Kamis, 09 Oktober 2008

25

false false false IN X-NONE AR-SA MicrosoftInternetExplorer4

Banyak cara orang menanggapi angka 25, ada yang menyambut dengan gembira ada juga yang menyambut biasa saja, namun bagi saya 25 tentu punya tempat tersendiri, sebab 25 merupakan usia kematangan (ini pandangan subjektif saya), usia di mana Rosul menikah dengan janda kaya, Khadijah; dan usia 25 adalah usia saya sekarang, setelah kemarin tanggal 23 September berulang tahun. Tidak banyak yang tahu, memang sengaja tidak saya sebarkan. Cara ini saya pertahankan sampai saat ini. Beberapa sahabat saya mengucapkan selamat dan saya tanggapi seperti biasanya.


Banyak orang yang tahu bahwa emas itu bagus dan ikan piranha itu ganas, banyak juga orang meyakini bahwa badai tidak akan selamanya berderu, namun belum begitu banyak yang paham mau diapakan emas itu, diapakan kekuatan piranha itu, apa yang akan dilakukan setelah badai mereda, sekali lagi tidak banyak yang mengerti, sebab itu membutuhkan pemikiran 1 tingkat lebih tinggi. Nah pikiran itu yang meneracau dalam pikiran saya sekarang; mau diapakan usia 25 itu?.


Butuh penjelasan yang mendalam untuk mengetahui makna di balik 25 itu, minimal saya harus memahami tabir misterius yang menyelimuti angka 25 ini dalam hidup saya, persoalan ini justru membuat saya semakin jelas bahwa tabir itu hanya bisa diketahui bila ada upaya untuk membukanya; dari pada berpusing ria bertanya ke DK atau ke manusia yang katanya pinter. Sejak kecil saya memang tidak bisa mengerti dengan alur logika mereka yang datang ke DK atau ke tempat keramat, dan kebetulan saya selalu tidak peduli dengan pekerjaan yang tidak bisa saya pahami.


Sampai suatu saat saya mendapati John Maxwell berpendapat bahwa salah satu kekeliruan terbesar yang paling sering terjadi adalah pandangan bahwa kesuksesan bisa didapatkan berkat bantuan orang jenius, padahal setiap orang bisa melakukan hal itu. Logika ini rupanya lebih bisa dipahami daripada wejangan orang pinter, saya pun kemudian mengambil kesimpulan bahwa tabir itu bisa dibuka dengan segala upaya untuk menembus batas. Di saat kerja-kerja kita yang sudah meregang batas, maka mungkin saja pemandangan indah akan hadir dari sela-sela kita menerabas ilalang.


Tentu tidak selesai bila pikiran umum serta semangat saja, namun butuh pengertian dan langkah yang lebih mendetail untuk menuju itu, tahap demi tahap mulai saya jalani, ilalang demi ilalang sudah saya buka, namun perjalanan seamakin melelahkan. Saya malu dengan baginda Rosul, mungkin kalau beliau hadir di sisi saya, malunya saya minta ampun, kalau saya di tanya


“Romi Income kamu berapa?”

“Kurang lebih seribu”

“Rom..rom, maskawin saya loh 1 Milyar”


Puih gak ada yang bisa saya banggakan, secara finansial aja sudah kalah apalagi yang lain. Nah dari sisi itu saja saya memang belum punya hal yang membuat saya bangga, so buat apa bangga. Namun yang pasti sikap positip dalam melihat hidup saya selalu saya jaga, dan memang banyak juga pengaruhnya dalam hidup saya.


Kira-kira pengalaman apalagi yang akan saya arungi? Ha..ha insyaallah selalu menarik untuk ditulis.


Memang terkadang terselip semangat meluap-luap, ya kurang lebih semangat anak yang baru meniti karir. Slogan yang selalu ada adalah "bisa, selalu bisa" seperti anak yang baru keluar dari ruangan pelatihan. Mungkin juga karena tersihir juga oleh mantranya SBY JK, "bersama kita bisa", namun pertanyaannya adalah bersama (siapa kita) kita bisa (apa), maaf Gus Sholah minjam ungkapanne panjenengan.


Semangat selalu harus ada, namun bagaimana semangat itu berbanding lurus dengan hasil balik yang bisa diterima, bahasa kerennya adalah returnnya. Terus terang saya sendiri merasa bosan dengan segala macam bentuk perencanaan dan tektek bengeknya, bahasa gaulnya rencana stategis. Capek rasanya mengikuti alur perencanaan konvensional, mulai dari pertama melakukan refleksi mendalam, menghayati benar kekurangan dan kelemahan diri sendiri, setelah itu baru melakukan pekerjaan-pekerjaan yang dilandasi hasil refleksi itu yang disertai target-target. Saya sudah males benar, hampir-hampir saja saya mati kepayahan merealisasikan cara itu.


Tadi siang saya membaca tulisan Hermawan Kertajaya tentang Back to the Future yang dimuat di kompas, mengutip ucapannya Mintzberg, perencanaan menurutnya sering gagal mengidentifikasi perubahan yang terjadi yang akan berdampak kepada sebuah organisasi. Ada pola pikir baru yang lebih relevan untuk pencapaian yang lebih maksimal yang menurutnya dinamakan sebagai "strategic marketing" strategic marketing ini tidak berorientasi pada masa lalu namun berorientasi kepada masa depan. Bila renstra bersifat kaku karena berorientasi masa lalu, adalah strategic marketing justru sebaliknya, ia sangat fleksibel sesuai dengan perubahan yang ada, karena ia dibentuk berdasarkan prediksi masa depan.


Pertanyaan selanjutnya kemudian bagaimana prediksi saya tentang dunia yang akan saya jalani di masa depan, nah lagi-lagi di usia ke 25 tahun saya masih remang-remang membaca masa depan saya, padahal the future is now, waduh apa lagi ini, saya lagi-lagi geleng-geleng kepala. Saya benar-benar merasa bodoh......

1 komentar

  1. ada sebuah cerita antara seorang klien yg sedang bingung dengan keputusan2 hidup yg hendak diambilnya. lalu ia datang ke seorang psikolog utk mencari pencerahan.sang klien akhirnya cerita ngalor ngidul menceritakan keluh kesahnya kepada sang psikolog.sang psikolog pun mendengarkan dengan seksama dan sesekali mengangguk2an kepalanya.setelah sang klien cerita panjang lebar, sang psikolog pun mengatakan pd klien tsb. "Sebenarnya percuma Anda datang kepada psikolog utk meminta keputusan ttg hidup Anda. saya hanya bisa kasih saran dan masukan saja. selebihnya diri anda sendiri yg bisa memutuskan. karena keputusan bukan pada orang lain, tapi pada diri sendiri!"
    Hehe... memang psikolog itu sukanya mendengarkan dan ngomong ya... afwan sekedar mampir saja.

    BalasHapus


EmoticonEmoticon