Sabtu, 03 Oktober 2009

KEBIJAKSANAAN LAMA DAN KONTRANYA

Kehati-Hatian dan Kecepatan

Banyak sekali pelajaran yang bisa didapatkan dalam hidup ini. Pelajaran ini hanya berlaku bagi mereka yang bersedia untuk duduk sejenak menyimpan ego mereka, sambil menghela nafas, menenangkan fikiran dan hati dan kemudian mereka berkata kepada mereka sendiri “apa arti kejadian ini untukku?”. Dan beruntungnya pelajaran hidup ini bisa didapatkan tanpa belajar di bangku sekolah.


Kita cukup beruntung memiliki nenek moyang yang tidak egois, mereka menurunkan pelajaran hidup mereka ke generasi setelahnya melalui beragam sarana seperti cerita, pantun bahkan mitos. Meski pun perlu diakui dalam beberapa hal (seringnya) pelajaran hidup ini diturunkan kakek nenek kita melalui cara yang otoriter, sehingga ruang-ruang diskusi untuk mempertanyakan dan memahami kebenaran pelajaran hidup ini menjadi tertutup. Padahal sepengetahuan saya, ruang diskusi untuk memahami pelajaran hidup dari nenek moyang ini adalah pelajaran beribu-ribu sks untuk memungkinkan generasi setelahnya memiliki akal-akal besar untuk menciptakan pelajaran hidup yang lebih baru dan segar.


Seiring dengan perjalanan waktu, maka pelajaran hidup yang telah dipahami ini menjadi tesa oleh kenyataan lain yang berlaku dilapangan yang menjadi antitesa. Disparitas antara tesa dan antitesa ini menghadirkan nilai baru yang menjadi sintesa, hal ini membuat kebanyakan manusia normal merenungi dan memahami kembali nilai-nilai yang selama ini dipeganginya. Setahu saya kebiasaan untuk menyempatkan waktu untuk merenung adalah kebiasaan yang dapat membuat orang semakin arif, di mana dia akan mempunyai banyak alternatif jawaban untuk sebuah persoalan.


Ada satu kebijaksanaan lama yang kini memperoleh kontranya yaitu kehati-hatian dan kecepatan. Apakah saya mau mempertentangkan antara kehati-hatian dan kecepatan, tidak, Cuma aksiomanya adalah semakin seseorang itu hati-hati maka perjalanannya semakin lambat, dan semakin seseorang itu berjalan dalam hidupnya dengan penuh kecepatan maka unsur kehati-hatian menjadi semakin berkurang. Sekali lagi ini hanya kebiasaan orang, kalau anda bisa cepat namun dengan unsur kehati-hatian yang ekstra tinggi, ya kemungkinan anda orang yang luar biasa, yang bahasa jawanya dinamakan manusia abnormal (xixixixi).

Penuh Pertimbangan

Dalam budaya timur, manusia yang penuh pertimbangan biasanya disebut sebagai orang yang bijaksana, jadi hal biasa bagi seorang Sultan atau Raja untuk keluar dari rutinitas menyepi untuk mempertimbangan segala hal sebelum mengambil sebuah keputusan yang tepat. Hal ini bisa dipahami kerena sekali keputusan itu keluar, tiada dapat ditarik kembali dan keputusan ini pastinya akan berimpact banyak kepada rakyatnya, negaranya dan kekuasaannya.


Do you know, jangan dikira jatuhnya Soeharto itu murni atas desakan Mahasiswa, asal tahu saja Soeharto menentukan tanggal kejatuhannya berdasarkan hitungan penanggalan jawa yang dikaitkan dengan kejayaan dan kejatuhan manusia. Jika memilih tanggal tersebut untuk menanggalkan kekuasaanya, maka Soeharto tidak jatuh ke lantai semen tapi jatuh ke kasur empuk. Dan hingga akhir hayatnya apa ada persoalan hukum yang berhasil menyeretnya ke penjara?

Saya tidak merekomendasikan anda untuk memakai primbon jawa dalam menentukan pilihan demi pilihan dalam hidup anda, namun pesan yang dapat diambil dari kejadian ini adalah bahwa semua hal ada pertimbangannya.


Namun di sisi lain ternyata ada juga sikap yang perlu kita renungkan kembali yaitu kecepatan, mereka yang cepat mengambil keputusan biasanya cepat bertindak dan cepat pula belajar, dan sejujurnya sikap ini yang (menurut saya) membuat manusia kuat berjuang di era yang kompetitif saat ini. Apa lagi semenjak dunia ini saya terkoneksikan maka dunia pun serasa terangkum dalam satu kata “klik”. Jadi apa pun bentuk perubahan dan apa pun informasi yang berada di belahan dunia akan dengan cepat diketahui oleh manusia di belahan dunia lain, bila informasi tersebut sudah tersimpan di server.


Interkoneksi ini kemudian membawa konsekwensi yang membuat arus informasi ini sangat menjadi semakin deras, perubahan menjadi makanan sehari-hari, and you know bahwa manusia yang penuh pertimbangan pun kemudian menjadi tampak jadul sekali , sementara itu pepatah “siapa cepat dia dapat” tampak berjaya sekali di depan pepatah “ siapa yang bersabar maka dia akan sampai” yang tampak semakin ringkih. Dan lambat laun manusia penuh pertimbangan yang hati-hati ini kemudian mundur teratur mencari tempat yang tenang dan tempat tenang itu ternyata ada di hutan dan di kuil.

Apakah manusia yang berorientasi kepada kecepatan ini tidak pernah merenung sebelum mengambil keputusan, setahu saya pengambilan keputusan mereka biasanya didasari oleh kekuatan data, dan intuisi, jadi mereka tidak perlu mencari wangsit atau mimpi apalagi perhitungan primbon (kecuali mereka yang masih percaya itu).

Saya kemudian berfikir apakah kecepatan dan kehati-hatian itu berlawanan, sebab pada kenyataannya seringkali beberapa diantara kita di saat meminta teman kita yang slow learner itu untuk lebih gesit bekerja, jawaban mereka biasanya “iya yang sabar dong mas”.

Secara pribadi saya berpendapat bahwa kecepatan dan kehati-hatian bukan pada posisi berlawanan, namun justru pada posisi yang saling mendukung. Maksud saya bila bekerja, maka kondisi hati harus dalam posisi yang hati-hati sementara pada tataran teknis, unsure kecepatan dan ketepatan (kalau boleh di tambah) menjadi sebuah kemestian.


EmoticonEmoticon

:)
:(
hihi
:-)
:D
=D
:-d
;(
;-(
@-)
:P
:o
:>)
(o)
:p
(p)
:-s
(m)
8-)
:-t
:-b
b-(
:-#
=p~
x-)
(k)