Memilih bersikap keras kepada diri sendiri dengan alasan bahwa hidup itu perjuangan untuk menaklukkan diri sendiri adalah cara yang neorotik dengan logika penaklukan. Sebab anda membuat berjarak semakin jauh dengan diri anda sendiri, justru yang dari awal sudah memberi kontribusi terbaik dalam pencapaian hari ini.
Berjarak dengan teman sudah
banyak memberi dan berkorban itu rasanya tidak nyaman. Apalagi berjarak dengan
diri sendiri yang terus kita bersama.
Ada harga yang harus dibayar
saat anda keras terhadap diri sendiri,
salah satunya sering mengalami kegagalan saat sukses itu sudah
dihadapan. Orang bilang sial, namun itu sebenarnya anda dibajak dan disabotase
oleh diri sendiri.
Rasa malas itu perlu disikapi
cermat. Bahwa kemalasan itu berarti
penuruan produktifitas memang benar.. Namun lebih arif jika berdialog dengan
diri tidak dibangun dengan narasi industrial kapitalis yang di kalkulasi secara
mekanik.
Malas adalah sinyal dari
diri ada yang gak seimbang, ada yang tidak beres, ada yang tertinggal bahkan
ada yang tidak adil yang kamu berikan kepada diri sendiri. Apakah kamu terlalu
kerja keras lupa memberi asupan yang seimbang, atau bisa jadi ada nilai nilai
hidup yang kompatibel bagi orang lain tapi diri anda sendiri memandang itu
tidak layak. Misal bagi orang lain, memiliki kendaraan merk tertentu cukup
worth untuk hidup mereka, apakah Anda pun perlu berlaku hal yang sama? Bisa
jadi yang Anda butuhkan adalah keamanan finansial, atau bisa jadi yang Anda
butuhkan adalah keterhubungan maksimal dengan keluarga.
Rupanya konsep umum bahwa
malas itu buruk bahkan syetan pun tidak tertarik untuk menggoda orang malas
membuat sikap reaktif dalam menindas rasa malas yang sebenarnya itu hanya efek
dari banyak hal. Bisa dikatakan mobil anda mogok, bukannya memilih untuk menepi
untuk ke bengkel namun sering kali sikap yang ada adalah memaksakan diri untuk
mendorong, untuk injak gas dan mukul stear. Pemaksaan ini selain membuat amarah
semakin memuncak, juga membuat mobil semakin rusak. Itu lah kira kira
analoginya.
Sy pernah mengalami mogok
kendaraan bersama teman, saat itu perjalanan ke blitar Selatan yang cukup jauh
akses ke perbengkelan. Kala itu kendaraan kami mogok di sisi jalan, kiri kanan
hutan jati. Semua panel kita cek semua baik baik saja, dan keringat mulai deras
membasahi baju. Saya coba berfikir jernih dah cari posisi nyaman, hanya buka
tank bensin semua terjawab, isi bensin habis tanpa disadari karena panel
indikatornya rusak. Kita menepi untuk isi bensin dan kendaraan pun kembali
menyala.. Sesimpel itu sebenarnya analogi mengelola malas.
Jika sekedar membasmi rasa
malas sebagaimana banyak pelatihan hari ini yang memberi dampak mujarab sesaat,
namun karena sumber persoalannya tidak beres maka malas ini akan kembali
menyapa dengan penuh kemenangan, hello broo.. I am coming back. Dan anda pun
kembali terlelap dalam buaian malas yang menenangkan itu.
Pernah gak kita mendirikan
sejenak, sekedar menyapa, eh kenapa hari ini aku malas? Ada salah apa? Nti semua
terjawab berupa respon respon yang hanya diri kita yang faham, apakah berupa
lintasan pikiran, apakah rasa lapar yang mendera, atau tiba tiba ingin
berdzikir, dsb.
Memang dunia yang makin
sibuk dan askes informasi yang hanya dalam genggaman tangan asal ada kuota,
rasa ingin tau ini benar benar menagih kita untuk searching apa pun yang
berloncatan di saraf saraf kita, dan menariknya semua begitu mudah. Menariknya
dunia luar mbuat kita tidak peka dengan ketidakberesan dalam diri kita yang
berteriak melalui rasa malas yang mendera. Kita abaikan semua dan anggap semua
akan baik baik saja. Sangat mungkin semua mereda, tapi itu hanya soal waktu,
iya menunggu waktu sampai dorongan protes dalam diri itu sampai tidak
tertahankan untuk meledak.
Pernah gak kita tiba tiba
sakit keras, pernah gak tiba tiba kita stuck, pernah gak tiba tiba gak bisa
mikir dan banyak masalah. Bersyukurlah itu terjadi, segera mendiri dan
menyapa.. Maafkan aku yang lupa merawat diri. Dan entah kenapa dalam waktu
tidak lama kita kembali bugar, kembali dinamis dan kembali luar biasa.
Sebelum kita terlalu tua
untuk menanggung persoalan yang menumpuk karena tidak peka. Gak jadi soal juga
hari hari kita isinya dialog sama diri kita, bahkan hanya sekedar beli kaos.
Jika itu kita suka ya beli saja. Urusan orang lain suka apa gak suka, itu mah
urusan nomor ke 35.
Jangan jangan selama ini
hidup yang kita jalani, profesi yang kita lakukan bukanlah jalan yang kita
inginkan.
Jika hanya sekedar untuk
hidup tanpa ada rasa bahagia di dalamnya, bisa jadi ini sumber kemalasan yang
kemudian merembet jadi masalah seperti ini.
Yuk sekarang bertanya
kembali ke dalam diri.. Apakah kamu bahagia dengan ini semua?
BANYAK SYARAT
Manusia itu sendiri sudah
menjadi keajaiban dalam penciptaan, bahkan tanpa ikhtiar keras manusia sekali
pun, keajaiban itu secara otomatis terinstal dirinya kebahagiaan.
Berkah dari Allah selain
terinstall dalam dirinya kebahagiaan juga sarana kebahagiaan pun disiapkan
semuanya. Sesederhana itu.
Pengkondisian sosial yang
cukup masif tentang bagaimana mendapatkan rasa bahagianya sebenar cukup halus
untuk memberi tahu bahwa bahagia itu berada di luar sana dan kamu kalau tidak
mengejarnya, kamu pasti merasa tidak bahagia. Dari situ kemudian bahagia
menjadi rasa yang hadir jika memiliki sesuatu dan bahagia nya jika menggapai
sesuatu berhasil membuat tafsir yang setipe yaitu aku bahagia jika memiliki
ini. Dari sini bahagia ini menjadi bersyarat.
Di sisi yang lebih simpel
kita sering dapat nasihat kesuksesan,
bahkan nasihat ini sering kita dapatkan sejak bangku kuliah, jika ingin dapat
nilai bagus kamu harus berhasil mencuri hati dosen, dan kenyataanya cara ini
berhasil, dalam dunia kerja jika ingin cepet karir kamu harus melakukan
pendekatan tertentu.
Lambat laun, beragam teknik
sukses itu bukannya memberi bahagia lebih, yang ada malah memberi tambahan
beban. Padahal jika mau, untuk sukses fokus aja kerja yang bener dan jujur,
selesai kan? Tanpa atribut apa pun.
Dan atribut itu kemudian
memberi rasa lelah dalam batin, seraya berkata, untuk sukses kok seribet itu
ya.. Males ah.
SEDERHANAKAN SEMUA DAN 0.
Tanpa apa pun manusia akan
memberjalankan dirinya untuk aktual secara maksimal, makin lepas makin ringan
di jiwa, kurang lebih begitu lah.
Pada banyak hal, malas itu
bermakna rem sedang diinjak, rem diinjak ini karena ada sesuatu yang membuat
dirinya Insecure. Di sini cara berfikir hit and run menemukan relevansinya,
namun manusia pun bisa memilih untuk sejenak diam dan mencari sebab kenapa saya
harus lari dan kenapa saya harus agresif.
Banyak orang fokus bagaimana
menindas sikap penundaan, dengan menambah dosis motivasi, namun apakah
membereskan akar masalah? Bisa juga iya,
namun akar masalahnya apakah beres?
Kita cek dalam hari hari
kita yang biasanya semangat berangkat ke kantor, namun kita mendapati orang
yang kurang sreg secara kinerja tiba tiba di daulat menjadi pimpinan proyek dan
kita berada di dalamnya.
Atau suatu saat kita pernah kan malas pada hari tertentu ? Sebab pada hari tersebut ada pelajaran yang kita gak dalam posisi maksimal dan kebetulan pula diampu oleh guru yang kurang menyenangkan.
Para motivator sering
memberi solusi, supaya semangat belajar, coba deh temani kopi, coba pajang foto
impian supaya memacu semangat belajar, dan lebih menyedihkan, orang tua
menyarankan anaknya punya pacar, supaya diantara mereka berdua bisa saling
memberi semangat hahahaha.
Dalam hal kerja pun,
motivator menyarankan untuk membuat to do list, membuat dream book, memajang
barang impian yang ingin dimiliki, yang disinyalir itu semua dapat memacu
semangat kerja, sekilas heroik, namun itu semua malah menjadi tugas tambahan
bukan?
Cek sebentar, persoalan kita
sebenarnya berada didalam, rem kita injak karena ada faktor psikologis yang
belum kita release yaitu emosi negatif, apakah kepada guru atau kepada teman
yang ditunjuk sebagai pimpro.
Banyak orang mengabaikan
alarm itu, menekan tombol mati alarm dan kembali lelap, apa yang terjadi, semua
bencana terjadi karena semua sudah terlambat.
Kesalahan itu lazim terjadi,
karena kebiasaan kita mencari jalan keluar, sementara masalah sesungguhnya ada
di dalam. Akibatnya kerja semakin memburuk karena desakan desakan emosi negatif
ini semakin membuat pikiran semakin tumpul, dan semua menjadi berantakan.
Jujur dengan perasaan yang
sedang dialami adalah awalan yang baik untuk mencegat semua musibah terjadi,
karena dengan jujur akan mempermudah tahap selanjutnya yaitu melepas rasa
kecewa, melepas rasa tidak percaya diri, melepas rasa tidak aman. Percaya deh,
dengan melepas emosi negatif, perlahan malas pun akan pudar dengan sendirinya.
Sesederhana itu bukan ? Dan ada saatnya nanti anda tidak perlu motivator lagi,
karena semua sudah beres dan energi anda sdh hadir nyata dalam diri.
Sederhananya, Malas, itu
sinyal dari diri kalau hidup yang sedang dijalani terlalu rumit.
EmoticonEmoticon