Selasa, 15 April 2008

MISCOM

Sejenak saya berdiam diri, memaknai sepenuh hati arti dari kata miskom, saya cari di kamus, ternyata gak ketemu, rupanya banyak kamus perlu diperbaharui lagi dengan versi terbaru, sebab kreasi manusia dalam berkata-kata hari ini tidak tertandingi lagi oleh tumpukkan kertas yang berisi berbagai kosakata. Ya…ya… coba aja cari kosakata ember dalam kamus lengkap bahasa Indonesia, mesti artinya gak nyambung dengan yang dibicarakan, sekarang kata-kata goblok juga sudah diganti dengan kata goblik, gombloh, cari aja di kamus, mesti gak ketemu,entah siapa yang meriwayatkan, yang pasti siapa pun yang mengawalinya, dia tidak mau bertanggungjawab atas tuduhan perusakan estetika bahasa Indonesia yang baik dan benar, tentu saja klaim itu boleh dibantah, loh kok bisa, lha iya, inti komunikasikan pemahaman, saya ngomong apa aja bebas kok yang pasti dimengerti. Logika ini sejatinya amat merugikan perusahaan percetakan kamus, karena setiap hari orang akan ngomong sesuka hatinya dan kamus harus mengikuti arus dari arti yang sesuka hatinya itu. Tiap hari mesti ada edisi revisi kamus, mampus lah dia dapat, bisa bangkrut dia.

Nah disadari atau tidak ternyata saya juga termasuk orang yang korban itu, saya makan mentah-mentah kosakata itu dan kemudian saya bawa itu di rapat-rapat, karena saya bumbui dengan ungkapan yang intelek, maka mulai tersebarlah kata-kata yang gak jelas siapa perawinya itu. Nah miscom sendiri saya berpandangan positif aja, mungkin diambil dari kata miskomunikasi, nah pertanyaan selanjutnya adalah siapa yang punya wewenang ilmiyah untuk memperbolehkan menyingkat itu?, nah repot kan. Jadi hikmah yang dapat diambil adalah, tidak semua tindakan kita dapat dirunut dan dipertanggungjawabkan secara ilmiyah. Dari sisi ini saya langsung angkat topi, ajungkan jempol, kalau bisa semua jari untuk menghargai karya para muhadditsien yang dengan safarinya dia merunut kata demi kata dari untaian indah sabda kanjeng Nabi Muhammad SAW, Allaahu yarham.

Dalam hidup ini rupanya saya khilaf gak menghitung berapa kali saya mendengar kata miscom dan mengeluarkan kata itu dari kerongkongan saya, lupa saya dan memang benar-benar lupa. Di rapat ada kata itu, dalam telepon ada kata itu, dalam sms ada juga kata itu, dalam tulisan ada juga kata itu, bahkan dalam blog saya juga ada tulisan itu. Tampaknya, miscom telah menjadi Raja, dia tidak di mana-manah, tapi ada di mana-manah, begitu Rhoma Irama bilang. Dan ternyata saya juga pelaku miscom juga.

Nah entah berapa kali saya bermiskom ria, baik dengan sahabat dekat saya, kawan organisasi, lawan jenis, sejenis, atasan, bawahan. Memang sih menyakitkan juga tapi apakah kita bisa terbebas dari miskom, rasanya kok tidak, yang bisa kita lakukan adalah meminimalisir itu. Gak nyaman memang dan mengadung biaya mahal. Bayangkan aja, gara-gara itu, saya harus mengklarifikasi, puih mahal amat, harus keluar biaya sms, kalau gak jawab yang harus ditelpon, bahkan saya pernah dengan teman saya harus berangkat ke luar kota untuk menjelaskan duduk perkara persoalan yang menjadi miskom, ya akhire jam 2 malam baru nyampe, capek deh. Kadang-kadang juga gak jelas siapa yang salah, saya gak ngaku dia juga gak ngaku, setelah dirunut, ternyata dia lupa baca kata sambung “dan”, kadang-kadang juga saya yang keliru.

Siapa pun beresiko miskom, bahkan untuk kepada yang belum kenal pun bisa miskom. Misale kalau lagi naik bus, tiba-tiba naik seorang lelaki brewokan, berkulit hitam, pake levis butut, bawa ransel. Reaksi umumnya adalah menaruh tas disamping supaya dia nyari tempat duduk yang lain. Padahal kalau sempet jalan-jalan ke penjara ternyata fakta itu terbalik. Semakin sangar seseorang, maka kejahatannya akan menjadi semakin ringan, misal yang copet, maling ayam. Tapi semakin indah tampilan yang dia miliki maka akan semakin tinggi tingkat kejahatannya. Saya lihat ternyata koruptor, penjarah duit Negara, dan pembunuh berdarah dingin adalah mereka-mereka yang ramah dan memiliki seni komunikasi yang luar biasa, rambutnya kelimis, wajahnya sedap dipandang, mungkin sering pake pelembab. Hal ini dapat dijelaskan juga bila melihat manusia yang psikopat. Na yang kayak gini adalah blink versi negatif dan Malcolm Gladwell.

Pagi itu, tiba-tiba ada pesan masuk “ntm bilang apa sama dia.......”
“wah bisa runyam nih”, saya membatin.
Akhirnya saya kontak dia, ternyata gak diangkat, tepatnya sengaja gak diangkat. Memang sih saya gak merasa salah-salah amat, tapi kok ya rasa bersalah itu terus menerus mengetok sukma saya, memantul-mantul dalam ruang sanubari saya, dan saya tidak bisa membiarkan ini semua. Pagi itu saya benar-benar sempat kelimpungan... melamun mendalami kejadian yang baru saja terjadi. Memang sih sedalam-dalamnya lautan masih bisa ditempuh, tapi hati manusia lebih dalam lagi. Mulai saat itu saya komit untuk mencoba untuk langsung memberi jawaban bila ada yang merasa salah kepada saya, sebab membiarkan dirinya terayun-ayun dalam perasaan bersalah, saya tidak tega melihatnya.

Pagi itu saya mengalami kejadian itu, saya terayun-ayun dalam gelombang emosi rasa bersalah, Duh Gusti, hapunten kana sadaya kalepatan sim kuring. Akhirnya sms balasan yang saya kirim itu tiba juga....

“ya saya minta maaf deh” saya kembali membatin.
Memang sih dalam kondisi saat itu saya bisa saja mengambil keputusan yang keliru, misale membatasi total hubungan dengan tipe manusia setipenya, karena rawan untuk terjadi kedua kali. Tapi saya kira keputusan itu adalah keputusan yang memanivestasikan jiwanya yang melankolis, tepatnya cengeng.

Kalau sudah begini jadinya, yaaa tinggal menunggu waktu saja, biar Allah yang menentukan, yang pasti segala daya dan upaya sudah saya tempuh moga aja Allah membuka pintunya. Tapi kok rasanya sulit untuk rekonsoliasi kecuali bagi mereka-mereka yang benar-benar menguasai dirinya sendiri. Mungkin kalau miscom dalam urusan organisasi mudah dikonstruksi, dengan rapat kembali urusan bisa selesai, begitu juga dalam urusan kerja. Namun urusan ini adalah urusan yang berat dan urusan yang sedang saya rencanakan, yaitu urusan.......urusan hati.


EmoticonEmoticon