Mencermati perkembangan yang ada dalam dunia pergerakan kampus, banyak kejadian yang perlu dijadikan referensi dalam menata kembali langkah pergerakan kita, sebab kejadian itu telah nyata-nyata berkehendak lain dari keinginan kita. Pertama kekalahan kita dalam meraih fk 1 unibraw, kekalahan yang perlu dicermati justru ternyata banyak di rumah sakit yang jumlah kadernya dominan. Kedua kekalahan kita dalam mempertahankan kepemimpinan di FIA yang notabenenya sebagai kandang singa. Kekalahan itu telah memberikan efek berganda, yaitu peninjauan kembali upaya untuk mempertahankan hegemoni kita menjadi kampus 1. Dalam beberapa diskusi saya dengan kader, saya menerima beberapa keluhan, mulai dari keluhan financial, kaderisasi, militansi dan seterusnya. Ketiga peta konflik internal yang tidak kunjung mendapatkan kata sepakat.
Saya kemudian berfikir apakah harus selalu rasa sakit rasa yang harus kita terima dalam dunia pergerakan, apakah kondisi miskin yang harus kita alami dalam memutar roda organisasi, atau haruskah konflik saja yang menjadi solusi untuk menjembatani kesenjangan ide. Sejujurnya. semua ini harus kita hadapi dan kita jalani, supaya intrumen rasa dalam bungker psikologis kita menjadi lengkap. Namun tampaknya ada ruang kosong dalam doktrinasi pergerakan yang kita jalani hingga saat ini, dunia pergerakan yang kita kenali saat ini tidak mengenal kekuatan ekonomi yang menjadi salah satu sumber izzah di sisi manusia, sebab dunia pergerakan yang kita kenali adalah pengeluaran bukan pemberdayaan financial. Dunia pergerakan yang kita kenali saat ini tidak mengenal budaya kerja kolektif yang efisien, sebab yang kita kenali adalah bekerja dalam sepi bukan mengajak bersama. pemain utama dalam pergerakan adalah pemimpin, oleh sebab itu kita tidak mengenali pengikut yang efektif.
Masyaallah kita tengah dihadapkan pada persoalan mentalitas orang miskin. Sebab ruang kosong itu masih terpelihara bahkan terpatri dalam fikiran kita. Tentu saya faham betul, sebab sejak awal dunia pergerakan yang kita kenali adalah dunia sulit, oleh sebab itu keluar dari kungkungan kesulitan bukan menjadi agenda besarnya. Mungkin jawaban mustahil masih akan mendominasi di saat sejumlah pertanyaan disodorkan kepada kita
1.Kapan proposal kegiatan yang kita tawarkan bisa menembus minimal 20 juta.
2.Mampukah rekruitmen setiap kampus menembus di atas 100 orang.
3.Kapankah qiyadah tidak bekerja sendirian.
4.Sejak kapan kita terlepas dari jeratan kemiskinan organnisasi
5.Kapan kader asyik terjun dalam dunia pergerakan seasyik mereka bermain dengan sahabat nongkrong mereka.
Pernahkah kita membiarkan mimpi-mimpi besar lain itu lewat dalam pikiran kita, di saat mimpi besar yang kita miliki hanya satu; mencetak pemimpin. Kapankah kita bermimpi bahwa organisasi kita memiliki bisnis baik dalam bentuk warung serba ada, kapan kita mulai merasakan asyiknya bergerak seasyik dunia tongkrongan, sehingga sebanyak apapun waktu yang kita korbankan tidak makan hati, sebab kita enjoy.
Lingkungan social yang kita ciptakan hari ini dalam dunia kita saat ini telah mencetak kita menjadi manusia kerdil. Sekarang saya mencoba untuk belajar untuk memiliki rasa miris ketika melihat kader berlonjat-loncat gembira setelah mendengar pemkot member bantuan dana kegiatan sebesar 300 ribu. Saya pun mulai belajar merasa malu untuk membuat proposal hanya untuk dapat uang 50 ribu rupiah. Sayapun belajar untuk merasa tidak betah tinggal di kantor (komisariat/kamda) yang tidak memiliki peralatan minimal kesekretariatan, pengap dan bau. Saya pun mulai belajar memiliki telinga yang merah di saat pembiacaraan kita hanya sebatas konflik, penyangkalan dan menyalahkan, namun lupa nahwa diluar sana ada kesempatan dan kekuatan. Jangan, saya belajar untuk berteriak protes, di saat mimpi ini telah hilang sebelum menemukan pasangan nyatanya, ia telah dibuai oleh mitos kepapaan dunia pergerakan.
Saya optimistic dengan kekuatan manusiawi setiap kader selama mereka diberi kebebasan berekspresi, bekerja dengan cara mereka sendiri-sendiri, sebagai sparring partner dengan tradisi mengkritik. Namun kekuatan itu telah terpenjara secara perlahan di saat mereka secara sedikit-demi sedikit dikenalkan bahwa dunia pergerakan adalah dunia miskin, dunia kesendirian. Kemarin salah seorang akh memberitahu bahwa belalang mampu meloncat beberapa kali lipat dari tinggi badannya, suatu ketika temen saya tadi memasukkan belalang tadi ke dalam kota korek api beberapa waktu lamanya, setelah itu belalang tersebut dikeluarkan, ternyata ada kejadian menarik, belalang itu telah kehilangan daya loncatnya.
Mindset orang miskin masih menggelayut kuat, tentu saja saya bukan dukun yang mampu menerawang menembus alam bawah sadar orang lain, namun ternyata saya harus menerima kenyataan bahwa pikiran itu berpengaruh besar dalam tingkah nyata kita, dan tingkah nyata yang menjadi cermin kualitas kita. Saya akan bercerita sedikit tentang pengalaman saya mengunjungi salah satu daerah dan di sana saya melakukan perombakan mindset mereka. Ternyata saya menemukan dua kenyataan; pertama mereka tahu betul bahkan sadar sekali masalah yang tengah mereka hadapi seperti krisis pencitraan, penurunan rekruitmen, kekurangan financial namun mereka tidak mampu bangkit keluar dari masalah tersebut. Kedua ada persamaan antara tampilan luar dengan budaya kerja yang mereka buat, di sadari atau tidak.
Kenyataan yang pertama menunjukkan bahwa dalam alam pikirannya didominasi masalah demi masalah, sehingga alokasi ruang untuk solusi tidak terpikirkan. Indikatornya mudah, mereka akan begitu mudah bertanya kepada orang lain tentang apa dan trik untuk keluar dari masalah yang dihadapinya, pertanyaan ini sekaligus mencerminkan budaya instan yang menginginkan dapat jawaban cepat sekaligus menghindari upaya mencari jalan keluar, sebab itu membutuhkan perenungan yang mendalam dan melelahkan.
Kenyataan yang kedua merupakan hasil terjemahan saya setelah saya berinteraksi dengan berbagai tipe manusia. Semula saya termasuk orang yang menapikkan pendapat bahwa kamu adalah apa yang kamu pakai, penolakan ini bagi saya sebagai ide reduksionisme, sesederhanakah itukah penilaian kualitas insane. Namun kemarin bahkan beberapa kasus juga menunjukkan hal yang sama; yaitu tampilan mereka yang minimalis; di forum resmi pake sandal, celana linting tidak disetrika, bajunya kriting, rambut gondrong tidak rapi, janggut dibiarkan acak-acakan tampaknya berbanding lurus dengan stagnasi pergerakannya.
Saya bersyukur kita pernah memegang 10, 7, 50 juta, saya pun bersyukur dijanjikan 35 juta untuk pelatihan kepemudaan, (semoga terealisasi) meski dalam beberapa kasus juga kita pernah mengalami kesulian financial. Namun tahapan itu menciptakan kondisi mental bahwa kita layak menerima kepercayaan mengelola puluhan juta bahkan ratusan juta jika ide kita memang layak untuk itu. Saya pun bersyukur bisa merekrut maba lebih dari 150 orang meski itu dibawah standar, namun itu mempersiapkan kondisi psikologis kita untuk menyatakan siap untuk merekrut lebih banyak lagi.
Persoalan mentalitas orang miskin pada diri kader sebenarnya diawali dengan pengalaman mereka yang membentuk seperti itu. Oleh sebab itu solusinya kader perlu dihadapkan pada pengalaman yang berlawanan dengan pengalaman awal mereka, seperti pelibatan pada proyek csr yang bernilai di atas 50 juta, pelibatan pada event nasional yang menuntut kerja-kerja perfectionis, diberi contoh kerja-kerja yang total dengan nuansa yang total pula seperti pelaksanaan mk dua secara gratis, dengan fasilitas LCD dan pemateri yang tidak setengah-setengah. Sulit? Mungkin bukan sulit, namun kita belum memikirkannya saja.
Ada macan yang berbaju kucing, mungkin bisa lucu, bisa juga kasihan. Coba sadari betapa sumber-sumber kekuatan kita itu telah mengelilingi kita, namun dengan sombongnya kita tidak meliriknya; orang-orang di DPR, DPRD, pengusaha sukses telah ada dekat bersama kita, pada saat yang sama kita harus bertemu dengan walikota, calon gubernur, pimpinan wilayah (pw) ormas, untuk berdiskusi mencari solusi masalah kemasyarakatan jawa timur
Masihkan ruang fikiran kita hanya diisi permasalahan?
Masihkan kegembiraan kita hanya berharga 300 ribu?
Kapankah perasaan riang dan ringan itu hadir dalam dunia pergerakan kita?
Ads 970x90
Minggu, 30 Desember 2007
PSIKOLOGI KEKALAHAN
Related Posts
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
EmoticonEmoticon