Sabtu, 19 Januari 2008

KEBIASAAN DESTRUKTIF

Kebiasaan merupakan software yang menggerakkan aktivitas institusi.kebiasaan merupakan faktor yang menentukan progresivitas institusi tersebut. Manusia selaku pemain dalam institusi berperan vital dalam menentukan perjalanan institusi bahkan ia pula yang menentukan hidup dan matinya, oleh sebab itu keberadaan manusia unggul menjadi kemestian demi mengharapkan kemajuan yang jelas dari sebuah institusi. Secara pribadi saya masih meyakini betul ada dua hal yang harus ada dalam manusia, yaitu keberanian dan kecerdasan. Keberanian menentukan keunggulan mental untuk tidak takluk melawan kesulitan demi kesulitan, kecerdasan mendorong manusia untuk memilih jalan yang efesien dan efektif namun berdaya untung yang besar. Pesonifikasinya adalah Ali bin Abi Thalib, Umar bin Khattab, Amr bin Ash.

Jagdish N Shets menjelaskan tujuh kebiasaan self destructive yang harus dilawan habis-habisan membuat beberapa perusahaan raksasa tumbang.
1. Penyangkalan diri, terhadap perubahan yang ada baik dari sisi teknologi, sistem, selera     pelanggan, model organisasi.
2. Rasa bangga berlebihan, akibat dari kejayaan masa lalu yang telah dirintis oleh funding father.     Dalam mitologi yunani, kebanggaan diri yang bercampur dengan kecongkakan merupakan     tragedi jatuhnya para pahlawan. Dalam pepatah arab jelas jelas disebutkan, “I’jaabul mar’I bi     nafsihi ‘unwaanun dhu’fi ‘aqlihi”
3. Rasa puas diri, dengan membuat limitasi kesuksesan, ini adalah akhir dari upaya saya untuk     berusaha, keterbatasan dalam menentukan pencapaian mendorong rasa puas yang justru      merusak diri.
4. Tenggelam berlarut-larut dalam dunianya sendiri, realitas yang ada sering tidak singkron     dengan kenyataan imajinatif yang ada dalam benak para pemimpin, kebiasaan untuk hidup     dalam dunia sendiri membuat keterkejutan-keterkejutan yang tidak pada diantisipasi di saat     datangnya goncangan dahsyat
5. Ketergantungan yang berlebihan pada kompetensi, jika kompetensi yang ada pada diri kita     telah usang, apa yang dapat dilakukan ? Apakah tetap bertahan dengan kompetensi yang telah     usang atau merambah kompetensi baru yang belum terkuasai.
6. Cadok Mata, melihat kompetitor hanya yang seimbang dengan produk yang sama, namun     menafikan pemain-pemain baru.
7. Kotak-Kotak organisasi, tangan kanan tidak selalu akan tahu apa yang dikerjakan oleh tangan     kiri
8. Inefesiensi biaya, obsesi untuk mencapai quantum tanpa memperhitungkan biaya hingga     memacu volume pengeluaran yang sebesar-besarnya.
Solusi yang dikemukakan Jagdish adalah pertama kepemimpinan besar (great leadership) yang memiliki visi jelas mengenai masa depan organisasi, kedua orang yang membumi dengan realitas yang ada, masa kini dengan kesadaran lingkungan yang selalu berubah. Tugasnya bukan sekedar merumuskan apa yang diinginkan bersama, namun menyiasati kehendak lingkungan yang selalu bergerak.


EmoticonEmoticon