Hmmm. Zarindast ini selalu saja memberi perasaan iri, dia bisa dan saya pasti juga bisa, hanya saja apa yang membuat zarrindast itu berbeda dari orang biasa, yang berserakan bagai tebaran bunga yang satu sama yang lainnya dianggap sama. Pikiran ini kembali membuka serangkaian dokumen profil zarrindas yang terkumpul dalam benak saya, ternyata mereka berani berfikir mendalam dan berani melaksanakannya meski itu sendirian dan tidak populer.
Apa gerangan yang ada dalam isi hati seorang zarrrindast, mungkinkah terdapat karang mental yang kokoh melawan terjangan angin meski tetap terkikis, namun siapapun tahu daya tahannya,
Apa gerangan yang ada dalam isi otak seorang zarrindast, mungkinkah koneksi neuronnya lebih rumit dan berwarna lebih kelabu karena kebiasaanya berfikir total dan mendalam. Tidak ada satupun yang tahu, hanya kebiasaan mereka dan daya belajarnya yang cepat membuat dia begitu berbeda.
Zarrindasnta seseorang bisa jadi hanya dalam satu segi namun bukan dalam bidang lain, ada juga ia menjadi zarrindast dalam beberapa bidang, ini tergantung pada minat, kemampuan dan pilihan fokusnya.
Mamah Zarrindast.
Zarrindast itu kembali datang mengunjungi dengan fisik dan jiwa yang berbeda-beda, mereka tampil dengan kemampuannya sendiri-sendiri. Oh zarrindast, mereka membuatkan kagum, mereka membuatku iri, semuanya yang ada ditangannya berubah menjadi emas, meski pada awalnya hanya barang yang terlihat tidak berharga. Kapankan ruh zarrindast itu bersenyawa dengan jiwaku, dengan ragaku, kebaikan dunia ini terlihat integral, mewujud dalam dirinya. Zarrindast, gelar itu disandang gelar Abu Ruh Muhammad Al Juraini, ahli opthalmologi terkemuka dalam peradaban Islam yang metode pengobatannya banyak terinspirasi dari Al Qur’an. Gelar itu sendiri saya tahu dari pemikir Islam Afzalur Rahman yang artinya si Tangan Emas.
Mamah bagi saya adalah seorang zarrindast, sentuhan tangan terampilnya membuat semuanya terlihat indah, pilihan tangannya juga selalu saja menjadi pilihan yang terbaik. Ibu-ibu rumah tangga banyak muncul menjadi zarrindast bagi keluarganya. Inilah yang membuat saya berat untuk berpisah dari Mamah. Rumah saya memang tidak mewah, (kecuali mepet sawah) lantainya terlihat bersih dan berkilau, karena selalu dicuci ampas kelapa secara rutin. Kacanya terlihat bening, beberapa tamu sempat terantuk kepalanya dikira tidak ada kaca. Buku, kursi, paduan warnanya terlihat selaras, bunga-bunga di halaman, selalu terlihat segar, dan bersih. Makanannya khas, enak, hanya di rumah saja saya setiap makan selalu 2 bahkan 21/5 porsi, nikmat rasanya makan masakan Mamah. Sering saya tidur di lantai, karena bersihnya itu. Ya, saya baru tahu, kenapa saat itu saya paling suka pagi hari. Sebelum rumah saya pindah. Masing-masing dari kita punya job. Kakak saya, a Soni giliran nimba air, saya menyapu halaman dan adik saya Rahmi mengepel lantai depan, kadang gantian, yang pasti tiap pagi seru, saya selalu godain adik, kadang-kadang sampai nangis. Sedangkan si Bungsu, Dali belum punya beban kerja. Mamah masak dan Bapa mencuci. Tepat jam 06.00 waktunya sarapan.
Saat ini, anak-anaknya semakin besar saya kuliah di fakultas Psikologi di Malang, adik perempuan saya; Rahmi di Fakultas Bahasa Inggris di Tasikmalaya, si Bungsu kuliah di fakultas ilmu komunikasi di Jogja. Kakak perempuan saya; teh Rina sudah menikah, kakak no 2 saya a soni sibuk jadi tenaga teknik di warnet, kakak saya paling besar, a asep sampe sekarang saya belum tahu orientasinya.
Hanya mengandalkan gaji PNS bapa saya, gak cukup membiayai kuliah 3 anaknya, sekali lagi Mamah memperlihatkan zarrindastnya Mamah bekerja di konveksi paman, dengan gaji bulanannya, Mamah bisa bantu Bapa dalam biaya. Meski setiap saya pulang, rumah tidak begitu sebersih dulu, taman tidak lagi serapi dulu, lantai tidak sekonclong dulu, kaca tidak sebening dulu. Tapi zarrindast Mamah untuk bekerja membuktikan zarrindast sejati. Setiap malam, mamah hanya bisa tidur-tiduran, tidak bisa lagi banyak bercanda, tidak sesegar dulu, karena sudah capek bekerja seharian.
Yusuf Zarrindast
Tatapan matanya sayu, lambaian tangannya lemah, meski dia tetap berusaha untuk tersenyum, di saat yusuf, sahabat saya mengantar pulang ke terminal, ada getaran misterius menyelinap dalam sanubari saya, deg hati kecil saya bicara, saya tidak bisa lama lagi ketemu dengannya. Di terminal Cianjur menjadi pertemuan terakhir antara saya dengan zarrindastku, Yusuf.
Izinkan saya untuk berhenti sejenak, menahan linangan air mata yang kian lama kian tak terbendung. Dia terlalu baik untuk saya. Saat itu saya mengantarnya pulang, karena Yusuf sakit, firasat saya mengatakan dia sakit keras. Setelah sampai di rumahnya, saya bertemu dengan bapaknya, Pak Mubarak, tampak aura ketegasan dan kebapakannya terasa kuat, ini yang membuat Yusuf terlihat tegar, entah apa yang saya bicarakan saya lupa, yang pasti saya tidak bisa lama dan saya pun pulang ke Tasik.
Yusuf ini istimewa bagi saya, perawakannya kecil, pucat, tapi cerdasnya minta ampun. Orangnya ceria, tidak suka menampakkan sakitnya, banyak temannya, namanya Yusuf Mubarak, si Wawan biasanya manggil yusufummubaarak, dengan logat arabnya yang khas. Kalau sudah begitu, si yusuf hanya bisa tersenyum.
Setelah itu, saya dan teman-teman berkunjung ke rumah Yusuf di cianjur. Pertemuan ini terlihat sekali badan yusuf semakin kurus, pucat dan tidak seceria dulu, dulu. Bapaknya yang banyak berbicara. Kitapun tidak bisa berlama-lama, kita pamit. Hanya saja saat itu, yusuf gak bisa mengantar ke terminal, karena badannya yang kian rapuh digerogoti penyakit. ”Semoga cepat sembuh Suf”.
Suasana kelas cukup rame, tiba-tiba datang seorang ustadz, bawa kabar, Yusuf sudah meninggal dunia. Mhhhm, sampai saat ini saya selalu menarik nafas dalam-dalam kalau ingat Yusuf. Kita pun berziarah ke Cianjur. Bapaknya yang menyambut kita. Banyak yang dibicarakan, rumahnya yang di samping sudah disiapkan, kandang hewan dan segalanya disiapkan. Masyallah saat itu bangunan mangkrak ditinggal calon penghuninya. Sampai saat ini saya masih ingat, betapa Bapaknya dilanda kesedihan yang mendalam, Azzam, itulah yang disampaikan bapaknya di saat mengenang almarhum yusuf. Tampaknya nuansa melankolik cukup terasa disamping ketegasannya seorang bapak mubarok. Zarrindast itu telah kembali ke hariban
Ads 970x90
Sabtu, 09 Februari 2008
Zarrindast
Related Posts
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
EmoticonEmoticon