Bila Freud mengatakan bahwa masa remaja khususnya masa puber adalah masa peralihan yang tidak jelas, menurutnya masa ini adalah masa yang penuh badai dan gelombang, gambarannya cukup dramatik, sebab ia ingin menjelaskan bahwa periode ini adalah periode yang penuh persoalan, begitulah penjelasan sederhananya. Pernyataan Freud ini ternyata mengalami pembenaran, sebab kenyataan empirik memang berbicara itu, hampir-hampir saja pernyataan Freud ini mulai dianggap sakral, sebab begitu ampuhnya dia dalam menelaah remaja.
Tentu sulit rasanya bila saya bertanding dengan manusia sejenius Freud, sebab sekali tatapan saja, dia mampu menelisik sisi neurotik saya, namun saya justru hendak mengetengahkan sisi lain yang ternyata dimiliki oleh remaja, yaitu potensi idealisme yang tinggi.
Potensi memang barang tambang yang akan menjadi cantik dan berharga bila disentuh oleh ahlinya, jadi persoalan idealisme akan mekar dalam diri remaja bila ia dalam lingkungan yang menguatkannya. Nah bagaimana bila ia hadir di tengah-tengah lingkungan yang tidak kondusif, ada dua kemungkinan, dia akan mati idealismenya, atau dia akan mengembangkan idealismenya sendiri yang tentu saja akan hadir dalam bentuk yang kontradiktif, kecuali bagi mereka yang jiwanya selalu berloncatan kepada fitrah.
Saya sendiri beberapa kali mengalami kesulitan yang luar biasa dalam menghadapi mereka, namun azam adalah azam yang harus kokoh mesti persoalan selalu membuat hati ini jengkel. Dan ternyata optimisme saya itu berbuah hasil. Bagaimana hal itu terjadi? Tentu banyak variabel, namun saya tidak berani untuk berkata bahwa ini sudah berhasil, sebab perjalanan mereka lebih panjang dari pada saya.
Salah satu yang membuat mereka banyak berubah adalah konsistensi dalam membombardemen mereka dengan persoalan demi persoalan yang dapat membuat mereka berpikir panjang akan dirinya, perjuangan hidupnya dan kepada siapa hidup ini dipersembahkan, hanya itu? Belum, namun yang paling kuat adalah kedekatan dan ketegasan dalam bentuk aksi yang nyata.
Semula saya mengira bahwa ketegasan adalah kontra kedekatan, bila ingin membangun kedekatan maka kurangi ketegasan, namun dengan perenungan yang cukup panjang dan saya coba merefleksikan berbagai pola tempahan pendidikan yang saya terima baik di pesantren, kuliah bahkan pola pendidikan Bapak dan Mamah di rumah, tentu membuat mozaik dalam jiwa saya terangkai semakin lengkap.
Alhasil saya coba untuk cukup dekat namun saya cukup waspada bila melihat kejanggalan yang ada pada diri mereka. Lumayan lah hasilnya ada perkembangan, meski posisi saat ini masih jauh berada di bawah harapan ideal saya. Saya hanya menduga hal ini terjadi karena keterbatan yang dimiliki oleh pendamping, termasuk saya sendiri.
Target yang harus dituntaskan adalah, mereka hapal 3 juz ketika kelas 3, bahasa Inggris aktif, nilai akademik minimal 8, serta tingkat kemandirian yang di atas rata-rata. Saya mencoba berfikir apa saya bisa melakukan itu dan siapa saja tim yang akan saya ajak untuk merealisasikan projek ini.
Tim sudah ada dan hanya satu kata yang dipegang; "Just do itu". Alhamdulillah dalam 3 bulan sudah ada yang hapal juz 30, ada yang baru hapal 1/2 juz dan yang paling rendah adalah An Naziat. Bagaimana dengan akademik, saya coba hubungi wali kelas 7, Bu Yunis
"Alhamdulillah pak Romi anak-anak boarding di atas rata-rata"
Setelah itu saya hubungi wali kelas 8 Bu Mia setelah saya tahu bahwa 3 anak boarding diremidi
"Mereka diremidi karena tidak bertanya kalau gak mengerti"
Itu jawaban yang saya terima dari beliau.
Pada waktu yang lain saya bertanya juga kepada salah satu guru; beliau bilang
"alhamdulillah Pak Romi anak boarding sudah terlihat semangat dalam belajar, begitu juga inisiatif dan keaktifannya.
Sebentar saja hati saya berbunga-bunga, ternyata tidak sia-sia. Nah kemarin saya baca tulisannya Rhenald Kasali, kapan perubahan itu di mulai; perubahan itu dimulai menurutnya di saat kita berada titik euforia dengan segala kemenangan yang telah kita alami. Nah kondisi psikologis itu yang saya kondisikan semampu saya. Sebab salah satu ketakutan yang saya miliki adalah munculnya satu kejadian yang sama sekali di luar prediksi. Beberapa kali saya pernah mengalami hal itu dan untuk merecovery-nya butuh waktu yang cukup lama.
Sebentar saja setelah berdiskusi ringan tentang perkembangan pendidikan di institusi saya yang butuh banyak pembenahan cukup membuat jiwa saya waspada, sebab tiada satupun yang tidak berubah kecuali perubahan itu sendiri, hari ini baik maka esok mungkin sebaliknya, Change is the only evidence of life, kata esayist Evelyn Waugh.
Sempet beberapa kali saya mengalami persoalan psikologis yang biasa terjadi pada orang yang bekerja dibawah tekanan, “target dapat membuat orang bekerja keras, namun dalam level tertentu dia melakukan hal-hal yang tidak masuk akal” beberapa kali saya sempat berfikir bahwa remaja yang saya bina ini tidak tampil seperti yang saya bayangkan, namun sejenak saya pun kembali berfikir bahwa mereka punya dunia sendiri dan punya mekanisme tersendiri untuk menyelesaikan persoalannya sendiri, dengan mengusap wajah saya, saya pun beristighfar.
Beberapa kali saya pun mengalami patologi yang biasa terjadi pada guru, yaitu memandang definisi keberhasilan hanya dari sisi pencapaian kognisi saja. Pola pikir ini cukup picik, namun lagi-lagi saya dengan pandangan asasi yang saya yakini tentang manusia kembali tersadar bahwa siapa pun memiliki cara sukses sendiri-sendir, mereka mencari pintu-pintu keberhasilan menurut versi mereka meski melalui lubang angin.
Itu perkembangan terakhir yang bisa saya pahami dari anak-anak remaja yang saya bina sebelum liburan ramadhan itu menyapa.
Ads 970x90
Selasa, 23 September 2008
Bukan Cerita Bohong
Related Posts
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
EmoticonEmoticon