Selasa, 23 Agustus 2011

PR TERTINGGAL ANGGOTA LEGISLATIF


Orangtua yang telah berumur lebih dari 60 tahun itu dengan suara parau mengumpulkan kadernya untuk mengerahkan kadernya untuk memenangkan salah satu calegnya, dengan nada yang meninggi namun nafasnya terengah-engah dimakan usia, dia meminta teamnya untuk mengingat kembali materi jihad yang telah dipelajarinya.
Ini adalah jihad politik, saudara….!!!
Suaranya tentu tetap tinggi dengan nafas yang terengah-engah, usia 72 tahun telah jujur menampakkan aslinya. Para peserta saat itu dengan cermat mendengar, sebagian ada yang bingung dari mana duitnya, sebab kebetulan calegnya itu memang orangnya penuh semangat namun kantongnya pas-pasan.
Ditempat lain, seorang kawan saya yang bekerja di dunia kesehatan, bersama teamnya yang kompeten dalam mengusir jin, dan yang satu lagi meluruskan tulang yang keliru arahnya, ada juga yang ahli dalam dunia obat-obatan modern bekerja keliling desa menyuntik para janda tua, lelaki katarak, gadis-gadis yang sakit mag atau bayi kurang gizi, ada juga ibu-ibu yang sakit demam, sambil menyuntik dan memberi obat gratisan, rombongan kawan saya itu tidak lupa mengingatkan pasiennya untuk mencoblos jagoannya. Tanpa ada paksaan sedikit pun.
Di waktu yang lain, tepatnya lagi di malam hari, seorang lelaki paruh baya ditemani kawan-kawan seperjuangannya harus berjibaku dengan dinginnya malam, hanya untuk menempelkan stiker yang bergambar kawannya yang sedang menjadi caleg itu, ya hanya dengan peralatan sederhana, dengan lem yang dia beli dari warung sebelah, kemudian satu persatu kertas yang bergambar kawannya itu ditempel di setiap sudut jalan, yang kira-kira dapat dilihat oleh banyak orang. waktu istirahatnya dia simpan, untuk satu harapan yang lebih baik. Sementara itu si calon tidak muncul, kuat dugaan kalau tidak sedang rapat, ya mungkin sedang beristirahat mengumpulkan kekuatannya untuk kampanye lagi esok hari.
Cerita itu terjadi di Tahun 2009, sebagai tahun yang menjadi penentu babak sejarah Indonesia, di tahun itu ada pemilu legislative kemudian di susul pemilihan presiden. Keinginan yang terpendam dari orang-orang Indonesia saat itu begitu optimistis bahwa setelah pileg kehidupan mereka akan membaik, minimal itulah yang selalu dinyanyikan oleh team sukses sambil berbusa-busa. Dan benar, busanya itu mengandung bisa yang menyengat para pendengarnya yang sudah terkantuk-kantuk itu.
Tapi setelah itu…
Setelah tahun 2009 itu berlalu, optimism pun tergerus secara perlahan, indahnya janji yang dikarang para caleg beserta team sukses itu seakan-akan belum menampakkan wujudnya, baik jihad atau pun tanpa. Seakan cerita itu lahir hanya dari sebuah ilusi pikiran semata, alhasil, para pendukungnya itu pun kembali ke dalam dunianya, dunia nyata yang penuh perjuangan sambil terseok-seok melupakan janji yang dikemas dalam cerita sang caleg itu, terselip dalam hati mereka rasa sedih, dan merasa dibodohi.
Bagi mereka yang menjadi tukang tabor pellet ikan, dia kembali ke profesinya, lelah menunggu perbaikan, pun juga demikian mereka yang menjadi bakul ayam, tukang bikin jamur putih, dan bakul buntut sapi. Para team sukses berbusa-busa tadi yang diprediksikan nasibnya akan membaik  pasca pileg, ternyata bernasib sama, nasibnya ternyata tidak ikut tergeret seperti halnya jagoannya yang dia bela itu. dia kembali kedunianya yang dulu, jadi tukang ngarit, atau menjadi guru ngaji.
Atas dasar itu kemudian Cerita 2009 ini yang seharusnya berhenti di tahun itu juga, ia kembali berteriak di tahun ini, tahun 2011, baik kisah andi nurpati, dewi yasin limpo (DYL), Arifinto, dan serba-serbi lainnya. seolah punya nyawa sendiri.
Tentu saya tidak hendak membicarakan mereka, sebab pengamat yang lebih pintar banyak mengulasnya, saya hanya ingin mengulas kembali sisi manusiawi yang luput dilihat media, karena tidak signifikan menurut kalkulasi pasar. Ya cerita itu ada di sudut-sudut desa yang mereka ceritakan kembali kepada saya.
Rom, aku kok kesel ya punya tetangga anggota dewan
Ungkapan itu meluncur bebas dari mulut lelaki berusia kurang dari separuh abad itu.
Dia baru saja beli motor baru, beli tanah lagi, sekarang malah punya mobil anyar. apa gak mikir ya team suksesnya dulu kayak pak tsalast yang sampe sekarang susah dan gak punya kerjaan tetap…?
Saya bingung jawabnya karena memang persoalan pikiran hanya yang bersangkutan dan Allah yang tahu. Tapi ungkapan itu meletupkan memori lama, kawan saya yang menjadi caleg tapi gagal kini harus berjibaku membayar hutang-hutangnya yang sudah berada di ambang waktu itu. Namanya Bu Nushrah. Dihadapan kawan-kawannya dia sempat menangis karena beban itu harus dia tanggung sendirian.
Jauh-jauh hari sebelum 2009 itu terjadi, di sudut ruangan sederhana, salah seorang ustadz memaparkan panjang lebar tentang organisasi islam, yang didalamnya kuat sekali unsure ukhuwah, ta’aruf dan takaful, beliau kemudian menguatkan dengan satu hadist bahwa seorang  muslim dengan muslim lainnya seperti satu jasad, jika satu sakit maka bagian lainnya akan ikut merasakannya.
Namun sudahlah…. sirah dan hadist itu hanya untuk materi pengajian saja, sebab untuk membawanya dalam dunia ini membutuhkan kompetensi tertentu yang tidak semua bisa orang menguasainya, butuh jam terbang dalam dunia praktek yang lama. ungkap saya dalam hati, menghalau segala macam pikiran yang mulai meneracau kemana-mana.
Namun pikiran saya yang meneracau itu lagi-lagi terlalu perkasa untuk ditenangkan, dia kembali dengan penuh kekuatan mengumpulkan memori yang terkait, ingatan saya pun meloncat ke salah satu sekolah, seorang kepala sekolah yang meminta saya datang ke sekolahnya itu memperbincangkan anggota dewannya yang dinilai leletan kalo kerja, pada saat yang lain, kawan saya yang berdomisili di wilayah barat pun tidak kalah sewotnya, proposal sekolahnya harus dititipkan ke Aleg yang bukan dari partai jagoannya.
Suara fals ini selalu mengkhawatirkan saya jika terjadi merata dan itu kenyataannya. Hampir-hampir saja semua dialog orang yang mengerti selalu berbicara tinggi, mulai dari persepsi high profil, susah dikasih tahu, kerja lamban, sampai susah dimintai bantuan.
Rom, anggota dewan saya yang sekarang ini kok gak tahu nongol di Koran ya…. Ungkap salah satu kawan saya, seorang PNS namun loyalis partai lokal. Di mata saya ungkapan itu sadis.
Ya aku gak ngerti Tanya saja yang bersangkutan… jawab saya
Jawaban itu sekaligus menutup pembicaraan politik dan meloncat ke dalam dunia bisnis, dunia penuh dengan gairah, ambisi dan duit, dan itu yang bikin hidup semangat.
Kenapa kemelut ini bisa hadir menerabas segala norma yang melarang segala bentuk konflik yang berakar dari kebencian. Sangat mungkin diawali dari disparitas antara harapan, jargon dan ajarannya terlalu jauh berjarak dengan kenyataannya. Apalagi secara psikologi, manusia religi biasanya lebih memilih untuk diam daripada “jalukan”. Namun psikologis ini bukan tidak dimengerti, namun sangat mungkin tidak dipakai, karena konsekwensinya berat untuk waktu, tenaga, pikiran dan kantong.
Sangat disayangkan jika cerita indahnya islam harus patah oleh cerita ini, namun bagi saya inilah ujiannya untuk tetap konsisten meyakini sebuah ide yang pernah terrealisasi di zaman yang tidak pernah saya rasakan, beberapa abad silam. Sebab waktu punya caranya sendiri untuk mengingatkan.

4 komentar

  1. wah ini blognya pak Romi ya ? masih ingat saya pak ? Albab dari Al-hikmah
    kunjungi blog saya juga ya pak disini, salam blogging

    BalasHapus
  2. tulisan yang menarik sampai g bisa memberi komentar

    BalasHapus


EmoticonEmoticon