Kamis, 04 Oktober 2018

AYAH HEBAT BUTUH PERSIAPAN







Jujur saja banyak keterkejutan yang luar biasa saat saya menikah, sebab banyak tugas yang tidak biasa saya kerjakan harus dikerjakan sebagai tuntutan suami dan ayah. Ternyata saya gagal mengantisipasi itu sebelum saya nikah.

Jujur terlalu banyak cerita indah yang saya terima oleh kawan kawan saya yang sudah menikah, pun juga saya terima dari novel novel yang saya baca,  kata kata yang selalu saya ingat adalah menikah itu kalau tidak enak yang enak sekali.

Bagi mereka yang mengalami keenakan mungkin tidak keliru. Saya tidak mau menyalahkan kawan yang selalu menceritakan keindahan demi keindahan menikah. Ya yang salah itu saya dalam membaca pesan yang tidak tersirat. Bahwa kenikmatan dan enak itu ternyata hasil dari perjuangan. Perjuangan itu yang jarang diceritakan. Yang disampaikan itu keindahan demi keindahan fasilitas layanan gratis dari isteri. Padahal perjuangan mengalir deras sesaat setelah nikah. Mulai membangun keutuhan keluarga, memastikan biaya pendidikan anak berjalan lancar, kebutuhan dapur terpenuhi. Ya memang tidak bisa memakai otak kiri semua itu benar. Tidak perlu lah terlalu kalkulasi, itu benar.  Yang penting seimbang aja, antara keberanian mengarungi ketatnya hidup dengan perencanaan hidup di dunia dan akhirat.

Kembali pada keterkejutan saya, ternyata sebelum menikah, sangat baik jika prepare nya maksimal terutama persiapan attitude bersama dengan orang yang belum terlalu kita kenal, terutama saat bayi hadir dan terutama saat kebutuhan rumah tangga itu mendesak. Sebab urusan perut adalah urusan putaran harian yang tidak bisa ditunda. Meski pake puasa tetap harus ada sahur dan buka. Haha.

Kegagalan attitude dan kegagalan dalam membangun financial merupakan kegagalan terbesar yang harus direcoveri betul oleh saya, namun bukan ayah hebat jika selalu menyerah sebelum tarung bergelut menuntaskan tugas.

Kegagalan attitude itu terasa saat punya anak… jujur saya sangat kewalahan saat anak pertama lahir. tidak perlu lah orang tahu kegagalan saya. Mungkin semua bujang pernah mengalami seperti saya, sebab biasa melayani diri sendiri tiba tiba hadir si Raida yang mungil dan tidak mengenal kata tunda, jika nangis lapar yang harus segera disiapkan susu, atau harus segera ganti popok, padahal saya termasuk lelaki gampang merasa jijik. Dan perasaan yang saya hindari itu ternyata Nampak nyata di depan saya keluar dari makhluk yang unsure darah dagingnya dari tulang rusuk saya. Tidak bisa dihindari, sebab anak semakin kuat menangis dan isteri pasti complain jika saya hindari.

Alhasil, di awal awal, hubungan saya sama anak kurang baik, kurang akrab bahkan cucu pertama itu adalah anak pertama saya, Anda tahu persaingan dingin sangat terasa walah sekuat tenaga sya hindari. Namun persaingan pengaruh antara mertua dan diri saya tidak bisa saya hindari, terlebih saat ada beberapa ritual budaya yang tidak saya mengerti dalam akal logis saya.

Its oke, dalam budaya kompromi ini tampak menyerah bukan berarti kalah, tapi membiarkan akal berfikir mencari jalan keluar, coba pelajari mimic orang jawa yang tampak lemah dan pasrah itu menyimpan energy pemberontakan yang kuat yang hadir mengalir dalam aliran yang selaras dengan alam, itulah kekuatan orang jawa yang selalu menjadikan keselaran alam menjadi indicator kebaikan hidup.

Di zaman kolonialisme juga ternyata peperangan yang menguras energy belanda salah satunya perang melawan Laskar DipaNegara. Coba kalian lihat wajah teduhnya seperti angin semilir yang energinya konsisten yang berpotensi melahirkan kata rebut itu merasuk benar dalam tulang sumsum serdadunya. Berkelahi dengan apa pun meruntuhkan harga diri itu kalimat wajib dalam medan juang.

Saya belajar untuk sumeleh, walau itu sulit dimengerti dalam medan psikologis saya, namun hidup selalu menyisakan paksaan untuk belajar untuk bisa. Lelah jujur lelah. Saya harus menyisakan ketidak sepakatan saya dalam bungkus senyuman yang berbeda warna.
Biarlah itu proses belajar. Pelajaran hidupnya, hidup akan member pelajaran saya dari aspek yang paling lemah dalam diri. Jadi semakin kaku sikap, prosesnya akan semakin menyakitkan. Sebab hidup akan memaksa untuk menerimanya. 

Saya kembali harus menerima aturan pola pikir lama saya. Apa pun yang tampak terlalu indah sebaiknya harus mulai hati hati. Termasuk cerita tentang keindahan menikah. Saya perlu mereposisi kembali, bahwa untuk menciptakan keindahan membutuhkan keringat dan payah. Dan ini yang alpa disampaikan oleh para provokator nikah. 

Sampaikan saja tidak semua orang bisa romantik kok, tidak semua orang pandai merawat bodi, dan tidak semua orang asik, tidak semua pasangan mau capek, dan itu bisa saja ditemui dalam diri pasangan kita atau dalam diri kita, tapi itu jangan jadi persoalan selama bisa belajar menjadi pasangan yang asik. 

Namun jujur saja, dibalik semua kelelahan dan keruwetan menjadi suami dan ayah, semua menjadi indah jika kompak. Dan untuk kompak itu bisa dipelajari kok.


EmoticonEmoticon