat impact yang bisa dihasilkan seringkali terhalang kabut, sebab disaat mencanangkan sebuah obsesi besar, biasanya ada beberapa selimut yang dapat menghalangi seseorang untuk melihat dengan jernih impact yang dapat dihasilkan dari obsesinya. Selimut itu ternyata datang dari semangat besar yang tidak didasari oleh pertimbangan kritis, dan dari pelaku organisasi yang amat terpukau dengan keberhasilan tetangganya, sehingga dia mengadopsi program tetangganya tanpa mempertimbangkan aspek filosofis dari program tersebut. Ditambah lagi ada obsesi besar untuk menjadi yang tidak terkalahkan, sehingga semua upaya ditempuh untuk itu

Salah satu cara untuk melihat impact dari program yang akan dibuat oleh pelaku organisasi dapat dilihat dengan melihat beberapa pertimbangan pertama apakah impact itu dapat terlihat dalam waktu pendek atau jangka panjang, kedua apakah impact tersebut akan terlihat hasilnya namun belum dibutuhkan saat ini, ketiga apakah impact tersebut kecil. Bila impactnya kecil sebaiknya obsesi itu disimpan, sampai ada kesempatan yang dapat membuat obsesi itu berimpact besar.


Kalau begitu apa yang harus dilakukan? Menurut saya, sebaiknya para pelaku organisasi menuntaskan dulu obsesi yang berimpact besar yang dapat dirasakan segera, setelah itu baru melangkah pada obsesi yang berimpact besar namun membutuhkan waktu yang lama. Sebagai contoh, untuk guru di sekolah swasta, sebaiknya terobsesilah untuk membantu guru dalam menuntaskan persoalan keseharian yang memang belum dikuasai oleh kebanyakan guru, seperti mengimplementasikan Quantum Learning dalam pengajaran di sekolah, memodifikasi perilaku siswa, administrasi kelas, membuat RPP, mengajari penelitian tindakan kelas (PTK), setelah itu terlampaui dan anda merasa memang hasilnya maksimal .


Sebagai penutup tulisan ini, mungkin beberapa diantara kita mungkin berfikir untuk tidak perlu neko-neko dalam berobsesi, namun biasanya, organisasi yang tidak dipenuhi oleh Obsesi biasanya selalu menjadi organisasi yang khawatir untuk menjadi leader dalam bidangnya, bahkan merelakan dirinya untuk selalu mengekor kepada orang lain. Sementara itu obsesi yang terlalu penuh dalam kepala organisasi, disadari atau tidak justru sedang menciptakan organisasi yang penuh keletihan dan kelelahan karena mengejar obsesi yang tidak terukur hasil akhirnya, nah manajemen obsesi ini, memungkinkan pencapaian obsesi organisasi ini terukur dan terprediksi hasilnya, namun energi yang dikeluarkan terasa lebih ringan. Masih menurut Sun Tzu ”di saat anda memutuskan untuk menyerang, pastikan bahwa kemenangan ada di tangan anda”. Relevansinya dengan manajemen obsesi di sini adalah, di saat organisasi anda mencanangkan sebuah obsesi, pastikan bahwa obsesi itu membawa dampak semaksimal yang anda inginkan.


Kalau begitu, apakah anda masih ingin punya obsesi? Atau malah mencanangkan obsesi baru yang lebih sempurna? Wallahu a’lam, mungkin anda punya pendapat lain?

2 komentar

  1. senang tuh bang, dengan pendapatnya Sun Tzu,

    ”di saat anda memutuskan untuk menyerang, pastikan bahwa kemenangan ada di tangan anda”

    ada intuisi yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin...

    BalasHapus
  2. Bener Un, setahu saya intuisi muncul saat data valid kita sudah lengkap. tanpa data, intuisi patut dicurigai dan tentu saja lebih baik bila datang ke ustadz dwi untuk diruqyah.... hehehe

    BalasHapus


EmoticonEmoticon